part empat.

114 16 4
                                    

"Dan sampai kapan kau akan menyimpan roh itu di dalam hatimu?"
-------------------------------------------------------------

Sejak kejadian kemarin malam, tak henti-hentinya rasa bersalah menyelimuti Dena. Ditambah sikap Tanu yang sejak tadi pagi mengabaikannya. Mengacuhkannya saat gadis itu menawari bantuan, bahkan pria itu enggan bertatap muka dengan dirinya. Membuat rasa bersalah di hati gadis itu semakin besar saja.

Ia akui ini memang salahnya. Tak seharusanya ia menolak Tanu semalam. Andai saja ia memenuhi kebutuhan biologis sang suami semalam, hal ini tak akan terjadi. Nasi sudah menjadi bubur. Tak ada gunanya menyesali perbuatan yang telah ia lakukan.

Bagi Dena, yang terpenting sekarang ialah mendapatkan maaf dari Tanu, apapun caranya.

"Dena, hari ini Bunda dan Ayah akan pergi ke luar kota lagi. Biasa ada urusan bisnis. Kau jaga diri di rumah, ya. Sepertinya Tanu pulang lebih awal malam ini, jadi kau tak sendirian."

"Iya, Bun. Apa perlu aku bantu berkemas?" tanyanya menawarkan bantuan.

"Tidak usah, semuanya sudah aku kemas semalam. Hanya tinggal berangkat saja." jawab Widuri sembari mengusap sayang lengan sang menantu.

"Ah, baiklah kalau begitu."
...

Entah Dena yang terlalu sibuk membaca novel atau waktu yang berjalan begitu cepat, tak terasa malam pun tiba. Membuat Dena segera beranjak dari ruang keluarga menuju kamar. Sekarang sudah pukul tujuh malam, sebentar lagi Tanu pasti pulang, pikirnya. Ia segera bersiap menyambut kedatangan sang suami. Ia ingin meminta maaf atas kejadian kemarin malam.

"Aku pulang!"

Hening. Tak ada seorang pun yang menjawab salamnya. Membuat Tanu mengernyit heran.

"Ke mana semua orang? Sekarang masih pukul 19.10 tidak mungkin mereka sudah tidur."

Memilih tak ambil pusing, Tanu pun melangkahkan kaki jenjangnya menuju kamar. Ia sedikit terkejut begitu membuka pintu Dena sudah berdiri di hadapannya.

"Oh, kau sudah pulang ya. Kau pasti lelah, mau aku pijiti?"

Tanpa menjawab pertanyaan Dena, Tanu melewatinya begitu saja. Membuat Dena menghela napas kasar.

"Kau masih marah padaku?"

Hening. Tak ada jawaban yang terlontar dari mulut Tanu.

"Aku minta maaf," jeda, "hei Tanu kau mendengarku atau tidak?"

Karena merasa diabaikan, dengan kesal Dena mendekati Tanu yang bertelanjang dada dan hendak membuka lemari. Langkah Tanu pun terhenti ketika Dena bersandar di lemari dan menghalanginya.

"Minggir."

"Tidak sebelum kau memaafkanku!"

"Kalau begitu, bujuk aku supaya mau memaafkanmu, " jeda, "seperti--"

Cup

Mata Tanu membulat karena tindakan Dena yang mencium bibirnya tiba-tiba.

"Bagaimana, apa kau sudah mau memaafkanku?"

"Belum."

Tak kehabisan akal, Dena pun meloncat dan melingkarkan kedua kakinya di pinggang Tanu. Lengannya bergelayut manja dileher sang suami. Kemudian ia ciumi dahi, kedua mata, hidung, kedua pipi dan bibir tebal milik Tanu. Membuat Tanu lagi-lagi terkejut.

"Dena kau--"

"Malam ini aku milikmu, Tanu." tutunya lembut dan mengusap rahang tegas milik Tanu secara seduktif.

Merasa diberi lampu hijau oleh Dena, Tanu pun menyeringai senang. Dengan pelan ia rebahkan tubuh mungil sang istri di ranjang. Lalu ia bangkit sejenak untuk menutup pintu dan menguncinya.

Pengikat Hati [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang