2

11 3 0
                                    

Gue masuk  shift kerja.Menyapa beberapa  barista yang bersiap pulang.

Menggunakan seragam berwarna hitam berupa apron.Menyiapkan diri bertemu  Mas Anjar,selaku kepala disini.

"Pulang jam berapa?Mabuk?Sebat?"

"Sebat,minum kopi doang.Jam lima."

"Gue telpon jam berapa?"

"Jam tiga,maaf Mas."

"Ok,sana kerja."

Mas anjar itu kaku banget,tapi pengertian.Orangnya lumayan  tegas.Sejak kedai ditangan dia,semuanya jadi teratur.Mulai dari waktu dan penghasilan  tentunya.

Menyelesaikan pesanan kopi pertama hari ini.Karena meskipun udah  tiga tahun dan gue nggak jago-jago.Maka dengan sangat sadar diri gue cuma mengerjakan pesanan yang standar dan nggak ribet.

Biasanya pesanan  anak SMA yang lebih banyak  nyedot wifi dan makan tempat  dari pada order kopi atau camilan.

Sabar,mereka masih butuh waktu untuk memahami kalau kedai kopi itu bukan warnet.Dan bukan tempat ngerjain tugas.Maklumin,mereka masih pelajar yang kantongnya masih nadah dari duit ortu.Jujur aja kami pelayan lumayan males sih nanggepin mereka.

Maaf teman-teman selagi kalian bayar ngapapa kok.Maafkan saya.

Setelah selesai dengan  pesenan pertama gue memilih cucian sebagai  tugas termudah seantero kedai.

Menyapa Anggar,yang baru datang.Patner kerja gue yang sekolah formal di sma.Yang lain udah kuliah atau putus sekolah.

Jam empat sore kedai mulai ramai,pelayan sibuk dan sebagai tugas.Kakiku pegal wara-wiri sebenarnya.Kedai ini bisa dibilang rame banget.Karena konsepnya yang modern dan lumayan gaya buat nongkrong.

Jam tujuh tepat kedai mulai surut.Dan giliran tanganku mengurut kaki.Meregangkan badan yang serasa  remuk rendam.

Anggar mendekat,mengulurkan secangkir coklat panas.Wah tumben Anggar baik hati.Biasanya juga ngejek gue.

"Kasian bener Mbak,abis nguli ya?" Baru mau dipuji,si Anggaran malah coba-coba.

"Nggak kok Mas,abis mantap-mantap ini." Ucapku sambil tersenyum seringai.

"Mas Anjar!Tadi malem Fani mantap-mantap mas," Mas anjar yang kebetulan lewat refleks menoleh.

Bajingan,Anggar tolol.Mas Anjar menautkan alis.Mati aku.

"Nggak Mas,anggar mulutnya nggak ada filter, " Gue menangkup  dua tangan didepan dada.Berlari mengejar  penyebar hoax.

"Fani?"  Wah gak bener nih.Mas Anjar terhasut.

"Iya mas,"

"Sini!" Gue ngekorin Mas Anjar kebelakang kedai.

"Lo?Udah nggak sensitif lagi sama kata-kata itu?"  Patahnya hati-hati.

Astaga,perhatian sekali kepala kedai ini.Gue menggeleng,susah,bosan menjelaskan.Kalo gue sudah sembuh meskipun belum utuh.

"Ya udah ok,kalo gitu lo boleh balik cepet."

"Saya nggak ada jadwal besok pagi mas,"

"Raka yang minta,dia udah nunggu di rumah lo."

Mas anjar berlalu dan gue cepat menghubungi si manusia abnormal  ini.Semena-mena nyuruh orang balik.Mentang-mentang yang punya  kedai apa  gimana.

Sepuluh  panggilan tak terjawab.Apa fungsi hp dihidupnya.Gue baru sadar,ini jam isya.Dia pasti lagi khusu'.

Pasrah dengan titah kepalaku.Mengendarai  matic menuju  rumah.Lemas rasanya diperlakukan  berbeda  hanya karena bos memintaku.Dan bos adalah sahabatku.Rasanya malu dan canggung pada anak lain yang juga punya gaji setara.

lostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang