"Ran, aku capek!"
"Win! Kalo kamu bahas capek aku lebih capek! Jangan egois jadi orang bisa nggak sih?"
Lelaki itu mengusak rambutnya.
Entah kenapa perempuan yang kini ada dihadapannya menjadi seseorang yang paling ia benci, walau sebelumnya pernah menjadi seseorang yang membuat dirinya jatuh hati berkali-kali.
Namun itu dulu, 3 tahun lalu hingga setengah dari umur hubungan mereka saat ini.
Kelopak mata yang berusaha tegar menahan bendungan airmata berusaha keras untuk bertahan sekuat tenaga.
"Udahan aja kalo kayak gini! Udah nggak sehat hubungan kita!", katanya dengan suara yang memekakkan telinga.
Pasangan muda-mudi itu tidak peduli akan kondisi disekitarnya. Lagipula, saat ini mereka berada di tanah lapang dekat kos Winar.
Bisa dibilang kalau tidak mungkin ada yang akan melihat perdebatan mereka saat ini, kecuali anak-anak kos yang bisa tiba-tiba keluar dari kamar mereka dan menonton pertunjukkan dua muda-mudi yang sedang beradu pendapat saling mempertahankan ego masing-masing.
Pagi tadi, perempuan itu berusaha untuk menarik laki-lakinya keluar. Perasaannya dirundung amarah. Laki-laki yang selama tiga tahun terakhir menjadi seseorang yang spesial bagi dirinya, kini menjadi sosok yang bahkan sama sekali tidak ia kenal.
Walaupun ia selalu ingat kata orang tentang...
"Times changes people changes".
Bagaimanapun, semua hal yang terjadi di dunia ini punya masanya sendiri-sendiri. Termasuk saat itu kisah cinta mereka yang mungkin saat ini sudah tak dapat lagi dipertahankan karena justru akan menyakiti hati masing-masing jika dipaksa untuk bersama.
Selama bersama laki-laki dihadapannya itu, Rania rela melakukan apapun untuk Winar.
Serius, apapun itu.
Bahkan, ia sendiri pernah mengijinkan lelakinya untun berjalan dengan mantan semasa SMA, meski ia tahu kalau mantannya menaruh harap bisa menjalin hubungan kembali dengan Winar. Bahkan lebih jauh dari itu, dengan bodohnya Rania memaafkan Winar ketika ia tahu ada aplikasi untuk mencari teman kencan secara online di ponsel Winar kala itu.
Kalau kalian bilang berlebihan, bahkan bucin atau budak cinta, memang benar adanya.Katakan saja, perempuan itu sudah terlampau jauh akan rasanya.
Rania terlalu bodoh untuk sadar akan kenyataan yang menerpanya setiap hari. Ia rela untuk diperlakukan apa saja oleh laki-laki itu. Jangankan dibentak, bahkan hampir laki-laki itu memukul dirinya saat mereka beradu pendapat.
Mungkin sekitar satu setengah tahun lalu, mereka bertengkar hebat, Winar yang masih ingin untuk bebas berkelana tanpa mau melepaskan ikatannya pada Rania, harus berhadapan dengan perempuan yang berusaha mempertahankan hubungan dengan prinsip saling percaya dan menjaga komitmen satu sama lain.
Bagi Rania, sebenarnya hal yang terpenting adalah keterbukaan serta komunikasi. Namun nyatanya, lelaki yang ia harapkan melakukan hal itu, tidak dapat memenuhinya. Bahkan, berusaha saja tidak. Rania selalu tahu dari orang lain, yang entah bisa bagaimana mereka bertemu Winar di suatu tempat, dengan perempuan lain yang bukan dirinya. Rania lebih baik tahu dari mulut Winar karena kejujurannya, daripada mendapatkan laporan orang lain tentang keberadaan kekasihnya kala itu.
Mungkin seharusnya ia sadar sedari dulu, karena semesta telah memberinya tanda yang terlampau banyak. Namun apa daya? Ketika cinta sudah membutakan, logika bahkan terlalu lemah untuk diutamakan. Dan karena ini, mereka yang buta karena cinta kala itu, mengesampingkan ego atas perasaannya sendiri.
YOU ARE READING
Daring Ananta
FanficKatamu jarak itu tidak menjauhkan, namun meneguhkan. Meski dua hati terpisah ribuan kilometer, hati seseorang tetap menjadi rumah yang berfungsi meneduhkan. Antara dua hati yang terbentang jarak, pada semesta mereka bersandar. Bergantung pada skenar...