Dia bangun dari tidurnya. Bau darah itu langsung menyengat indra penciumannya. Dilihatnya tangannya sudah berlumuran darah. Bahkan bukan hanya tangannya, hampir seluruh tubuhnya berlumuran darah. Dia mencoba mengingat apa yang telah dilakukannya kemarin.
Dia melihat ke sekeliling. Dicarinya sebuah petunjuk yang bisa membuatnya ingat akan kejadian kemarin. Yang didapati hanyalah secarik kertas, di atas kertas itu terdapat tulisan tangan yang ditulis tergesa-gesa sehingga terlihat kurang jelas. Namun dia langsung dapat membacanya. Suicide.
Dia kembali melihat ke sekeliling. Sekarang dia terkurung di suatu ruangan tanpa pintu. Tangannya mulai meraba-raba dinding. Mencari-cari apakah ada jalan keluar untuknya. Nihil. Semakin dia meraba semakin sadarlah ia dinding itu adalah kaca.
Pikirannya kacau. Bagaimana bisa dia terjebak di dalam sana? Apakah ada orang lain yang sengaja memasukkannya ke sana?
Dia berusaha memutar otak. Namun bagaimanapun juga tidak ada satupun memorinya yang kembali. Ide-ide yang bisa dilakukannya pun tidak ada. Seakan saat itu otaknya sudah tidak mau bekerja lagi.
Kembali dilihatnya kertas tadi. Siapa yang menyuruhnya bunuh diri? Apakah di luar kaca ini ada orang yang sedang mengawasinya? Apakah orang itu sedang menunggunya mati?
Dia mulai mengacak-acak rambutnya frustasi, membuat rambutnya bercampur dengan darah dari tangannya.
Dia mulai mengetuk-ketuk kaca itu. Kaca itu terasa sangat tebal. Bagaimana mungkin dia bisa keluar dari sana?
Perlahan-lahan dia mengetuk. Semakin lama semakin cepat dan keras. Ketukannya semakin terdengar seperti orang yang menggedor pintu dengan kasar. Tapi apapun yang dia lakukan, kaca itu tidak bisa pecah.
Dia mulai putus asa.
Dia mencoba untuk memukul kaca itu, meninjunya, menendangnya. Tidak ada perubahan yang terjadi pada kaca itu kecuali bertambahnya darah yang menempel di sana.
Dia memukul-mukul kaca itu dengan kepalanya. Semakin lama semakin keras seperti orang yang kerasukan.
Perlahan dia mulai paham apa maksud dari pesan di kertas itu. Siapapun yang memasukkannya ke sana, menyuruhnya untuk bunuh diri karena tidak ada cara lain untuk bisa keluar dari sana.
Darah terus mengalir dari seluruh tubuhnya. Jika terus begini bukankah dia akan mati kehabisan darah?
Dia pun terjatuh tak berdaya.
Semakin lama semakin terasa bahwa tubuhnya semakin melemah. Dengan sisa tenaga yang ada dia mengambil kertas itu dan meremasnya sekuat tenaga.
Entah kenapa terasa sangat melegakan. Seakan rohnya telah pergi meninggalkan tubuhnya.
Ketika itu juga dia menutup matanya, berharap kematian datang menjemputnya, memori-memori masa lalu pun mulai muncul.
Tentang masa kecilnya yang selalu tersenyum, berlari ke sana kemari bersama saudaranya. Tentang masa remajanya yang kelam. Di mana seluruh anggota keluarganya mengalami kecelakaan yang membuatnya tinggal sebatang kara.
Tentang kehidupannya setelah itu yang tiba-tiba mendapat paket uang milyaran dari seseorang yang tidak diketahui identitasnya. Tentang penelitiannya. Tentang hubungan baru yang dibangunnya.
Dan tentang hari terakhirnya sebelum terperangkap dalam ruang kaca itu.
Dia berhasil menemukan obat baru, tidak ada yang berani dan mau menjadi kelinci percobaannya lagi.
Dia sangat marah.
Dia tidak bisa mengontrol emosinya yang meluap-luap itu lagi.
Seperti kejadian lama yang terulang kembali.
Dia mengambil suntik dan menyuntik mati seluruh rekan kerjanya.
Apa yang terjadi setelahnya?
Dialah yang menjadi kelinci percobaannya sendiri. Dia meminum obat yang ditemukannya itu. Dan sebelum obat itu bereaksi. Dia memasukkan dirinya ke dalam ruang kaca itu. Agar tidak ada korban lain lagi.
Penyesalan mulai muncul.
Mengapa dia membunuh mereka?
Mengapa?
Mengapa dia hidup? Mengapa dia dilahirkan ke dunia ini?
Senyum terlukis di wajahnya. Lega menyadari dialah tokoh utama dari semua kejadian di masa lalunya. Dialah yang membunuh seluruh keluarganya dalam kecelakaan itu. Demi merealisasikan impiannya sejak kecil. Membuat obat yang bisa menghapus jiwa seseorang. Membuatnya lupa akan emosi. Akan nafsu. Akan segala hal.
Dia merasa gagal ketika menyadari bahwa obat itu sudah tidak bekerja padanya lagi.
Obat itu membuatnya menghembuskan napas terakhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
reason
Nouvellesreason - rea·son /ˈrēzən/ Reason is the capacity of consciously making sense of things, applying logic, and adapting or justifying practices, institutions, and beliefs based on new or existing information. Reason, or an aspect of it, is sometimes re...