part tiga

88 12 0
                                    

"Apa yang terjadi padaku? Perasaan apa ini?"
-------------------------------------------------------------
Semenjak menikah, Tanu melarang Dena bekerja. Pria itu menyuruh istrinya agar di rumah saja, dan ia tak mengizinkan Dena melakukan pekerjaan rumah tangga layaknya seorang istri pada umumnya. Alasannya karena Tanu tak ingin telapak tangan sang istri yang halus menjadi kasar nantinya. Sungguh alasan yang konyol, pikir Dena.

"Huft, bosan."

Berdiam diri di rumah saja tentu membuat Dena jengah, terlebih tak ada hal lain yang berarti yang dapat ia lakukan. Hingga sebuah ide melintas di pikirannya. Pumpung Ibu dan Ayah mertuanya sedang ke luar kota, dan hanya tersisalah ia dan sang pembantu. Membuat gadis itu bebas pergi ke mana saja.

Tanu memang tak melarangnya ke luar rumah, berbelanja baju, ataupun bertemu dengan teman lama gadis itu. Asal ada seseorang yang menemaninya. Karena Tanu takut jika gadis itu pergi seorang diri, akan ada bahaya yang mengancam.

"Bi, aku pergi dulu ya. Sebentar aja kok."

"Nona Dena mau ke mana? Biar saya temenin ya?"

"Engga usah Bi, cuman pergi ketemu temen doang." jeda, "kalau gitu aku pergi dulu ya."

"Hati-hati, Non!''

Dena mengangguk dan memasukki mobil kemudian melajukannya.

Jalanan di kota Bandung tak terlalu macet hari ini, membuat ia sampai lebih cepat ke tempat tujuan. Cepat-cepat ia ke luar mobil dan memasuki cafe bergaya klasik.

Saat memasuki cafe pandangan gadis itu mengedar, mencari keberadaan sosok yang sudah tiba lebih dulu.

"Dena, di sini!"

Dengan langkah lebar-lebar gadis itu menghampiri seseorang yang duduk di meja pojok dekat jendela.

"Udah lama ya nunggunya?"

"Engga, aku juga baru sampai. Ya ampun, dari dulu kamu gak berubah ya, tetep cantik. Eh tapi kayaknya semenjak udah nikah kamu jadi lebih cantik,"

Dena yang mendengar pujian itu hanya terkekeh.

Obrolan ringan antara mereka pun berlanjut, mulai dari mengenang masa lalu mereka saat di Sekolah Menengah Atas, hingga kisah cinta pun dibahas. Membuat Dena teringat sosok Garda sejenak. Meski sudah setahun menikah dengan Tanu, namun gadis itu belum dapat melupakan Garda sepenuhnya. Ia jadi merasa bersalah pada Tanu. Karena harusnya ia mampu melupakan masa lalu dan membuka lembaran baru bersama sang suami.

Sesaat dering ponsel di meja memecah lamunannya. Ia menyipit saat membaca nama yang tertera di layar.

'Tumben dia menelpon,' batinnya.

"Halo, ada apa?"

'Kau di mana sekarang?'

''Lagi di cafe depan pusat perbelanjaan. Kenapa?"

'Tunggu di sana, jangan ke mana-mana!'

Sambungan terputus, membuat Dena mengernyit bingung. Aneh sekali. Tak biasanya Tanu menanyakan keberadaan dirinya saat ia pergi.

"Siapa, Den?"

"Oh itu--"

"Dena!"

...

Mobil yang ditumpangi Tanu dan Dena melaju santai. Hening. Tak ada yang memulai pembicaraan sepulang dari cafe. Sebenarnya Dena merasa dongkol karena Tanu mengajaknya pulang secara paksa, padahal baru 20 menitan ia temu kangen dengan Ratna--sahabat karibnya sejak Sekolah Menengah Pertama.

Dena yang terus-terusan menatap ke arah luar jendela membuat Tanu sedikit bersalah. Ia tahu jika gadis itu kesal akan sikapnya tadi.

"Maaf,"

Pengikat Hati [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang