Maafin gue, Vi. Gue terpaksa kasih obat perangsang di minuman yang semalam gue kasih ke elu. Abis gue sebel ama elu. Elu bodoh banget! Udah dapet suami ganteng, baik, tanggung jawab. Elu masih aja nggak kasih haknya, malah asik tiap hari chatt sama si Dimas."
"Tapi ngapain lu ikut campur urusan rumah tangga gue, Lun? Gue nyesel udah cerita sama elu."
"Udah nikmatin aja, Vi. Kalau nanti mas Ilham minta haknya lagi, kasih aja. Anggap kalau lu lagi gituan sama Dimas, haha ...."
"Brengsek lu, Lun."
🌹🌹🌹
Satu bulan kemudian ....
Woek ... woekkkk!!!
Aku memuntahkan semua isi perut, tiba-tiba saja terasa mual, mata terasa kunang-kunang. Mas Ilham yang sudah rapih, siap-siap kerja ke kantor. Mengurungkan niatnya, dan dengan siaga mengantarku ke rumah sakit, karena dia khawatir terjadi sesuatu padaku.
"Selamat, Pak. Sebentar lagi, Pak Ilham akan menjadi Ayah."
Kulihat rona kebahagiaan terpancar di wajah mas Ilham. Tak henti-hentinya ia bersyukur dan memelukku dengan erat dan mencium keningku, sambil berkata, "Terimakasih, Sayang."
Sedangkan aku?
Aku tak sebahagia mas Ilham. Justru bagiku, dengan hadirnya janin ini, memperkecil harapan untuk bisa hidup bersama Dimas, kekasihku.
Aku mencoba beberapa kali, menggugurkan kandungan, tapi selalu gagal. Janin yang ada di dalam rahimku amat kuat, sehingga aku menyerah. Mungkin ini sudah kehendakNya, agar bisa menerima janin ini.
Perlahan tapi pasti. Sedikit demi sedikit aku mulai luluh dengan sikap dan perhatian mas Ilham. Sehingga kini mau menjalankan kodratku sebagai isteri dan melayani mas Ilham sebagai suami. Tapi meski begitu, aku masih saja tetap berhubungan dengan Dimas. Meski kami jarang bertemu, tapi tak pernah alfa untuk sekedar bertutur sapa lewat ponsel.
Sembilan bulan telah berlalu, aku melahirkan putri cantik wajahnya begitu mirip sekali dengan mas Ilham. Dia selalu memanjakan aku. Semua urusan rumah juga merawat Andin putri semata wayang kami, dia yang handle semuanya. Tugasku hanya menyusui anak kami saja. Tidak lebih dari itu. Setiap malam mas Ilham terjaga dari tidurnya, rela tak tidur demi menemani buah cinta kami. Paginya sebelum berangkat kerja, mas Ilham menyiapkan sarapan kami, juga mengerjakan semua pekerjaan rumah.
Aku?
Ya, aku sih bodo amat. Toh tak pernah menyuruhnya mengerjakan semuanya.
Hingga suatu hari, saat aku sedang asik chatt dengan Dimas. Kata-kata mesra yang sering kami ungkapkan disetiap chat, lupa menghapusnya. Karena kecapean, aku tertidur. Gawai kusimpan di atas nakas.
Pagi harinya, mas Ilham mencecarku dengan banyak pertanyaan.
Aku?
Aku berterus terang tanpa dosa, juga tak meminta maaf. Dengan lantang bicara, jika aku tak akan mensudahi hubungan terlarangku bersama Dimas. Terserah dia mau menceraikan, aku tak perduli!
Semenjak saat itu, mas Ilham tidak pernah membahas masalah itu lagi. Aku malah semakin merasa bebas dan besar kepala. Di depan mas Ilham aku makin berani menerima telpon dari Dimas dengan mengucapkan kata-kata sayang.
Aku tak perduli, perasaan mas Ilham seperti apa. Lagipula salah sendiri. Beberapa kali aku meminta agar dia menceraikan, tapi dia tak pernah mau.
Kali ini, aku benar-benar sudah dibutakan oleh cinta Dimas. Lima tahun, kami menjalani cinta terlarang ini, dan lima tahun itupun dia rela menungguku. Aku tak sabar menjadi janda, dan ingin segera menjadi isteri sahnya.
Ketukan palu pengadilan, menandakan kami sah bercerai. Kulihat ada bulir-bulir air mata, nampak di sudut mata mas Ilham.
Aku tak perduli! Yang aku pikirkan sekarang bagaimana bisa secepatnya menikah dengan Dimas.
Waktu telah berlalu.
Tak sabar rasanya ingin bertemu dengan Dimas dan menyatakan kalau kini aku sudah halal untuk dinikahinya.
Sesampai di kosannya. Aku di kejutkan oleh suara lenguhan seorang wanita. Aku yakin, ini adalah tempat kosan Dimas yang ia tinggali. Dengan hati tak karuan, membuka pintu kosan yang tak terkunci. Aku menyaksikan adegan menjijikan.
Dimas yang aku pertaruhkan selama ini, ternyata sedang berbuat mesum dengan Luna, sahabat karibku sendiri.
..
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Maafkan Aku Mas
RomanceSeorang wanita yang mempertaruhkan cintanya, namun semua pengorbanan yang ia lakukan justru sia-sia