Terimakasih untuk orang-orang yang tertawa di atas penderitaan saya. Terimakasih atas segala tikaman tajam yang membuat hati berdarah. Seolah dibuat bungkam tak ada satupun yang bersorak membela ketika kematian bagaikan di depan mata.
Rasanya seperti ada sebuah tangan yang siap menekan jantung, seolah berkata "Jangan bersuara, jika bersuara kamu mati."
Tangan yang saya pikir akan merangkul dan menjaga, ternyata bebas melayang di udara memberikan sebuah tamparan nyata di jiwa. Dengan tanpa berdosa mereka katakan itu sebagai pelajaran. Suara-suara yang saya harap akan menenangkan menjelang tidur, ternyata berani berteriak dengan lantang menyuarakan segala kutukan.
Mataku tidak buta, telingaku tidak tuli, bahkan otakku juga masih berfungsi. Segala penyerangan yang membunuh secara perlahan, masih menyisakan luka yang begitu dalam. Bodohnya semua ku terima dengan pasrah, tanpa adanya perlawanan. Semua tak akan membuatku lupa.
Goresan luka yang menari menertawakan jiwa yang ingin segera memberontak. Waktu menyeretku pada sakit yang berkelanjutan. Waktu membawaku pada orang-orang yang membuatku bertahan. Meski jiwa ini selamat, namun bekas belum sampai memulih.
Terimakasih untuk orang-orang yang sudah menyuarakan keadilan, membela, bahkan memenangkan siapapun yang tidak bersalah. Terimakasih sudah menemani perjalanan hidup yang sempat ingin ku akhiri ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Journey of Life
RandomTerimakasih untuk orang-orang yang sudah menyuarakan keadilan, membela, bahkan memenangkan siapapun yang tidak bersalah. Terimakasih sudah menemani perjalanan hidup yang sempat ingin ku akhiri ini. -Ashila Prameswari-