04. Dia datang, disaat aku mulai menyerah

65 5 2
                                    

Dhioramaj:
Pagi Rania, perkenalkan saya Dhiorama dari
Fakultas Psikologi Universitas Hasanudin Makassar.
Saya tertarik tentang artikel hasil penelitian kamu yang membahas
tentang Toxic Positivity

Boleh minta referensi yang kamu gunakan? Terima kasih sebelumnya.
08.52 am

You:
Eh? Hai dhio! Apa kabar?
Boleh boleh, kirim aja email kamu sinii
08.54 am

Dhioramaj:
Aku baik, Ran hahaha. Kamu gimana?
Udah 3 tahun sejak terakhir kali, kangen tanah Jawa.
08.59 am

You:
Oke wait, nanti kukirim
Hahaha, balik lagi sini!!
seen


"Loh? Kok belom berangkat, Ran?"

"Eh? Astaga!! Dah ya kak byeeee"

"Tiatiiiii gausah ngebut kalo kenapa-napa gue yang repot!!!", teriaknya.

Adik perempuannya itu tidak mendengar, ia telah lalu memasuki pintu mobilnya yang tanpa dipanaskan terlebih dahulu langsung dipacu menuju kampus. Mobil yaris merahnya mulai meninggalkan halaman, ia harus bergegas untuk menemui dosbingnya jika tidak mau antrian bimbingan menjadi semakin panjang.

Setelah menempuh perjalanan selama 45 menit, ia memakirkan mobilnya.

Bergegas menuju ruang dosen yang terletak di lantai 2 gedung fakultasnya.

"Semoga belum banyak yang antri, semoga belum banyak yang antri", batinnya.


--------


"Heh, baru dateng kamu?", 

kata seorang wanita yang ia temui saat hendak menapaki anak tangga.

"Hehe, iya bu. Ibu sendiri juga baru datang?"

katanya sambil meraih tangan dosen pembimbingnya tersebut untuk bersalaman.

"Saya habis makan di kantin, mau bimbingan?"

Sambil tangannya menampakkan gesture agar dosennya tersebut berjalan lebih dulu, ia menjawab, "iya, kemarin sudah saya revisi bu hehehe mau minta tolong untuk diperiksa".

"Jadinya pake metode penelitian apa? Jadi lanjut eksperimen?", 


Bu Irene, namanya. Dosen pembimbing yang usianya relatif muda dibandingkan dengan dosen lainnya. Bagi Rania, Bu Irene adalah dosen yang benar-benar bisa dipercaya ketika ia perlu seseorang untuk menenangkan. Cara pembawaan yang santai namun tegas, benar-benar membawa Rania larut dan ingin menjadikannya seseorang yang patut dikagumi. Mereka memang dekat, ditambah lagi pernah melakukan penelitian bersama karena Bu Irene adalah supervisornya setahun lalu.


"Saya pakai kuantitatif-korelasional, Bu. Nanti dikaitkan dengan tingkat depresi subjek yang pernah memiliki pengalaman tidak menyenangkan tentang toxic positivity. Kalau pakai eksperimen, saya takut waktunya nggak memungkinkan, Bu."

Perempuan itu terdiam sejenak, "Loh? Nanti subjeknya gimana? Kan kasus kamu masih jarang untuk diteliti?".

Tak terasa, keduanya kini sudah sampai didepan ruang dosen setelah berbincang cukup lama saat menaiki tangga.

"Iya memang bu, tapi nanti pakai skala kecenderungan, jadi semua bisa berpotensi. Kalau sesuai kriteria subjek saya yakin tidak ada kesulitan, bu", cercahnya menjelaskan.

"Yaudah, kita bahas lebih lanjut didalam. Tunggu disini dulu, ya. Nanti kalau sudah siap saya WA", 

katanya sambil menunjuk bangku yang berjajar tanpa jarak dengan dinding kelas disebelah ruang dosen.

"Baik, bu",

Karena tak ada siapapun disampingnya, Rania membuka ponselnya. 

Dan ternyata ada satu notifikasi yang ia abaikan kala itu, namun Rania memilih untuk mengabaikan pesan tersebut dan berselancar pada laman timeline pada aplikasi twitter sembari menunggu dosen pembimbingnya memberikan kabar.

Sambil menunggu, Rania merasa ada sesuatu yang kurang. Ia lupa untuk mengabari pacarnya kalau ia sudah sampai di kampus saat ini.

Ia merogoh kembali ponsel yang sebelumnya telah ia letakkan dalam tas. Saat mengetik nama di whatsappnya, sebentar...


"Oh iya, udah putus",


Sebelumnya, mereka rutin untuk memberi kabar. Tapi dua bulan terakhir, entah kenapa komunikasinya kurang efektif. Entah karena Rania berubah atau justru Winar yang berubah, tapi yang pasti ia tahu kalau salah satu yang berubah adalah rasa sayang yang kini berubah jadi ketidaktertarikan.

Rasa yang dulu hangat, kini menyublim tanpa bekas.

Entah tergilas waktu,

Atau jawaban atas doa-doa Rania yang selama beberapa bulan terakhir tentang keraguan akan hubungan mereka memberikan jawabannya?

Seseorang yang ia harapkan untuk selalu ada, berusaha bersama untuk menjalin hubungan dan membina rumah tangga, meskipun pada awalnya harus sama-sama berjuang dari nol. Namun semua hancur, ada perasaan tidak berharga ketika Rania masih bersamanya. Ia merasa, dengan Winar semuanya memang indah. Dunia jadi lebih berwarna jika sebelumnya abu-abu. 


Tapi itu dulu, saat mereka berdua masih sama-sama berjuang. Tidak hanya salah satu yang memperjuangkan, tidak hanya satu pihak yang mempertahankan. Karena ibarat sebuah tim, dua orang yang menjalin hubungan perlu dukungan dan back-up oleh satu sama lain. Jika sendiri lebih baik, kenapa harus memaksakan untuk bersama?





"Sometimes you need to give up on people.
Not because you don't care anymore, but because they don't".


 Not because you don't care anymore, but because they don't"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Daring AnantaWhere stories live. Discover now