Alya, nilai ulangan harian kamu terendah di minggu ini,"
Kalimat sakral Bu Susi akhirnya keluar. Guru berkaca mata itu menatap Lea yang duduk dikursi murid sambil cengar-cengir tidak jelas. "Kenapa kamu? Kesurupan? Cengar-cengir gak jelas!"
"Emang serendah apa, Bu?" Tanya Lea berani. Memang, keberanian Lea patut untuk diacungi jempol. Mungkin itu yang dinamakan kelebihan.
"Kamu melawan sama saya?" Nah, kan. Bu Susi itu adalah tipikal guru yang tidak bisa dilawan. Apapun omongannya harus benar. Mau dia salah ngomong tetap harus benar. Jadi simbol wanita selalu benar itu benar jika diatasnya adalah Bu Susi.
"Yah, Bu, saya nanya baik-baik malah dimarahin."
"Nada bicara kamu yang buat saya marah! Dasar gak sopan! Jadi perempuan itu harus sopan biar dihargai. Kamu mau gak dihargai? Mau di injak-injak?" Lea menggeleng. Begitu juga dengan teman sekelas lainnya. Mereka senang jika Bu Susi marah-marah seperti ini. Biasanya saat Bu Susi marah, sudah dipastikan satu jam setengah mereka akan mendengar santapan rohani dari Bu Susi.
"Yes, gak belajar." Gumam Reyhan senang. Laki-laki bandel yang niat sekolahnya hanya jam kosong.
"Kamu dengar Lea? Nilai kamu sama Reyhan aja masih tinggian nilai Reyhan. Kamu itu sudah mau naik kelas 12, harus rajin-rajin belajar! Kamu mau gak lulus? Mau di SMA ini terus?"
"Serius, Bu? Emang nilai saya berapa?" Tanya Reyhan antusias. Matanya tiba-tiba melotot mendengar ucapan Bu Susi hingga membuat dirinya baper.
"Beda dua angka."
Seluruh kelas tertawa mendengar ucapan Bu Susi. Lea juga tertawa. Ternyata nilai Reyhan tidak jauh beda dengannya. Lain halnya dengan Reyhan, laki-laki itu kembali murung dan menelungkupkan kepalanya dimeja.
"Bisa-bisanya kamu tertawa, Lea. Reyhan masih mending, dia laki-laki. Sudah biasa laki-laki dapat nilai rendah. Kalau perempuan? Malu-maluin saja. Hargai Kartini yang sudah berjuang untuk kaum perempuan." Bu Susi lagi-lagi menyerocos membuat senyuman Lea hilang. Sedangkan diatas meja sana, Reyhan tertawa mendengar dirinya dibela oleh Bu Susi. Jarang-jarang sekali Bu Susi memihak dirinya.
"Iya Bu, maaf." Ucap Lea setengah tidak ikhlas.
"Kenapa minta maaf sama saya? Minta maaf sana sama R.A Kartini karena kamu sudah mempermalukan beliau!" Tatapan tajam serta tangan yang masih memegang lembaran kertas berisi hasil ulangan minggu kemarin, Bu Susi tampak sangat menyeramkan. Sungguh.
"Gimana caranya saya minta maaf ke R.A Kartini, Bu? Lewat ibu aja, ya? Tolong sampaikan karena saya udah mempermalukan beliau karena kebodohan saya. Nanti ibu sampaikan, ya?!" Lagi-lagi murid dikelas XI IPS 4 tertawa terbahak-bahak. Kenapa Lea bisa melawak disaat seperti ini. Dia lupa jika Bu Susi memegang kekuasaan tertinggi?
Jika macam-macam pada Bu Susi, 99% dari mereka pasti terkena hukuman yang mengerikan. Seperti mengelap kaca contohnya. Mengelap kaca yang dimaksud itu adalah mengelap semua ruangan yang ada kacanya. Harus sampai kinclong pokoknya.
"Kurang ajar kamu, ya! Setelah saya bagikan nilai, kamu harus ngelap kaca sampai bersih!" Kan baru dibilang. Tak heran, kaca disekolah ini sangat kinclong.
"Gak bisa gitu, Bu!!" Ucap Lea tidak terima.
"Gak terima? Mau saya tambah lagi hukumannya?"
"Tukar yang lain lah Bu. Masa cantik-cantik gini disuruh mainan debu kaca. Yang elit gitu."
Bu Susi tampak berpikir. Jika diperhatikan, setiap siswa yang dihukum oleh dirinya pasti mengelap kaca sekolah hingga bersih. Guru itu mengangguk, sepertinya ide baru sudah muncul.
"Gimana, Bu?" Tanya Lea semangat.
"Nanti saya kasih tau,"
"Sekarang saya mau bagikan nilai kalian!" Bu Susi mulai memanggil satu per satu murid dari 30 siswa. Dan kini giliran Lea.
Hati, jantung, dan usus Lea berdetak tak karuan. Saat namanya dipanggil oleh Bu Susi, dia langsung maju kedepan untuk mengambil kertas keramat yang membuat dirinya kena marah oleh Bu Susi.
"Empat satu koma dua?" Ucapnya tidak percaya.
"Iya, nilai kamu serendah itu! Ibu saja malu melihat nilai kamu!"
"Tapi saya bangga Bu, ini nilai matematika tertinggi saya." Hanya batin. Ya kali Lea berani menyampaikan kata-kata seperti itu.
"Terima kasih, Bu." Ucapnya sok tabah.
"Besok harus dikumpulkan lagi kertasnya, tapi harus pakai tanda tangan orang tua!"
"Tanda tangan asli!" Lanjut Bu Susi. Guru itu sudah tau jika murid dikelas ini sering memalsukan tanda tangan orang tuanya.
"Gak bisa gitu, Bu!" Kali ini Lea beneran tidak terima. Papanya akan marah besar dan pasti akan membakar semua album K-Pop yang dibelinya dengan jerih payah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magnet
Ficção AdolescenteLea suka Alister. Alister sukanya Thalia. Thalia juga suka Alister, tapi dirinya sadar jika mereka berdua tidak bisa bersatu kerena beda keyakinan. Alister yang selalu perhatikan kepada Thalia. Sedangkan Lea yang selalu mencari perhatian Alister. "A...