1. Tentang Rasa

53 13 0
                                    

"Heh, kamu! Bisanya cuma nyusahin aja! Liat, tuh, Kakak kamu. Rajin! Nggak kaya kamu!" bentak Vernando, Papa dari Chiyoko dan Lizzie seraya menarik selimut yang menutupi tubuh Chiyoko.

Chiyoko terbangun dan menunduk di hadapan Papanya. Ia 'tak bisa berbuat apapun. Karena semua yang Chiyoko lakukan terlihat salah di mata keluarganya.

"Kamu bisa ngomong nggak sih?! Diajak ngomong tuh jawab! Bukannya diem! Hahaha ... Maklumlah, anak bisu!" ejek Papa. Chiyoko masih menunduk diam. Ia 'tak berani menjawab.

"Ah ... Sudahlah! Nggak berguna saya ngomong sama kamu. Menghabiskan waktu saya saja. Cepat siapkan sarapan saya dan keluarga saya! Nggak usah buang waktu!" seru Papa lalu melenggang pergi dari kamar anaknya, atau mungkin ... Tidak dianggap sebagai anaknya? Hahaha ... Entahlah, hanya Tuhan dan Papanya yang tahu itu.

Chiyoko perlahan beranjak dari kasur sambil meneteskan air matanya. "Tuhan ... Kenapa selalu saja seperti ini? Apa aku tidak pantas hidup? Aku sudah lelah dengan semua ini ...."

Saat berjalan melewati ruang keluarga untuk menuju ke dapur, Chiyoko melihat keluarganya sedang berkumpul seraya bercanda. Miris. Mereka terlihat begitu bahagia tanpanya. Kuatkan aku, Tuhan. Suatu saat nanti, aku bisa berada diantara mereka lagi. Bantin Chiyoko.

Sambil memasak, Chiyoko terus meneteskan air matanya. Ia 'tak kuasa melihat keluarganya bahagia tanpa dirinya. Seandainya saja senja tetap meninggalkan keindahannya ....

Chiyoko mulai menyajikan makanan yang telah selesai dimasak. Cukup sederhana, hanya ayam goreng, steak daging sapi, roti isi, nasi putih dan daging panggang. Minumnya ada segelas susu Vanilla, tiga gelas air putih, dan dua cangkir teh.

Setelah selesai, Chiyoko menuju kamarnya. Ia tidak mau melihat keluarganya makan, karena itu sama saja seperti meminta belas kasihan kepada keluarganya, dan Chiyoko tidak mau melakukan hal itu.

Chiyoko lekas-lekas mandi lalu memakai seragamnya. Ia membiarkan rambut hitamnya itu tergerai bebas dan memasangkan sebuah jepit rambut berbentuk pita.

Setelah dirasa semua selesai, Chiyoko berjalan keluar rumah lewat pintu belakang, karena ia 'tak mau melihat keluarganya yang masih tertawa-tawa bahagia itu.

Saat sampai di depan pagar rumah, ia berbalik menatap rumah yang menjadi saksi bisu atas sepi dan derita yang dia rasakan selama ini.

"Mama, Papa, Chiyo berangkat dulu. Semoga kalian tetap berbahagia. Chiyo menunggu kalian di sini, dengan sejuta mimpi yang sudah pasti hanya ilusi."
                            
                            🎶🎶🎶

"You never know how I feel. You don't know how much pain and injury you have incised in my heart."
~ Zilla Rizki Meryl ~
~ Bintang Aksara ⭐~

STOP!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang