Navy berjalan gontai memasuki rumah. Di belakangnya ada Dami, Demi dan Vano yang berjalan sejajar sembari memperhatikan Navy dalam diam.
"Si Navy kenapa?." Tanya Demi berbisik pada Vano.
Vano mengedikkan bahunya. "Ga tau gue. Padahal tadi di sekolah baik-baik aja dia."
Dami melirik Vano dengan mata tajamnya. "dia ga kecapean kan?."
Langkah Vano dan Demi terhenti di ambang pintu. Mata keduanya membulat saat melihat tubuh sang adik bungsu jatuh ke lantai. Tak lupa tarikan Nafas yang menyakitkan membuat mereka langsung di sergap rasa khawatir.
"NAVY." Teriak Vano dan Demi bersamaan. Dami yang semula menatap Vano dari samping. Langsung terbelalak melihat Navy yang kepayahan meraup oksigen.
Ia berlari menghampiri Navy dengan mimik paniknya. "Dek heyy.. denger abang." Dami menepuk-nepuk pipi Navy. Navy tidak menjawab mulutnya terbuka lebar berusaha untuk bernafas dengan baik. Namun bukan nya membaik rasa sesak itu semakin menyakitkan ia rasakan.
Ia mengerang dan mencengkram dadanya kencang. "Arggghh.. Hah Hah Hah Hah Argghhh..."
"WOYY BANGSAT KENAPA LO BERDUA DIEM HAH. CEPET BANTU GUE."
Teriakan Dami. Menyadarkan Vano dan Demi dari lamunannya. Mereka berdua langsung berlari mendekat. Lalu membantu Dami mengangkat tubuh kecil Navy dan membawanya ke kamar anak itu yang berada di lantai dua. Sesekali erangan kesakitan keluar dari bilah bibir Navy. Menandakan jika Rasa sakitnya tidak tertahan. Di tambah dengan suara mengik yang terdengar jelas. Membuat Vano meneteskan air matanya. Kala melihat adik tersayangnya kesakitan.
Ini serangan pertama yang Navy Dapatkan setelah tiga tahun yang lalu ia dinyatakan sembuh. Dan sekarang? apa dokter membohonginya.
"Ab-hah--ang shh sa-sakit." Ucap Navy terbata-bata. Tubuhnya sudah dibaringkan di kasur dengan ditemani oleh Vano yang menggenggam tangan Navy. Sementara Dami ia tengah sibuk memasangkan masker oksigen pada Navy berharap jika pernapasan Navy kembali Normal. Dan Demi yang keluar kamar guna menelpon Mona yang tengah berada di butik, tak lupa ia juga menelpon anggota keluarganya yang lain dan dokter pribadi keluarganya.
"Yang mana yang sakit?." Tanya Dami sesaat setelah Ia selesai memasangkan masker oksigen pada Navy. Setidaknya ia bisa bernafas lega mendapati pernapasan Navy yang berangsur Normal berkat alat pernapasan itu.
Mata Navy yang semula terpejam menatap sayu Dami. Tangan kirinya mencengkram dada kirinya. Sedangkan tangan kanan nya di genggam erat oleh Vano.
"Dada ki-kiri ak-aku." Lirih Navy dari balik masker oksigen. Perlahan Dami menggerakan tangan nya mengusap dada kiri Navy berharap dengan usapan pelan itu membuat rasa sakit yang dirasakan sang adik menghilang.
"Masih sakit?."
Navy mengangguk menjawab pertanyaan Dami. Dadanya Naik turun, dengan nafas beratnya yang masih terdengar samar. Ia memejamkan matanya menghalau rasa pusing yang kini datang menghampiri kepalanya. tangan kanan yang di genggam erat oleh Vano ia angkat dan mengarahkan tangan Vano pada pelipisnya.
"Hari ini abang harus jadi babu Gue. Pijat pelipis gue dengan sepenuh hati ya." Ucap Navy dengan mata yang masih terpejam. Tidak tau saja, jika Vano sudah berdecak kesal. Untung saja adiknya sedang sakit. Hingga pada akhirnya laki-laki yang lebih tua satu tahun dari Navy itu mulai memijit pelipis Navy. Sesekali tangannya ia usapkan pada Kening Navy yang berkeringat dingin.
"Bunda, Appa, Bang Gavin, Bang Gevan sama Dokter Vizan. Udah gue telpon. Dan katanya mereka OTW." Lapor Demi mendudukan dirinya tepat di kaki Navy. Dan mulai melepas sepatu yang masih melekat di kaki sang adik. Kemudian memijat kaki kurus Navy dengan perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZENNAVY [END] ✅
General FictionNavy namanya. seorang fanboy yang amat menggilai idolanya. hobinya? tentu saja berteriak, rebahan, dan yang paling penting menghalu. orangnya tidak bisa diam, ada saja tingkah Navy yang selalu membuat anggota keluarganya pusing tujuh keliling. tap...