01 - samudra & lalisa
***Biasanya, Samudra selalu mengenakan pakaian formal jika keluar rumah, atau setidaknya yang mengesankan bahwa dirinya adalah seseorang yang terlibat dalam dunia bisnis.
Namun, malam ini dia mengajak Lalisa keluar hanya dalam balutan kaus polos ditutupi hoodie krem pucat dan celana panjang hitam. Samudra juga meminta Lalisa untuk mengenakan pakaian ternyamannya. Alhasil, Lalisa yang kini duduk di kursi depan mobil adalah Lalisa yang mengikat rambutnya dan berbalut jaket bomber serta celana semata kaki.
"Ke mana?" tanya Lalisa akhirnya, tak bisa menahan diri untuk tak bertanya.
Samudra menyunggingkan senyum, meremas tangan Lalisa sebentar sebelum membelokkan mobil pada suatu persimpangan. "Makan."
"Di mana?"
"Liat aja nanti."
Lalisa cukup senang diajak keluar oleh Samudra. Hari laki-laki itu luar biasa sibuk. Waktu-waktu yang sebentar itu, lebih dari sekadar berharga.
Dari kejauhan, Lalisa bisa melihat ada keramaian dari jalan yang ditutup itu. Samudra memarkirkan mobil di samping kendaraan-kendaraan lainnya, keluar terlebih dahulu sebelum membukakan pintu untuk Lalisa.
"Come on, ma queen." Samudra tak pernah malu untuk melontarkan perasaannya dalam bentuk apa saja. Kata-kata, gestur tubuh.
"Ada festival, ya?" Lalisa mencoba menebak.
Samudra mengangguk, menggenggam tangan Lalisa seakan itu adalah pegangan hidupnya. "Kemarin, perusahaan ngadain semacam fashion show kecil-kecilan di sini, buat koleksi kasual. Aku sempat keliling sebentar dan nemu banyak stan makanan yang menarik. Nggak apa kan, aku ngajak makan di sini?"
"Nggak, lah." Lalisa membalas cepat. Bertahun-tahun pacaran dan berakhir menikah dengan laki-laki ini, Lalisa lantas tidak menjadi manja dan menaikkan standarnya akan segala hal.
Seperti festival makanan lainnya, keduanya dengan mudah menemukan stan olahan daging yang ditusuk dan kemudian dibakar. Selama memesan, Samudra tak membiarkan genggaman mereka terlepas.
Samudra selalu ingin menunjukkan bahwa perempuan berpipi chubby ini adalah miliknya.
Kala Lalisa hendak menggigit makanannya, Samudra berdeham dan mengajak Lalisa untuk duduk di kursi-kursi tanpa punggung yang ada di sana. Beruntung, masih ada spot kosong yang cukup untuk mereka berdua.
"Sering-sering ya, ngajak aku keluar," kata Lalisa.
"Suka?"
"Suka."
"Kenapa?"
"Biar nggak bosan di rumah." Lalisa berucap jujur. "Dan biar ada waktu kita berdua."
Samudra menyeringai, bergeser ke arah Lalisa dan tanpa malu menyandarkan kepalanya di bahu istrinya itu. "Cutie," gumamnya pelan.
"Sam, ini di tempat umum."
"Berarti kalau di rumah boleh, ya?"
"Iya deh iya." Lalisa asal menjawab saja agar Samudra tidak lagi seperti ini. Beberapa pasang mata sempat memperhatikan mereka.
"Maaf, ya." Samudra berkata tiba-tiba setelah mereka sibuk menghabiskan makanan masing-masing.
"Maaf kenapa?"
"Karena kita jarang punya waktu berdua karena aku sibuk."
Lalisa menghela napas, menepuk lengan atas Samudra pelan. "Nggak apa-apa, itu tanggung jawab kamu. I'm ok."
Barangkali, jika mereka sedang di rumah, Samudra akan langsung memeluknya. Sebagai pengganti, dia berdiri dan mengulurkan tangan. "Keliling lagi?"
Lalisa menyambut uluran tangan itu tanpa ragu.
It's not the place, or the money, it's the person.
***
Tentu saja pembuka dari projects-ku tidak lain dan tidak bukan adalah Samudra-Lalisa.
Selanjutnya mau siapa?
#socialdistancing ya, guys. Keluar rumah kalau perlu banget aja. Stay safe, semuanya.
Best regards, Bayu Permana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope
Short Story"It might be stormy now, but it can't rain forever." * bagian dari #socialdistancing #dirumahaja dan #workfromhome. hadir sebagai teman. biar sama-sama kuat. © Bayu Permana, 2020.