"Sayang," Cewek yang mendengar seseorang memanggilnya itu menoleh dan tersenyum ketika tau siapa pelakunya.
"Hai, sini duduk, tadi udah aku pesenin bakso," Balas Naya, ya cewek yang dipanggil pacarnya adalah Naya, cewek yang sekarang duduk dibangku kelas XI.
"Makasih, perhatian bener deh," Balas Vano teman satu angkatan Naya tapi beda kelas ia juga menjabat sebagai pacarnya.
"Kalo udah berdua, serasa dunia milik berdua deh," Sahut suara dari belakang mereka membuat sepasang kekasih itu menoleh.
"Sirik ae lo Ra," Laura adalah teman Naya dan Vano juga sepupu Vano, itu pun mendengus kemudian duduk tepat di hadapan mereka.
"Gue udah lo pesenin kan Nay?"
"Udah, sans kali."
"Tumben kalian ke kantinnya sendiri-sendiri, biasanya kalo udah ada Naya pasti ada si tengil Laura," Vano menatap Naya dan Laura bergantian.
"Kepo lo," Balas Laura sewot.
"Gue ke kamar mandi dulu, benerin dandanan dulu lah siapa tau temen lo ada yang nyantol ama gue," Jawab Laura pd.
"Najis lo, jijik gue," Ucap Vano sambil bergidik ngeri.
"Ngomongnya Van, nggak boleh gitu."
"Iya deh."
"Kalau yang ngasih tau Naya langsung nurut deh nih curut," Ia mendengus lalu mengeluarkan kacanya tadi saku seragamnya kemudian ia membenarkan poninya yang katanya berantakan padahal mah enggak, membuat Naya dan Vano menggeleng takjub melihat kelakuan anehnya.
"WOI, NGANTIN KAGAK NGAJAK-NGAJAK LO," Dari pintu kantin terdengar teriakan dari Ian teman Vano, yang sangat menggema bahkan seluruh kantin memusatkan perhatian mereka pada Ian dkk.
"Gausah teriak goblok, punya malu ngga si lo?" Laura menatap Ian senggit, sedangkan yang ditatap hanya cengegesan lalu mengambil kursi dan duduk di meja yang sama, di ikuti oleh Arga.
"Yang lain mana?" Tanya Vano pada Ian dan Arga yang dibalas dengan gelengan. Vano hanya manggut-manggut kemudian ia fokus pada ponselnya.
"Ga, pesen sono," Arga mendengus saat mendapat perintah dari Ian.
"Sialan lo, mo pesen apaan?"
"Bakso 2, jus strawberry 2, jan lupa gorengan yak."
"Beneran lo pesen segitu, emang perut lo muat?" Tanya Naya memastikan.
Ian mengangguk yakin
"Yang bayar kan Vano, ya kan Van," Ujarnya dengan menaik turunkan alisnya."Nggak modal lo," Sahut Laura.
"Hm."
Tak lama pesanan mereka datang, mereka memakan makanan hingga tak ada yang bersuara kecuali Ian yang sedari tadi tak berhenti mengoceh.
"Bisa diem nggak sih lo? kuping gue panas denger lo ngoceh mulu," Ian langsung diam ketika mendegar suara Vano, berabe urusannya jika Vano tak jadi membayar makanan yang ia makan.
******
Terdengar suara bel pulang sekolah, hingga terlihat siswa dan siswi SMA Merah Putih yang berhamburan keluar kelas.
Saat Naya dan laura keluar dari kelas sudah terlihat Vano yang duduk didepan kelasnya tengah memainkan ponsel.
"Hai," Mendengar sapaan Naya membuat Vano berdiri dan menyimpan ponselnya di saku celana.
"Udah disini aja lo, heran deh lo kalo keluar kelas pasti paling cepet."
"Biasa, dia kan rajanya bolos Ra, kayak nggak tau dia siapa aja," Balas Naya sambil menatap Vano yang terlihat keren, dengan tangan yang dimasukkan di saku celananya tak ketinggalan rambutnya yang selalu acak-acakan, seragam yang tak dimasukkan bahkan kancing teratasnya tak ia kancingkan.
"Ohiya,dia kan leader nya Danger, geng motor yang cukup dihormati."
"Ngomong mulu lo, pulang sana," Setelah mengatakan itu Vano menarik tangan Naya menuju parkiran meninggalkan Laura yang menghentak-hentakkan kakinya akibat kesal dengan sepupunya.
"Kamu tu kalau sama pasti Laura jail deh, kasian dia tau."
"Biarin lah, aku tu pusing kalau dengar orang ngomong mulu, tapi... kecuali kamu," Balas Vano dengan senyum manis hingga memperlihatkan lesung pipitnya.
"Gombal," Naya memalingkan wajahnya guna menutupi rona merah yang ada dipipinya akibat ucapan manis dari Vano.
Saat sampai diparkiran ternyata sudah banyak teman Vano yang juga tergabung dalam Danger sudah ada diparkiran.
Saat mereka melihat Vano dan Naya memasuki parkiran dengan tangan Naya yang digenggam Vano membuat teman-teman Vano mengodanya, ada juga yang bersiul, pura-pura batuk dan Ian yang paling heboh sampai batuk beneran."Si bos, kalo udah ma Naya anteng-anteng bae," Ucapan Ian tak dihiraukan Vano, ia malah menggambil motor sport hitamnya.
"Gue pulang duluan, ntar gue nyusul ke basecamp habis nganterin Naya."
"Van, ini aku naiknya gimana? Rok aku pendek terus ada temen kamu lagi."
"Lo semua jan ngadep sini, awas aja sampe ada yang berani ngadep sini," Ucap Vano kepada teman-temannya.
"Nih, pake jaket aku buat nutupin paha kamu," Vano menyerahkan jaketnya pada Naya yang sudah duduk diatas motor.Selama perjalan tak ada yang membuka suara, sampai suara Vano memecah keheningan dan berhenti di minimarket.
"Mampir minimarket dulu ya Nay, aku mau beli rokok."
"Oke."
"Kamu ikut masuk apa mau nunggu aja?" Tawar Vano sambil membantu Naya yang kesusahan membuka helmnya.
"Aku di sini aja deh, nitip air mineral ya," Vano mengganguk kemudian masuk kedalam minimarket.
Naya melirik jam tangan yang bertengger ditangan kirinya, sudah 10 menit berlalu Vano belum keluar juga dari minimarket.
"Maaf lama, tadi agak ngantri. Nih minumnya."
"Nggak papa, makasih sayang."
Naya meminum air mineralnya hingga habis setengah botol.
"Haus banget kelihatannya.""He'eh, tadi lupa nggak bawa minum."
"Langsung pulang apa mau makan dulu nih?"
"Langsung pulang aja deh, aku udah ngantuk banget."
"Makanya kalau tidur jangan malem-malem, apalagi tidur malem cuma buat nonton drama yang selalu bikin kamu nangis," Ujar Vano sambil memaikai helmnya dan memakaikan helm Naya pula. "Ish, nonton drakor tu ngilangin suntuk tau," Balas Naya tak terima yang tidak dihiraukan oleh Vano.
"Pegangan ya, ntar jatuh."
"Ish, bawel kamu."
Dalam perjalanan, Naya dan Vano mengobrol bahkan sesekali mereka tertawa.
Didepan terlihat lampu sedang merah, Vano berhenti tetapi ia tak berhenti mengajak Naya berbicara dan selalu Naya tanggapi.
Lalu Naya mengedarkan pandangannya ke semua orang yang berhenti di lampu merah yang mulai dekat dengan perumahannya. Hingga netra matanya tak sengaja manangkap seseorang yang sangat ia kenali.
"Dia kembali?" Batin Naya kemudian memalingkan wajah.
"Nay, kamu dengerin aku ngomong nggak? Hey kenapa kamu kelihatan gugup?" Tanya Vano, namun belum sempat Naya menjawab lampu sudah berubah menjadi warna hijau.
Saat sampai didepan rumah pun Naya masih tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
"Nay, kamu kenapa sih?" Tanya Vano lagi.
"Eh..eh, nggak papa kok Van, kamu mau mampir atau langsung pulang?"
"Langsung pulang aja deh."
"Yaudah hati-hati dijalan sayang."
Vano mengangguk sambil mengacak rambut Naya kemudian berlalu meninggalkan rumah Naya.
Naya masuk ke kamarnya yang berada dilantai 2, ia merebahkan badannya di kasur queen sizenya.
"Kenapa dia harus kembali sekarang,"
Gumamnya lalu ia tertidur tanpa melepas seragam pula sepatunya.Bersambung...

KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Silence
Teen FictionSaat orang di masa lalu datang kembali yang mungkin masih menempati hatinya sampai saat ini, namun ada hati lain yang harus dijaganya. Alea Kanaya Raveena di hadapkan dengan pilihan yang berat antara orang masa lalunya dan orang yang s...