"Kak Mona, hobby makan pengawet ya? Kok bisa sih cantiknya gak luntur-luntur?" ucap Aska, bocah kelas tiga menengah atas yang kini menopang dagunya di atas meja.
Mona, gadis bersurai cokelat itu menutup buku yang ia buka sebelumnya. "Aska, katanya mau belajar? Kok gak serius terus sih daritadi."
"Ini juga 'kan lagi belajar, Kak ...," Mona menautkan kedua alisnya, "belajar mencintaimu ...."
Mona memutar bola matanya malas, jika saja ia tak dibayar untuk menjadi guru bimbingan bocah ini. Ah, ralat, jika saja ia lahir menjadi gadis kaya raya dan tak memerlukan biaya kuliahnya. Maka ia sudah lari sekencang mungkin untuk kabur dari sini.
Tapi tantangan Mona belum seberapa, gombalan Aska masih dalam level 7 dibandingkan dengan ayahnya, Tuan Attar.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, Tuan Attar sore ini sudah pulang dari kantornya --lebih tepatnya kantor pribadinya-- dan memasang senyum manis kala kedua netranya menangkap sosok Mona.
"Eh, Mona. Udah lama? Maaf ya saya terlambat, tadi jalanan macet."
Mona yang semula sedang menulis rumus matematika untuk Aska menengadahkan wajahnya, "Eh? Gimana pak maksudnya?"
"Pasti kamu nungguin saya 'kan? Sebentar ya saya ganti baju dulu, takut bau asem," kekeh pria berumur 45an itu dengan santai.
"Daddy masuk kamar aja, kalau bisa jangan keluar lagi sampe besok pagi," tukas Aska.
Tanpa menghiraukan ucapan anak bungsunya, ia terus berjalan menaiki tangga. "Aska, uang jajan Daddy potong sepuluh juta."
"Eh? Kok gitu? Aska gak mau! Gak setuju ..."
"Hus! Aska! Gak boleh bilang sentak-sentak ke daddy kamu, gak sopan! Cepet minta maaf!" potong Mona
Dengan malas Aska pun meminta maaf pada ayahnya, "Ampun baginda raja," ejek Aska sambil mempoutkan bibirnya, "jangan potong uang jajan Aska yang cuma segitu-gitunya."
Mona menghela napasnya dalam, kembali berkutat dengan buku catatan dihadapannya. "Segitu-gitunya pala bapak kau, bekel lo cukup buat bayar kuliah gue empat semester, tau," batinnya.
Untuk kesekian kalinya, Mona terbiasa dengan pemandangan semacam ini. Ia sudah bekerja menjadi guru pembimbing Aska selama hampir dua bulan lamanya.
Lalu mengapa ia tidak memilih resign?
Habis honornya lumayan besar, lagipula keluarga Sinaga ini memperlakukannya dengan baik, hanya saja ... gombalan-gombalannya itu yang kadang membuat Mona harus terus mengelus dada.
"Sabar, Mon. Orang sabar disayang Tuhan," gumam gadis itu dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lovable, Mona | (HANLICE)
FanfictionTuan Attar : "Mona, kalau diliat-liat kamu masuk kriteria calon istri saya." Mas Aksa : "Mon, lo mau kan jadi cewe gue?" Aska : "Kak Mona, kakak tipe cewe idaman aku. Mau gak jadi pendamping aku?"