2. Cino

65 6 8
                                    

Suasana kelas sekarang sedikit hening, mungkin karena gurunya juga yang katanya sangat killer itu. Aku melihat cino, lalu tersenyum kagum. Wah, dia bisa bisanya tidur, apa dia tidak tau guru di depan itu sangat killer.

Aku berniat membangunkan sebelum pak Dandi menyadarinya, aku menulis di binder-ku lalu mengetuk mejanya pelan pelan. Dia tidak bangun bangun, lalu aku menepuk punggungnya dengan hati hati. Dan berhasil, dia terbangun. Aku masih menatap pak Dandi di depan, dengan hati hati tanganku mengasihkan binder-ku kepada Cino.

Cino tidak membacanya, dia kembali menidurkan kepalanya ke meja dengan singgapnya aku, aku kembali menaruh binder-ku berada di tengah.

Cino menatapku sambil mengerutkan keningnya. Aku menatap binder-ku lalu menatap cino kembali untuk membacanya, aku melakukannya berulang ulang kali sampai akhirnya dia mengerti maksudku.

Cino lo harus perhatikan pak Dandi kalau nggak lo bakal dikeluarkan dari kelas. Apa lo gak tau hal itu? Gue aja anak baru tau akan hal itu. Kalaupun lo gak mengerti, lo harus memperhatikannya urusan mengerti atau tidaknya itu belakangan. Kalau lo gak mau berurusan dengan pak Dandi, perhatikan. Gue cuman ingettin doang.

Aku merasakan tepukkan dari seseorang, aku menoleh. Orang di depanku mendekati ke arah kupingku.
"Urusin hidup lo aja, jangan urus.....

"Cino sedang apa?"

Itu suara pak Dandi terdengar sangat berat. Aku memposisikan badanku dengan benar lalu menatap pak Dandi cemas. Teman teman kelas memperhatikan aku dan cino, dan sialannya cino...

"Sedang berbicara dengan shasha pak." Wah dia benar benar tidak punya rasa takut.

"Kamu sering banget cari masalah dengan bapak. Bagaimana rasanya berbicara di depan dan salah satu kalian mengobrol, rasanya gak di hargain. Hukuman apa biar kamu sadar cino?"

Aku merasa tidak enak, aku menunduk malu. Aku anak baru di sini sudah mencari masalah

"Kalau kamu tidak berniat belajar silahkan keluar?"

"Pak saya dan cino minta maaf....

"Tidak, bapak tau cino yang mengajak kamu berbicara." Aku diam, aku merasakan tidak enak dengan cino.

Cino berdiri, dia menatapku. Lalu dia menatap pak Dandi. "Maaf pak sebelumnya. Saya izin keluar."

***

Sekarang sudah istirahat, anak kelas sudah keluar kecuali aku Laras dan sekar. Aku masih tidak enak kejadian tadi pagi.

"Gue gak enak sama cino seharusnya gue gak bangunin dia."

"Jangan nyalahin lo sendiri. Kalaupun lo gak ngebaunin dia, dia juga tetep keciduk sha." Ungkap Sekar.

"Bener tuh, udah gak usah dipikirin yaa." Ucap Laras.

Tetep saja aku merasa tidak enak. Sekarang mood-ku hancur, bekal makananku saja belum dimakan.

"Udah sha makan, bentar lagi masuk." Ucap Laras.

Aku melihat cino masuk ke kelas dengan tatapan tak acuh, aku tidak tahu harus apa. Minta maafkah?

Cino sudah ada di mejanya lalu dia mengambil binder-ku yang masih di mejanya menaruh ke mejaku sambil berbicara yang membuatku menoleh kepadanya.

"Gue gak suka orang yang gue gak kenal ngurusin hidup gue." Jleb. Rasanya sakit aku tidak dianggap temannya.

Cino melangkah pergi, aku berdiri lalu mengucap sesuatu membuat cino berhenti.

"Sebelum pak Dandi liat lo tidur, gue rasa gue bisa ngebaunin lo biar gak kena hukuman. Lo tau kan pak Dandi killer-nya gimana. Kalo gue bisa nolongin dengan cara gue, kenapa nggak?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang