Last Chapter

4.7K 353 46
                                    

Napas Sakura terasa sesak setiap kali ia meninggalkan kamarnya. Meski Sasuke berusaha terlihat seolah mereka baik-baik saja saat Sarada sedang bersama mereka, namun sesungguhnya ia menyadari bahwa Sasuke sedang menghindarinya.

Sudah beberapa malam berlalu sejak pengakuannya dan sejak itu Sasuke menghabiskan setiap malam di kamar tamu. Bahkan sekarang lelaki itu sudah memindahkan sebagian pakaian-pakaiannya ke dalam lemari di kamar tersebut dan jika mereka sedang berdua, Sasuke memilih mengabaikannya seolah ia tak ada.

Sakura merasa lelah akan semua ini. Ia merasa lelah karena harus berpura-pura bahwa ia baik-baik saja demi Sarada. Ia yakin Sasuke pun pasti akan merasa begitu.

Apakah ia harus bercerai dengan lelaki itu? Toh ia sudah menghianatinya dan ia tak yakin bahwa segala hal akan kembali sama seperti dulu. Ia paham bahwa lelaki itu terluka karenanya dan memaafkan bukanlah hal yang mudah.

Namun jika ia bercerai, bagaimana dengan Sarada? Apa yang harus ia jelaskan pada gadis itu? Terus terang mengatakan bahwa ia sudah mengecewakan ayahnya sehingga tidak bisa bersama? Atau memilih membuat kebohongan putih?

Ia tahu bahwa yang dibutuhkan adalah sebuah konversasi. Yang menjadi masalah, ia terlalu takut untuk memulainya. Bagaimana jika ia diabaikan? Bagaimana jika lelaki itu malah mengeluarkan sumpah serapah kebun binatang? Pemikiran bagaimana begini dan begitu terus berpura-putar di benaknya bagai sebuah pusaran angin yang berputar tanpa henti.

Ia meremas kedua telapak tangannya dengan erat hingga buku-buku jarinya sedikit memutih serta mengatur napas. Persetan dengan reaksi Sasuke terhadapnya. Bagaimanapun juga, ia tak boleh menjadi pengecut dan malah menyusahkan orang lain

Ia merasa sesak dengan perasaan hampa setiap ia terbangun di tengah malam dan menyadari kasurnya terasa lebih luas dibanding biasanya dan mendapati bahwa tak seorangpun terbaring di sana selain dirinya sendiri. Ia merasa sesak dalam ambiguitas dan berpikir untuk mendapat kejelasan.

Tubuhnya seolah bergerak sendri ketika mendadak ia terbangun dari posisinya semula yang tengah tebaring menyamping serta bangkit berdiri. Ia segera berjalan meninggalkan kamar serta menuju kamar tamu. Sasuke pasti masih di sana meski tak terdengar suara apapun di depan pintu.

Langkahnya terhenti ketika ia berada di depan pintu dan tangannya telah meraih kenop pintu. Mendadak ia merasa bimbang, haruskah ia menemui Sasuke atau menunggu lelaki itu mengajaknya berbicara terlebih dulu? Atau lebih baik ia menebalkan muka dan masuk ke dalam.

Pada akhirnya, ia memutuskan untuk mengetuk pintu. Ia tak segera membuka pintu dan masih terdiam selama lebih dari tiga puluh detik. Jantungnya berdegup kencang dan telapak tangannya bahkan berkeringat.

Ketika ia merasakan tangan seseorang yang meraih kenop pintu, ia segera melepas tangannya sendiri dan pintu terbuka. Ia mendapati suaminya berdiri di hadapannya dengan sedikit aroma anggur yang menguar dari tubuhnya.

"Sar-" ucapan Sasuke terputus seketika saat ia mendapati Sakura berada di depan pintu. Napas lelaki itu tercekat sesaat dan lelaki itu terdiam tanpa berekspresi apapun.

Reaksi Sasuke membuat Sakura merasa semakin tidak nyaman. Lelaki itu hanya diam dan bahkan tak berniat memandangnya secara langsung. Sedang Sakura sendiri merasa gugup karena rasanya sudah begitu lama sejak mereka berada begitu dekat satu sama lain meski sesungguhnya baru satu minggu berlalu.

"Kenapa?" tanya Sasuke dengan emosi yang berusaha ditekannya mati-matian dibalik tatapan sinis yang ditujukan pada Sakura.

"Aku ingin bicara," jawab Sakura dengan suara yang sedikit serak karena gugup.

Sasuke merasa enggan untuk membiarkan perempuan itu masuk, namun ia tak ingin Sarada mendengar konversasi mereka entah bagaimana. Sehingga pada akhirnya ia terpaksa melangkah mundur dan sedikit menyingkir untuk membiarkan Sakura masuk ke dalam sedangkan ia menutup pintu.

Vanilla Man (Sasuke.U x Sakura.H Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang