4

335 14 1
                                    

***

Ivanaldy baru selesai mandi, ia keluar dari kamar mandi setelah menyegarkan badannya yang penat. Urusan perusahaan sangat menyita pikiran. Belum lagi kegiatannya di kampus. UAS memang sudah selesai, tapi kegiatan ekstra juga cukup melelahkan. Ia menarik kaos dan celana rumahannya dan segera memakainya. Kemudian ia meraih ponselnya di nakas sambil mendudukkan dirinya di ranjang dan bersandar disana.

Ia ingat, setelah mengajar ia melihat Sora berjalan di koridor. Saat hendak menyusulnya malah Sora bertemu dengan Vantori. Ia mencuri dengar pada kedua orang itu. Dari situ ia semakin yakin kalau Sora memang sedang menghindari Vantori. Bolehkah ia senang mengetahui hal itu? Karena kesempatan untuk mendekati pria manisnya itu terbuka lebar jalannya. Tapi apa mungkin Sora menerimanya? Yang dicintai Sora adalah Vantori, bukan dirinya. Ia lalu mengotak atik ponselnya.

“Sora! Apa kau sudah tidur?”
Di tempatnya, Sora yang sedang bersandar pada ranjang sambil mengelus perutnya yang mulai mengeras dan sedikit membuncit sedikit terkejut mendengar bunyi ponselnya. Ia lantas membuka pesan yang rupanya dari Ivanaldy itu.

“Belum. Ada yang bisa saya bantu?”

“Apa kau baik-baik saja? Tadi aku melihatmu berjalan di koridor selepas aku mengajar, wajahmu terlihat pucat.”

Sora sedikit bingung, ia mengernyit. Seorang dosen bertanya hal semacam ini kepada mahasiswa, bukankah itu suatu yang tidak begitu lazim. Seperti orang tengah melakukan pendekatan saja. Eh? Apa mungkin Ivanaldy? Ahh, tidak-tidak. Masa orang sesempurna Ivanaldy menaruh rasa pada orang yang secara fisik dan ekonomi biasa-biasa saja. Kau terlalu percaya diri Sora. Ingat, kau sudah ditolak Vantori.

Ivanaldy dan adiknya itu pasti memiliki selera yang relative sama. Yang jelas bukan kau tipenya Sora. Sora mengingatkan dirinya sendiri. Ini hanya kepedulian seorang dosen pada mahasiswanya, walaupun Sora bukan mahasiswa dari jurusan perkuliahan yang diajarkan oleh Ivanaldy.

“Sora?”

Sora berpikir terlalu lama sampai lupa membalas pesan yang dikirim oleh Ivanaldy.

“Ah, saya baik-baik saja Pangeran. Sedikit lelah karena ada kegiatan tadi dengan beberapa dosen di jurusan saya.” Jawab Sora jujur.

“Sora, apa kau dan Vantori ada sesuatu? Maksudku apa yang terjadi antara kalian? Apa kalian bertengkar? Kalian terlihat canggung dan interaksi kalian tak seakrab biasanya. Bukannya kalian teman sekelas sejak sekolah dasar?” Sora tak langsung menjawab pertanyaan dari Ivanaldy, karena ya dia bingung hendak menjawab bagaimana.

Rupanya Ivanaldy sadar akan kekakuan hubungannya dengan Vantori. Sebenarnya bukan Ivanaldy saja, beberapa orang dan bahkan fansnya Vantori yang tahu kalau Sora teman dekat Vantori juga heran melihat interaksi kedua anak adam tersebut. Namun, Sora hanya menjawab kalau mereka baik-baik saja. Sora hanya bisa menghela napas.

“Kami baik Pangeran. Dan saya undur diri dulu, saya akan tidur. Selamat malam 🙂” Sora meletakkan ponselnya di nakas samping ranjangnya dan merebahkan dirinya.

“Bagaimana cara untuk memberi tahu ayahmu Sayang?” Sora mengelus perutnya. Kemudian ia memejamkan matanya. Tidur awal adalah hal yang baik untuk orang hamil, pikir Sora saat dilihatnya masih jam delapan malam.

Sedangkan Ivanaldy hanya heran saat Sora berpamitan akan tidur. Ini masih jam delapan dan si manis kesayangannya itu sudah akan tidur. Ia pasti sedang mendistraksi pikirnya. Ia sedang tidak ingin membahas tentang Vantori. Aish, kenapa juga Ivanaldy harus membahas adiknya itu dengan Sora. Jadi terlalu singkat kan percakapan pesannya dengan Sora. Hemm, ya sudahlah. Toh ia juga bisa istirahat lebih awal juga. Tapi kok lapar?

COMPLETETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang