Part9 Kedatangan Zeus

76 6 0
                                    

"Shit." Zeus mengumpat karena dia sudah berlama-lama menunggu Cia tetapi gadis itu sudah membuatnya naik darah. Sudah sekitar satu jam lamanya dia menunggu tetapi batang hidung gadis itu belum terlihat. Zeus pun mempunyai rencana yang bagus, dia segera bergegas menuju ke arah parkiran. Dia akan menyusul gadis yang menyusahkan hidupnya itu.

Rumah Cia

Cia sedang menikmati makanannya di meja makan hingga seseorang datang membuat gadis itu menoleh dan mendapati sang kakak yang baru turun dari tempat persinggahannya. "Bang Re, makan yuk sama Cia." Cia menyapa kakak satu-satunya itu yang dia miliki saat ini.

Reon, pemuda dengan sifat dingin dan ketusnya. Mahasiswa semester 3 di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Pemuda tampan yang memiliki sejuta perasaan sakit tetapi tertutupi dengan wajahnya yang sedingin es. Reon berjalan ke arah kulkas mengambil minuman kemudian dia berjalan menuju ke arah ruang tamu tanpa berniat membalas perkataan Cia.

"Huft." Cia menghela napas lesu. Dulu, Reon tidak bersikap seperti ini. Dulu, Reon sangat menyayangi dirinya, bahkan pemuda itu tidak pernah membiarkan Cia bersedih. Namun, ketika semuanya telah berubah, kasih sayang yang dulu ia dapatkan kini juga berubah dan perlahan menghilang.

"Non, yang sabar. Den Reon lambat laun pasti bisa kembali seperti dulu yang sangat sayang sama Non Cia." Bibi Sri mencoba menyemangati gadis itu. Wanita paruh baya itu sudah tahu bagaimana menderitanya Cia. Hidup dengan keluarga ini sejak kedua remaja ini masih sangat kecil membuat Bi Sri mengetahui bagaimana sifat keduanya. Bi Sri tahu jika Reon sangat menyayangi adiknya, akan tetapi keadaan dan egolah yang menutup perasaan kasih sayang itu. Dan Bi Sri menyayangkan hal ini. Semoga kedepannya pemuda ini bisa berubah kembali seperti dulu.

"Iya, Bi," jawab Cia setengah tersenyum.

Sampai kapan aku harus bersabar? Bahkan itu sama sekali bukan kesalahanku. Kehangatan yang dulu ku dapatkan tiba-tiba hilang karena kejadian itu. Setitik air mata muncul di kelopak mata Cia, dia buru-buru menghapusnya. Dia takut jika Bi Sri mengetahui dia sedang menangis.

Ting nong

Suara bel pintu menghentikan kegiatan gadis itu. "Biar Cia saja, Bi yang buka. Bibi lanjut bersih-bersih saja," kata Cia kepada Bibi Sri. Ya, wanita paruh baya itu sepertinya sedang kerepotan mencuci beberapa piring, untuk itu Cia menawarkan diri untuk membukakan pintu.

"Baik, Non." Gadis itu berjalan menuju ke arah pintu, sekilas dia melihat Reon yang sibuk dengan ponselnya. Sang kakak selalu saja terlihat cuek dan Cia memaklumi itu.

Ceklek

"Elo?" Cia terkejut dengan kedatangan seseorang yang tidak pernah ia pikirkan.

"Hai," sapa Zeus. Ya, orang itu adalah Zeus. Tanpa diundang, tiba-tiba saja dia datang ke rumah Cia, bahkan gadis itu cukup terkejut dengan kedatangannya, ditambah lagi dari siapa dia mengetahui rumah Cia?

"Lo ngapain di rumah gue?" sarkas Cia. Gadis itu sepertinya belum melupakan kejadian kemarin meskipun pemuda yang berada di depannya sudah meminta maaf.

"Lo nggak sopan banget. Seharusnya tamu itu dipersilahkan masuk dulu baru setelah itu tuan rumah boleh tanya apa maksud kedatangan si tamu. Lo pernah diajarin sama orang tua lo bagaimana bersikap kepada tamu, kan?" kata Zeus yang seketika membuat Cia tersenyum kecut. Orang tua? Bahkan saat ini Cia merindukan kedua orang itu yang dia tahu sudah tenang di dalam dekapan Tuhan.

"Yaelah malah melamun. Gue diajak masuk gitu," celetuk Zeus membuyarkan pikiran Cia.

Masuk? What? Di dalam ada bang Re. Bisa mampus gue, batin gadis itu yang nampak gelisah.

Pain ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang