Sudah dua jam lebih Jaka berdiri di counter front office. Dari dekat ia melihat staff concierge sedang wara-wiri mendorong trolley dengan barang bawaan yang banyak. Terlihat masih ada saja tamu yang membawa benda-benda aneh ke kamar hotel, rice cooker dan kasur udara misalnya.
Jaka membayangkan tamu tersebut pasti tamu keluarga (staycation), yang di dalam kamar dihuni lebih dari dua orang dewasa. Benar saja, tidak lama pria paruh baya datang ke counter dengan keluarganya untuk memberikan kunci dilanjutkan proses check out. Kamar standar dengan ukuran 24 meter persegi apabila diisi suami istri, tiga anak dan satu asisten rumah tangga akan terasa sangat sempit. Beberapa hotel biasanya memberikan extra charge untuk tipe tamu seperti ini, karena sewajarnya satu kamar diisi dua dewasa dan dua anak dibawah 6 tahun. Kebijakan tiap hotel berbeda beda, di hotel tercinta tempat Jaka dan Jessica bekerja tidak ada peraturan seperti itu.
Tipikal tamu staycation biasanya ditemani seorang asisten rumah tangga. Dengan melihat barang bawaannya saja sudah dapat dipastikan si mbaknya tidur di lantai dengan kasur udara yang dibawa dari rumah.
Jaka pergi sebentar ke ruang operator, secara prosedur tidak diijinkan untuk meninggalkan counter dalam keadaan kosong. Karena dispenser air terdekat ada disini, maka dengan terpaksa ia harus meninggalkan counter. Pekerjaannya sebagai receptionist yang mengharuskan ia berbicara sambil berdiri nonstop ber jam-jam membuat tenggorokan kering dan kaki pegal, Ia santai sejenak sambil melihat papan informasi hotel dengan tulisan harga kamar terbaru, promosi restoran, guest online review, peringkat TripAdvisor dan info hotel kompetitor terdekat.
"Je, 805 baru aja cek out ya. Masa bawa rice cooker dong", canda Jaka di ruangan 3x5 meter ini.
"Beb, lu tau nggak sih?, 805 nggak mau bayar buat tambahan breakfast. Amit amit deh, masa debat sama kasir resto gini, 'ini mbak nya nggak makan, dia makan dari piring anak saya'. Gila kali ya". Untuk setiap kejelekan tamu, Jessica selalu bisa dipercaya.
Jaka pun kembali ke counter, masih dengan pemandangan staff concierge wara-wiri dengan barang bawannya. Sambil melihat layar komputer dan mengecek bill masing masing kamar, Jaka berbicara sendiri. Jaman sekarang masih ada saja orang yang tega dengan asisten rumah tangganya sendiri. Mereka sama-sama manusia juga kan. Apa salahnya menambahkan beberapa lembar rupiah untuk dipasangkan extra bed termasuk sarapan untuk 1 orang. Terlebih lagi harga permalam kamar deluxe hotel bintang 4 ini cukup terjangkau. Jaka hanya bisa menggelengkan kepala melihat keunikan tamu dengan karakter yang pelit itu.
"Jaka sayang, check out-an rame?", Suara manja dan nada ceria itu membuyarkan konsentrasi Jaka.
"Kak Dwiky, tumben ontime. Check out sisa empat kamar lagi, belum ada info juga dari reservasi yang early check in".
"Omagona (oh my goodness), panggil Mak Wiwik aja sih. No barrier between us oke. Gue ke operator dl ya, mau suruh Jessica infoin tamu jam cek out".Sosok gagah bersuara sengau dan ramah ini adalah supervisor Jaka. Namanya Dwiky biasa dipanggil Mak Wiwik. Wajah terawat putih mulus, dada bidang, badan tegap dan selalu tampil wangi itu bergabung satu bulan setelah Jaka dan Jessica bekerja. Darinya Jaka belajar banyak hal tentang front office terutama receptionist. Dimulai dari cara berkomunikasi efektif dengan tamu, prosedur handle complaint, menggunakan sistem hotel, mesin EDC dan komunikasi antar department. Maklum saja, Dwiky sudah bekerja di dunia hotel kurang lebih 3 tahun. Ia seharusnya sudah diangkat menjadi asisten manager dua bulan lalu. Namun ia menolak tawaran tersebut karena tidak ingin masuk shift malam, alasannya takut berjerawat dan kantung mata bergelambir.
"Kok nyebelin ya, tamu minta late chek out sampe jam 4 sore tapi nggak mau bayar late check out charge nya. Pokoknya nanti kalo tamu 1101 ke counter lebih dari jam 3, kita charge ya", dengan kesal Dwiky mengingatkan Jaka.
"Siap mak Wiwik".
Untuk spesies tamu seperti ini akan selalu ada di hotel berbintang manapun. Waktu untuk meninggalkan hotel adalah maksimal di jam 12:00. Lebih dari itu akan dikenakan biaya late check out.
Semakin lama tamu cek out, maka staff housekeeping akan tertunda untuk melakukan pekerjaannya. Imbasnya, chek in time tamu akan mundur. Yang seharunya tamu check-in pada pukul 14.00, mereka akan menunggu lebih lama karena kamar tersebut masih terisi atau belum dibersihkan.
Tapi semua tergantung ketersediaan kamar dan kebijakan hotel, apabila di hari tersebut masih banyak kamar yang tersedia, maka late check-out bisa saja diberikan bahkan digratiskan sampai pukul 15:00. Dan tamu yang check in tidak perlu menunggu kamar.
Di counter reception, Jaka masih melihat layar dengan teliti. Ia mengecek kembali semua tagihan dan pembayaran yang masuk ke folio masing masing kamar. Pertama kali bertugas sebagai receptionist ia pernah lupa untuk menagihkan pembayaran restaurant. Pada saat itu tamu tidak memberikan deposit dan Jaka harus menghubungi tamu yang bersangkutan untuk menagih pembayarannya.
Jaka teringat kejadian itu. Walaupun sudah meminta maaf dengan sopan dan menjelaskannya dengan baik. Ia masih saja mendapatkan nada kurang menyenangkan dari tamu.
"Nggak profesional banget sih mas, kok bisa sih. Okedeh nanti saya transfer aja".Tamu tersebut menutup telpon dengan segera setelah Jaka memberikan nomor rekening hotel.
Seminggu Jaka menunggu, masih belum ada pembayaran dari tamu. Jaka mencoba menelpon kembali dan mendapat respon yang sama dari tamu.
Sebulan kemudian nomor telepon tidak bisa dihubungi, Jaka mencoba mengirim e-mail, namun tidak pernah menapat balasan.Sampai setengah tahun dan jenuh bertanya ke bagian akunting tentang dana yang masuk, akhirnya Jaka merelakan gajinya terpotong untuk menutupi biaya tersebut. Belum lagi surat kronologis yang harus dibuatnya dan verbal warning yang diberikan Ibu Wanda, manager yang membuat semua orang di departemnnya selalu mengelus dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Para Pelayan - Cerita Petugas Reception Hotel
Fiksi UmumJaka terjerumus di dunia perhotelan yang ia sendiri tidak pernah berangan angan akan menjadi tempatnya mengadu nasib. Pikirnya hanya berdiri kemudian menyapa tamu dengan berkata "selamat datang" saja pekerjaannya, ternyata bidang yang digelutinya sa...