one

6.6K 507 13
                                    

tolong nanti dibaca catatan yang ada di paling bawah. penting. ⚠

Na Jaemin mencengkeram tangan ayahnya saat mereka melangkah menyusuri lorong menuju altar. Dia sungguh tidak dapat melakukan semua ini. Mengapa dia bisa membiarkan semuanya terjadi hingga sejauh ini?

Na Siwon meraih dan menepuk-nepuk punggung tangannya. "Santai saja, tidak perlu segugup itu, Jaeminnie," bisik ayahnya itu.

Santai saja? Bagaimana mungkin dia bisa santai? Jaemin melirik sulur putih panjang yang membentang di hadapannya, pita putih satin di ujung bangku gereja, serta anyaman ranting tinggi yang dipenuhi kuncup bunga mawar berwarna merah muda dan putih. Bunga kesukaannya, yang entah mengapa saat ini justru tidak menarik minatnya sama sekali.

Saksi dari pihaknya dan kelima pengiringnya, semuanya mengenakan gaun bernuansa merah muda dan membawa buket bunga anyelir putih, berdiri di sana dan tampak jauh lebih bahagia dibanding dirinya.

Mereka pasti tengah mengenang pernikahan mereka sendiri atau membayangkan pernikahan mereka kelak.

Saudara laki-lakinya, Na Jaehyun dan Na Jisung berdiri di samping Mark, bersama dua saudara laki-laki dan sepupu pria itu.

Mengapa dia bisa semudah itu termakan bujukan ayahnya untuk menjalani pernikahan ini? Dari sudut matanya, dia melihat ibunya duduk di deret terdepan, tampak bahagia sekaligus sedih.

Ayahnya meringis saat dia mencengkeram kuat-kuat lengan pria paruh baya itu. Dalam beberapa langkah mereka sudah berada di depan altar. Harum bunga mawar seketika memenuhi indra penciumannya, namun sama sekali tidak bisa meredakan kegugupannya.

Ayahnya sedikit membungkuk dan mencium keningnya lalu menaruh tangannya, yang dingin dan gemetaran, di atas tangan Mark.

Merasa ditinggalkan, Jaemin memohon dalam hati kepada ayahnya, yang dibalas dengan anggukan singkat dan senyum menenangkan, sebelum melangkah mundur. Seraya mendesah pasrah, Jaemin dengan enggan menghadap ke arah pendeta.

"Pernikahan adalah sesuatu yang sakral," ucap sang pastor memulai khotbahnya. "Dan tidak bisa dilakukan dengan mudah..."

Jaemin mencuri pandang ke arah Mark. Pria keturunan Kanada itu bertubuh jangkung, berambut hitam, dan tampan, dengan mata hitam, wajah tirus dan hidung mancung.

Dia ambisius, selalu tenang, dan bahkan lebih kaya daripada ayahnya. Tapi, apakah dia ingin menghabiskan sisa hidupnya bersama pria itu?

Jaemin mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa keraguan ini tak lebih dari sekedar rasa gugup yang menyerangnya, rasa gugup yang justru hadir pada detik-detik terakhir.

Tapi, dia sadar jika keraguannya ini lebih dari sekedar rasa gugup.

Mark adalah pria yang selalu ingin menjadi pusat perhatian. Pria itu memiliki ambisi besar dan ingin mencalonkan diri di kantor publik dalam satu atau dua tahun, tetapi bukan kehidupan rumah tangga semacam itu yang Jaemin inginkan.

Dia hanyalah pria sederhana dengan mimpi tentang sebuah keluarga yang bahagia, yang dia inginkan adalah menikah dengan seseorang yang dia cintai dan mencintainya, dan hidup dengan seorang pria yang lebih mementingkan pendampingnya dibandingkan dengan karirnya.

Mark telah membuatnya melupakan hal penting itu sejenak. Pria itu telah membuatnya terpesona kemudian terjebak ke dalam cinta semu yang pria itu tawarkan, meyakinkannya bahwa dia mencintai pria itu.

Ya, Jaemin telah terjebak dalam permainan yang diciptakan oleh Mark.

Dan mengapa dia tidak mendengarkan perkataan ibunya?

Dude Ranch Bride ¦ nominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang