Unmiss You

203 35 1
                                    

Seoul, awal 2014

"Hyung, bukankah akhir-akhir ini kau terlalu sering datang ke sini?"

Tidak ada Taehyung hari itu. Kata Namjoon, dia pergi ke kampus. Seokjin pun tidak terlihat sejak aku datang. Aku duduk di sisi bar, menunggu Namjoon menyelesaikan pesananku. Dalam minggu ini, akhirnya aku bisa mencicipi kopi di tempat Seokjin. Kalau ada Taehyung, biasanya aku akan dicekoki teh. Bukan, aku akan membiarkan Taehyung meracikkan menu teh terbarunya untukku.

"Memangnya aku tidak boleh datang ke sini?" tanyaku.

"Bukan begitu, tapi bukankah ini terlalu sering? Siapa yang ingin kau temui sebenarnya?"

Aku tidak menjawabnya. Masih kuingat jelas perkataan Seokjin yang menyebutkan bahwa Namjoon bisa jadi sangat protektif jika berkaitan dengan Taehyung. Lebih protektif daripada Seokjin dan aku rasanya belum siap menghadapi amukan Namjoon jika tahu sekarang aku sedang berusaha mendekati adiknya.

"Apa kau punya biji kopi baru? Aromanya agak berbeda," komentarku, berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

"Iya. Taehyung membelikanku. Ada temannya yang baru saja kembali dari Indonesia dan dia titip kopi untukku. Taehyung memang selalu memikirkan sesuatu dalam-dalam, bahkan ketika ia ingin memberikan hadiah pada kakak-kakaknya."

"Anak yang baik."

"Dia memang anak baik. Rasanya sampai kapan pun aku tidak akan rela melepaskannya bersama dengan orang lain. Aku ingin Taehyung terus menjadi anak-anak dan tinggal bersamaku dan Seokjin hyung."

"Gila. Bagaimana jika nanti kalian berdua menikah?"

Aku melirik Namjoon yang menghentikan kegiatannya. Pandangannya menerawang, seperti memikirkan apa yang kukatakan barusan dengan sungguh-sungguh. Sedetik kemudian ia menggeleng pelan.

"Entahlah. Aku hanya tidak bisa meninggalkan anak itu sendirian."

Sepertinya kini aku tahu seberapa protektif Namjoon pada Taehyung.

*

Seoul, akhir 2019

"Kita akhirnya tiba di penghujung acara. Yoongi, apakah ada yang ingin kau sampaikan?"

Banyak.

Banyak sekali yang ingin aku sampaikan. Untuk Namjoon, untuk Seokjin, dan yang paling penting adalah untuk Kim Taehyung. Tapi aku tidak mungkin mengatakannya di depan semua orang, jutaan penonton televisi yang mungkin akan menemukan wawancaraku hari ini dan kemudian aku akan masuk menjadi headline majalah gosip besok pagi. Aku tidak boleh segegabah itu.

"Semoga kalian tetap menyukai lagu-laguku. Semoga aku bisa memberikan kalian semua lagu-lagu yang bagus. Terima kasih sudah mendukungku selama ini."

Si pembawa acara di sampingku menutup acara, menyalamiku setelahnya. Satu per satu kamera yang ada di depan kami dimatikan. Para penonton di kursi penonton mulai meninggalkan studio. Dalam kegelapan, aku melihat seorang laki-laki dengan turtle neck abu-abu dan coat berwarna cokelat muda. Laki-laki terakhir di studio yang membalikkan tubuh dan berjalan keluar. Ada sesuatu di dadaku yang terasa sesak ketika melihatnya. Sosok itu mengingatkanku pada seseorang. Maka aku lekas berlari keluar.

Aku berlari keluar untuk menemukan bahwa tidak ada sosok seperti yang baru saja kupikirkan. I have run for nothing.

Aku mengacak rambutku, meremasnya pelan. Aku menyelesaikan album terakhirku dengan harapan orang itu akan sadar bahwa aku tidak bisa tidak merindukannya. Bahwa aku masih mengingatnya. Aku masih ingat senyumnya, suaranya setiap kali dia ingin memberitahuku hal baru yang ia temukan, dan semua tentangnya.

And I still can't unmiss you.

*

Seoul, awal 2014

"Aku akan mengajak Taehyung pergi malam ini."

Aku membuat Namjoon menghentikan gerakannya. Dia menoleh ke arahku dengan tangan masih memegang kain dan gelas. Tatapannya benar-benar tidak menyenangkan. Sementara di belakang Namjoon, Seokjin tersenyum-senyum dengan sendirinya, seolah berkata 'sudah kubilang kan'. Aku menaikkan alisku, berusaha memberi kode pada Namjoon. Oke, ini bukan masalah besar seharusnya.

"Aku akan menepati jam malam," sambungku.

"Kau bahkan tidak meminta izin," seru Namjoon.

"Ayolah, Namjoon. Kau tahu Taehyung bukan anak kecil lagi."

"He'll always be our little kid, Hyung." Namjoon bersikeras. Ia meletakkan gelas di meja dan melipat lengannya di hadapan Seokjin.

"Namjoon-a, tenanglah. Aku sudah memberitahu Yoongi tentang jam malam kita, kemudian mengancamnya kalau sampai terjadi apa-apa pada Taehyung. Kau tidak perlu terlalu khawatir seperti itu."

Seokjin yang berusaha meyakinkan Namjoon bahwa semua akan baik-baik saja. Sungguh. Memang semua akan baik-baik saja. Aku tidak akan melukai Taehyung, tidak pernah juga berniat untuk menyiksanya atau apa. For God's sake, aku hanya ingin mengajaknya makan malam.

"Aku akan menghabisi Yoongi jika sesuatu terjadi pada Taehyung."

Seokjin bilang, waktu kecil Namjoon pernah bermain bersama Taehyung kemudian berakhir dengan meninggalkannya sendirian karena Namjoon terlalu asyik menikmati waktunya mengamati tanaman. Taehyung menghilang dan ia tidak bisa menemukannya. Namjoon berlari pulang ke rumah untuk meminta bantuan kemudian mereka mencari Taehyung bersama-sama. Saat ditemukan, Taehyung sedang bermain dengan seekor anak anjing liar dengan tubuh dihiasi luka cakar dan beberapa baretan. Taehyung tertawa ketika ditemukan. Dia ternyata menyelamatkan anjing yang terperangkap di ranting-ranting kering. Sejak saat itu, Namjoon menjadi begitu protektif pada Taehyung.

"Jam malam, dan aku juga akan mengirimimu foto setiap setengah jam agar kau bisa memastikan bahwa Taehyung baik-baik saja. Bagaimana?" Aku memberi penawaran pada Namjoon. Dia tentu tak lekas menjawab. Hanya bisa memelototiku sambil berdiam diri.

"Aku jamin Yoongi pasti akan menjaga Taehyung baik-baik. Jangan berpikir terlalu lama atau mereka akan pulang lebih malam. Yoongi, pergilah. Jangan pulang lebih dari jam sepuluh malam. Taehyung ada di kamarnya. Kau bisa masuk sendiri ke sana, kan?"

Aku mengangguk dan memamerkan senyum terlebarku. Seokjin memang satu-satunya orang yang mendukungku sekarang. Aku bergegas naik ke lantai atas, menuju kamar Taehyung. Dari atas, aku bisa mendengar Namjoon menggerutu tak habis-habisnya, sementara Seokjin berusaha meyakinkan Namjoon. Tentu saja aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini begitu saja.

"Taehyung-a! Bersiap-siap sekarang. Kita pergi makan malam! Aku tahu tempat makan enak, kujamin kau pasti akan suka," ujarku.

"Apa kau yang sejak tadi bertengkar dengan Namjoon hyung, Hyung?" selidik Taehyung. Ia menghentikan permainan di ponselnya sambil melirikku sekilas. Aku tidak tahu ternyata Taehyung mendengar semuanya.

"Apa kau tidak mau pergi karena aku bertengkar dengan Namjoon hyung?"

Ada jeda lama, Taehyung sepertinya berpikir apakah dia boleh pergi makan malam denganku atau tidak. Sebelum akhirnya ia menganggukkan kepalanya pelan dan bangkit dari tempat tidurnya.

"Aku mau. Biarkan aku mengganti pakaianku sebentar, Hyung. Kau tunggu saja di bawah."

Oke, aku akan menandai hari ini. Hari di mana aku berhasil membujuk Namjoon untuk mengizinkanku makan malam dengan Taehyung.

coffee-tea-vity • supvTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang