prolog

10K 305 0
                                    

Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Jika ada kesamaan dalam nama tokoh , tempat atau kejadian , itu hanya kebetulan semata , karena ini hanyalah hasil imajinasi liar saya .

Enjoy , please....

Malam itu Seattle dilanda hujan deras , hanya ada suara petir dan kegelapan malam yang menyelimuti . Sebuah SUV tua melaju perlahan mengawasi suasana disekitarnya . Jalanan panjang lenggang karena hujan , hanya ada rimbunnya pepohonan di kiri kanan jalan .

Mobil SUV hitam sekelam malam itu berhenti perlahan , keempat mata pria didalamnya diam mengawasi . Mereka lega hanya ada semilir angin yang berisik menemani hujan .

Pria tua dibalik kemudi mengisyaratkan ketiga anak buahnya untuk bergerak , mereka membuang tubuh bocah itu dipinggir jalan yang sepi . Ia berharap bocah itu akan mati dijalanan sepi ini , berharap tidak ada yang mengenali tubuh Max .

Pria tua itu tidak pernah menyesal , dia justru tertawa puas dalam diamnya , itulah akibatnya jika berani mencampuri urusannya . Mobil tua itu berbalik arah dan melesat meninggalkan tubuh Max yang tergeletak tak berdaya diatas rerumputan basah , darah segar mengalir dari pelipisnya .

Max yakin ia pasti sudah mati , ia ingat bagaimana anak buah ayah tirinya menghajarnya , mengeroyoknya dari segala arah , ia akhirnya tersungkur setelah ayah tirinya menusukkan belati tajam di pinggangnya .

Pertama kali yang tertangkap matanya adalah langit langit seputih awan , lalu bau searoma disinfektan . Surga mana yang berbau seperti ini ?

Max mengerang , merasakan remuk di sekujur tubuhnya , tubuhnya seperti ditusuk-tusuk ribuan jarum , rasa perihnya seperti menembus tulang .

Jika ia sudah mati , kenapa ia merasa kesakitan , tidak cukupkah kesakitan yang ia alami tadi malam ? Pendengarannya terusik oleh suara mesin yang terus berbunyi 'bip' seiring detak jantungnya .

Max meraba dadanya susah payah , jantung itu masih bekerja dengan baik , meskipun sedikit melambat . Lalu tangannya turun menjelajahi perutnya hingga ke pinggang kiri nya , ia meringis ketika mengalami sengatan menyakitkan .

Max mengerang dalam kesakitannya , tapi erangannya terhenti di tenggorokan, sebuah alat bantu pernapasan memenuhi mulutnya .

" Max ! Kau membuka matamu...?" Pandangan mata max masih kabur , tapi ia sangat yakin bagaimana pendengarannya masih bekerja dengan baik .

Gadis itu sedikit mengguncang tubuhnya , beberapa tetes air mata membasahi tubuh telanjangnya yang hanya tertutup selimut. Apa yang diinginkan gadis ini , tidak tahukah ia perbuatan nya itu menyebabkan sengatan sakit yang begitu dalam ditubuhnya .

Gadis itu berlari menjangkau pintu keluar , ia berteriak memanggil dokter . Max meringis merasakan kegetiran hidupnya , kenapa harus Jocella , sepupu yang paling dibencinya , kenapa harus dia yang menolongnya . Jika benar Jocella lah yang menyelamatkan hidupnya , terkutuk lah hidup Max , sebelum ini ia habiskan hidupnya untuk membenci gadis itu .

Max masih ingat dengan jelas bagaimana waktu itu , ia mendatangi Lucas Stryder suami Jocey . Ia menawarkan pada Luke sebuah kerjasama , untuk melenyapkan nyawa gadis itu. Max tahu , Luke tidak pernah mencintainya , bahkan ia tahu Luke tidur dengan setiap wanita , terkutuk lah Lucas Stryder ia bersumpah akan menghajar Luke setelah ini .

Seorang dokter datang menghampirinya , satu perawat mengekor di belakang sang dokter . Max melirik Jocey dalam ketidakberdayaannya , raut muka gadis itu seperti pernah max lihat bertahun-tahun lalu .

Ketika itu orang tua Jocey mengalami kecelakaan , dan nyawa mereka tidak tertolong . Max menelan ludahnya yang nyaris kering , sesedih itukah Jocey untuknya .

Entah apa yang dokter itu bicarakan dengan sepupunya , Jocey terlihat tersenyum lalu terlihat sedih lagi . Jocey menghampirinya lagi setelah kepergian sang dokter , gadis itu memeluknya menyebabkan sengatan sakit itu datang lagi .

" Apa yang terjadi dengan mu Max... ?"

Maximilian's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang