One

177 22 4
                                    

"eh ayo-ayo udah mau mulai pengumuman hadiah nya." acara pentas seni kelulusan hampir saja berakhir dengan acara penutupan yaitu pengumuman hadiah. tentu saja bagi yang sudah berlomba. Caca yang sedari tadi tidak bisa diam menarik-narik lengan bajuku karena terlalu cemas memikirkan apakah aku akan menang lomba atau kalah. padahal, aku yang lomba saja merasakan hal yang biasa saja lalu, mengapa ia begitu cemas?

"Kamu menang, Ras!!! selamat!!!" ucap Caca sembari memeluk tubuhku dengan begitu erat. lantas aku langsung mengucapkan terima kasih atas ucapan selamatnya itu. begitu juga dengan ucapan selamat dari teman-temanku yang lainnya.

Kemudian namaku dipanggil untuk segar naik ke atas panggung. di berikannya hadiah yang cukup besar dengan berbalut kertas kado bewarna merah muda. setelah menerima hadiah, aku segera turun dari panggung, dan berfoto dengan para pemenang yang juga berasal dari kelas lain.

Hari itu semesta sangat memperlakukan diriku dengan baik, mungkin jika sudah ku pegang alat pengukur kebahagiaan mungkin aku sudah menjadi gadis yang paling bahagia di muka bumi ini. dan dengan hadirnya keempat temanku sudah membuat diriku sangat bahagia, bahkan mereka selalu memanjakkan dan memperlakukan diriku layaknya
aku adalah seorang ratu,
padahal kita sama-sama perempuan.

Selepas pulang dari acara lomba sekaligus pensi, aku berniat untuk membelikan
4 porsi bakso untuk teman-temanku atas kemenangan ku hari ini. tentu saja mereka tak menolak, bahkan ini merupakan usul dari Caca. ya, siapa lagi? sahabatku yang paling cerewet namun menggemaskan itu yang membuat grup kami selalu ramai. tidak hanya Caca. Chelsea, Tiara, dan juga Erita sama-sama menjadi sosok yang paling aku rindukan ketika kami sedang berjauhan.

"Amanda, kita harus foto. seperti biasa ya!"
kata Caca yang tiba-tiba saja berdiri dari duduknya. ia sudah menatapku serius, namun aku masih belum paham apa yang barusan ia katakan.

"Seperti biasa apanya?" ucapku.

"Hadeuh.. ya kamu posisi nya ada di
tengah-tengah. Amanda kan mini."

"Nah setuju.. katanya yang ditengah itu cepet meninggal."

Tiara yang barusan berbicara seperti itu, langsung di hujani mata sinis oleh teman-temanku yang lainnya. ada apa? mungkin karena mereka tahu aku adalah gadis yang sensitif. padahal, apa yang menjadi bahagia mereka aku tak akan mungkin bisa marah apalagi menentang.

"Aku, bercanda kok. ayuk!"

Itulah aku. selalu di bawa kemana-mana. selalu ditempatkan di tengah-tengah ketika ingin berfoto. selalu seperti itu, tidak pernah ada yang berubah.

"Eh, eh.. Joko tolong fotoin dong." kata Caca sembari memberi kasar Iphone barunya.

Joko masih terdiam, matanya menatap tajam ke arahku. anehnya hanya ke arahku! aku yang tersadar akan pandangannya barusan langsung menggenggam erat tangan Tiara yang saat itu juga sedang menggandeng tanganku. ia menoleh pelan, lalu tersenyum.

Ia masih terdiam, dan masih menatapku. namun, selang beberapa menit ia menuruti apa yang Caca katakan, walaupun pada akhirnya Caca harus mengucap lebih kencang lagi,

"Hitung ya... 1 2 3" ucap sahabatku bersamaan.

"Makasih, Joko."

"Sama-sama." Joko menghampiriku setelah ia berucap, tatapan nya berubah menjadi hangat. lalu, ia mengulurkan tangannya ke arah tanganku yang masih menggandeng Tiara. Ia hanya tersenyum, kemudian tangannya kembali di turunkan dari pandanganku. mungkin ia tahu bahwa aku tak suka jika disapa dengan cara seperti itu. dan selang beberapa menit, ia beranjak pergi dari hadapanku.

"Kayaknya dia naksir kamu deh, Ras."

"Nggak usah bikin gosip."

"Sebenarnya namanya bukan Joko, tapi namanya Andhra. ayahnya namanya memang Joko, dia terkenal karena sering dipanggil seperti itu oleh teman-temannya. kamu tahu nggak? Andhra kelasnya sebelahan sama kelas kita, lho.."

"Aku sudah tahu juga kali."

"Nah, maka dari itu. Amanda cocok lho sama dia! mau aku deketin nggak?" kata Caca yang sudah mulai heboh sendirian.

ia memang pandai berdebat, apalagi berdebat nya denganku. bukan, bukan. bukan seperti itu yang ku maksud.
ia pandai berdebat denganku bukan karena aku pun mahir juga dalam berdebat. akan tetapi, aku selalu kalah jika diajak berdebat dengannya, dan aku harus membiarkan ia menang lagi, dan lagi.

Teman-temanku yang lainnya hanya diam menonton keusilan kami berdua. mereka paling malas ikut campur dalam masalah yang sedang aku timpa. apalagi soal masalah menjodoh-jodohkan. karena katanya, aku itu rumit. bukan hanya diriku yang dinilai rumit. namun, juga cerita yang ada di dalamnya.

"Pulang, yuk?" ucapku sembari tersenyum.

Joko itu siapa sih? dia anak kelas berapa sebenarnya? gayanya oke juga.
penasaran, kan? tungguin part kedua ya!

Bandung dan JakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang