Chapter 3

448 8 2
                                    

sampai akhirnya mas Hendra berhenti untuk mengistirahatkan kaki. baru sadar, ia berlari jauh ke samping lapangan tenis. di bawah 2 pohon besar ASEM rupanya mas Hendra tidak sendirian. ia, di temani oleh sosok yg sangat besar, yg di lihatnya nyaris seperti pohon Asem.

ternyata, itu adalah kakinya,

gw yg denger mas Hendra cerita, cuma begidik dan terbayang2.

tanpa pikir panjang mas Hendra kembali berlari, Rumah dinasnya beberapa ratus meter lagi, ketika akhirnya beliau sampai di pintu. mas Hendra langsung pergi tidur di kamar.

namun, rupanya. malam mengerikan ini belum berakhir, karena terorr yg selanjutnya adalah puncak terorr yg membuat mas Hendra angkat kaki dari rumah Dinas khusus Supervisor itu.

teror pasukan POCONG nan mengerikan.

masih di malam yg sama, mas Hendra berusaha melupakan apa yg baru dia lihat.

seumur2 dia belum pernah bertemu apaagi melihat hal di luar logika karena sebelumnya ia hanya mendengar dari orang2. namun, jam 1 dinihari tidak membuat mas Hendra bisa tidur, sebaliknya, ia kepikiran

wajah nona belanda rupanya benar2 membuat mas Hendra kepikiran, wajahnya menakutkan ketika tersenyum terutama ia bisa terbang.

bagaimana bila dia datang ke rumah ini. hal2 seperti itu rupanya membuat mas Hendra semakin tidak nyaman. ia berkali2 kepikiran untuk pergi, tapi kemana

rupanya, kecemasan yg merasuki mas Hendra mengaburkan sosok yg memanggil2 namanya dari luar kamarnya.

tepat di jendela, mas Hendra mendengar seseorang memanggil2.

"Mas. tolong, mas"

kaget bercampur takut, mas Hendra menjauh dari jendela.

namun, suara itu semakin nyaring karena sepertinya tidak hanya satu suara melainkan sperti bersama2. mas Hendra lari ke ruang tamu.

di ruang tamu sama sekali tidak mengurangi rasa takut mas Hendra karena suara itu semakin terdengar. akhirnya, mas Hendra memberanikan diri melihat

mas Hendra membuka selambu jendela ruang tamu yg menghadap halaman rumah, betapa terkejutnya mas Hendra rupanya di depanya, banyak sekali pocong menatap rumah mas Hendra.

tidak hanya satu, melainkan lebih dari 10 pocong mengelilingi rumah dinas itu.

mereka terus meminta tolong, semalam suntuk dan ketika adzhan subuh berkumandang, pocong itu akhirnya lenyap.

esoknya ketika om Ardi datang, dan melihat mas Hendra yg tampak shock, om Ardhi seolah2 tahu.

"koen kenek opo le?" (kamu kenapa le?)

mas Hendra segera menceritakan semuanya.

"koen iku tuman, kan wes di penging" (kamu itu ceroboh, kan sudah di larang)

disini, om Ardi bercerita, bila kedatangan pocong itu kesini biasanya di karenakan mas Hendra sudah menganggu dayangnya, yaitu nona belanda ada keterikatan apa mas Hendra tidak mengerti namun, rupanya, ada kasta di dalam pabrik ini, sehingga bila melihat pengghuni satu biasanya akan mandatangkan penghuni lain, dan bisa di bilang, pasukan pocong itu merupakan kasta terbawah di bandingkan nona belanda. jadi rupanya ada kasta di antara para penghuni di pabrik ini.

setiap tempat ternyata memang berpenghuni, hanya saja, kasta mereka berbeda2, ada yg paling kuat hingga paling lemah, ada yg paling ganas namun ada juga yg sekedar usil menampakkan diri. lalu, dimana yg paling kuat?

jawabanya ada di lahan kosong di samping gerbang tidak terpakai di utara. tempat dimana rumputnya tidak pernah di potong.

dahulu, sebenarnya lahan itu akan di alih fungsikan untuk parkir truk yg mengangkut tebu, jadi di lakukan pembabatan guna membebaskan lahan dari rumput liar pekerja pabrik mulai melakukan pembersihan, rumput di babat, sampai pohon mangga disana akan di tumbangkan. namun, rupanya, hal yg mereka lakukan membawa kemarahan yg besar bagi penghuninya.

Para Penghuni Pabrik Gula ( Bagian 1 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang