6. Terulang Lagi

32 8 2
                                    

"Hahaha, stop! Udah Kak Chiyo!" Tawa seorang anak perempuan bernama Hyla seakan menggelegar di seluruh penjuru taman.

"Tidak bisa, siapa suruh buat Vika nangis," Chiyoko tertawa terbahak-bahak melihat Hyla kegelian karena dikelitiki olehnya.

Chiyoko kini berada di taman Rumah Sakit Internasional. Walau masih pagi, sudah banyak anak-anak yang bermain di sana. Termasuk Chiyoko yang bosan berbaring di atas bed. Namun kali ini, Chiko ikut menemaninya.

"Jangan panas-panasan, Chiyoko! Jangan banyak tingkah!" seru Chiko yang bisa dibilang mulai posesif terhadap Chiyoko.

"Iya iya." Chiyoko nampaknya mulai kesal dengan Chiko yang terus saja khawatir kepadanya.

"Kak Chiyo! Dongeng dong!" pinta Lila yang tiba-tiba datang membawa pasukannya, maksudku anak-anak yang lain.

"Dongeng?" Chiyoko terkekeh. "Baiklah ...."

"Rie, Abang mau ke toilet dulu, ya!" pamit Chiko yang diangguki oleh Chiyoko.

Chiyoko mulai mendongeng dengan gaya khasnya. Entah dongeng apa yang ia ceritakan, namun rupanya berhasil membuat anak-anak tertawa. Para orang tua yang melihat kejadian itu tersenyum, mereka bersyukur anak-anak mereka bisa tertawa walaupun nyatanya sedang sakit.

Di tengah asyiknya mendongeng, tiba-tiba seorang perempuan datang dengan wajah sinis dan gaya angkuhnya bersama dua perempuan lain yang gayanya tak jauh beda. Mereka adalah Lizzie, Neira, Devina, dan Githa. Lizzie menarik pergelangan tangan kanan Chiyoko dengan kasar seperti menyuruhnya agar berdiri. Chiyoko sepertinya mengerti isyarat itu, ia bangun dari tempatnya.

"Ada apa?" tanya Chiyoko.

"Heh? Ada apa? Lu bilang ada apa?! Jelas-jelas lu udah kabur dari rumah terus sok-sokan pake sakit disini segala! Nggak usah kebanyakan drama deh, lu!" bentak Lizzie.

"Saya tanya, yang lagi drama itu siapa? Saya tidak sedang melakukan aksi drama disini," balas Chiyoko dengan wajah memerah mencoba menahan emosi.

"Halah ... Nggak usah sok bego, deh, lu!" decih Neira.

"Pake dipasangin infus segala, lemah!" sinis Devina

"Memang kerjaannya cuma ngerepotin orang aja!" sahut Githa tak kalah sinis.

Chiyoko terdiam. Para suster yang melihat kejadian itu sangat ingin membantunya, namun Chiyoko menggeleng memberi isyarat bahwa ia baik-baik saja dan tidak usah ikut campur masalahnya.

"Sebelumnya maaf kalau kalian mengira saya kabur dari rumah dan berpura-pura sakit disini. Kalau kalian mau, kalian mau, kalian bisa melihat daftar pasien di rumah sakit untuk memastikan saya benar-benar pasien disini atau bukan. Jika tuduhan kalian terhadap saya benar, dengan senang hati saya akan melaksanakan apapun yang kalian mau. Tapi, jika tuduhan itu salah, saya tidak segan-segan melaporkan kelakuan kalian kepada pihak rumah sakit dengan tuntutan menyakiti pasien." Chiyoko tak tahan lagi dengan sikap mereka. Kalau memang takdir baik berpihak padanya, ia akan bersyukur.

"Cih, nggak perlu! Gua sama yang lain nggak perlu ngeliat daftar pasien. Ngapain juga, kurang kerjaan banget," sangkal Neira lalu diangguki oleh Lizzie, Devina, dan Githa.

"Permisi, maaf menganggu. Tapi keributan kalian mengganggu ketenangan pasien." Suster Dina tiba-tiba datang dan berdiri di samping Chiyoko.

"Ini ngapain juga? Asal Tante tau, ya, ini rumah sakit punya Papa saya! Kalau Tante membantah bisa dipecat!" ancam Devina dengan angkuh.

Chiyoko terbatuk, ia menepuk-nepuk dadanya pelan.

"Kau tak apa, Rie?" tanya Suster Dina khawatir. Chiyoko mengangguk. "Aku tak apa."

"Dasar lemah!"

"Dasar pembohong!"

"Tukang drama!"

"Tukang adu!"

Kepala Chiyoko seakan berputar, ia merasakan sensasi pusing yang luar biasa. Nafas Chiyoko mulai sesak, deru nafasnya tak beraturan.

"Cih. Gitu aja udah loyo, lemah banget sih lu!" desis Githa.

Lizzie maju mendekati Chiyoko lalu mendorongnya tepat di bagian dada hingga Chiyoko terjatuh. Selang infus nya terlepas, Chiyoko meringis menahan perih di tangan kirinya. Ia kembali terbatuk, namun kali ini tak bisa dikendalikan. Ia terus saja terbatuk. Suster Dina menjadi panik sendiri, ia juga tak berani melawan atasan, namun pasien di hadapannya kini benar-benar butuh pertolongan.

Lizzie, Neira, Devina, dan Githa pergi meninggalkan Chiyoko begitu saja tanpa rasa bersalah.

"Rie? Ada apa denganmu? Bagian mana yang sakit?" tanya Suster Dina panik.

Deru nafas Chiyoko semakin tidak beraturan. Ia memukul-mukul dadanya sendiri sambil terbatuk-batuk. Beberapa Suster keluar dari gedung rumah sakit seraya mendorong brankar. Belum sempat dinaikkan ke atas brankar, Chiyoko tiba-tiba muntah darah. Beberapa orang yang mendampingi pasien melihat kejadian itu, namun mereka hanya bisa terkejut tanpa tahu apa yang harus mereka perbuat.

Chiyoko dinaikkan ke atas brankar, wajahnya sudah sangat pucat pasi, seluruh tubuhnya gemetar.

Chiyoko dibawa ke ruang UGD. Pintu ruangan sudah tertutup rapat. Chiko yang baru datang di taman langsung berlari dengan wajah panik ketika mendengar Chiyoko ada di UGD.

Bruk! Chiko memukul dinding di sampingnya dengan berurai air mata. Aku gagal lagi. Aku gagal dalam menjaga Rie. Aku gagal lagi! Tubuh Chiko bergetar, ia menangis.

"Chiko?" Sebuah suara terdengar dari arah lorong. Itu suara Suster Dina.

"Suster Dina?" Chiko menghapus air matanya lalu berdiri. "Kenapa Chiyoko bisa seperti ini?"

Suster Dina menghela nafas. "Tadi ada 4 perempuan, mereka tiba-tiba datang lalu mengejek Chiyo. Lalu entah apa sebabnya, salah satu dari mereka mendorong Chiyoko hingga terjatuh dan infusnya terlepas. Kalau tidak salah ... Nama mereka Lizzie ... Devina ... Neira ... Terus siapa itu lagi satu? Ah, Githa!"

Mata Chiko berkilat-kilat karena amarahnya. Kedua tangannya mengepal kuat, dan matanya menajam.

"Aku pastikan mereka akan menderita."

🎶🎶🎶

I don't know where my fault lies.
Do I ... really deserve to suffer?

Bintang Aksara ⭐
Zilla Rizki Meryl 🎶

STOP!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang