20. Decision

68 7 0
                                    

Akira mengerjap saat mendapati sosok itu berdiri tepat di hadapan pintu apartemennya sepagi ini. Sungguhan pagi. Teramat pagi. Dan lagi dia dengan santainya memasang wajah tanpa dosa sembari menenteng tas yang cukup besar. Sama sekali tidak merasa bersalah karena memilih bertamu pada saat manusia masih terlelap. Iya. Ini masih jam lima pagi dan orang yang berdiri tak berdosa di depan pintunya justru tersenyum inosen seolah tidak melihat wajah mengantuk sekaligus kesal Akira.

"Ohayou Aki, Tadaima." Sapanya dengan senyum tanpa dosa.

Akira mendesah pasrah sebelum akhirnya membuka pintu lebar dan membiarkan tamu tak diundang itu masuk ke dalam apartemennya.

"Okaeri. Aku ngantuk. Akito, lakukan sesukamu. Aku mau tidur lagi." Katanya sembari melangkah menuju kasur. Meninggalkan sosok itu di ruang tengah.

Akito mendesah pelan. Dia tidak membiarkan tas besarnya di di lantai sebelum beranjak menuju kamar mandi dan mengganti pakaian. Saat dia kembali, dilihatnya selimut dan bantal yang diletakkan rapi di atas sofa. Dia terkekeh pelan sembari menatap ke arah tempat tidur Akira yang hanya ditutupi gorden tanpa pintu.

Akito mendesah pelan. Sudah nyaris satu tahun ya sejak dia membiarkan Akira tinggal di tempat ini. Ah. Satu tahun juga berlalu sejak pembicaraan terakhirnya dengan Chris. Akito kembali mendesah lelah. Jika dihitung lebih rinci lagi... Sudah nyaris tiga tahun berlalu semenjak Chris secara terang-terangan mengatakan secara langsung jika dia menyimpan perasaan pada adiknya. Tapi sejauh yang bisa Akito amati... Keduanya tidak memiliki kemajuan sama sekali. Strategi Akito pun yang membuat Akira tinggal di dekat Chris sepertinya tidak banyak membantu. Hubungan Akira dan Chris sama sekali tidak berkembang. Selain itu... Tanpa sadar Akito mengerang tertahan. Sial! Hanya tinggal beberapa hari lagi sebelum kepergian Chris ke Amerika untuk menjadi pemain baseball di salah satu tim baseball Amerika. Itu artinya, bahkan sebelum kepergiannya pun, Chris tetap mempertahankan hubungan tidak jelasnya dengan Akira.

Akito sih tidak bisa mengalahkan Chris mengingat dia tahu pasti seperti apa adiknya itu. Menghadapi Akira dalam urusan perasan butuh kesabaran luar biasa dan butuh kehati-hatian ekstra mengingat sedikit saja Chris membuat kesalahan, kemungkinan besar Akira bisa pergi begitu saja. Anak itu benar-benar merepotkan. Hanya saja..  Akito sungguhan tidak tega melihat Chris yang sampai detik ini terus menahan diri agar hubungannya dengan Akira tidak memburuk. Sungguhan bagaimana caranya menghancurkan batu yang ada dalam diri adiknya itu?!

Sekali lagi. Akito mengerang sebal sebelum akhirnya dia bangkit dan berjalan menuju kamar Akira. Masuk dan menatap adiknya yang kembali tidur. Pulas. Wajahnya terlihat tanpa beban. Terlalu polos bahkan. Menyebalkan. Kenapa anak ini sama sekali tidak terganggu saat tahu jika tinggal menghitung hari saja sampai Chris sungguhan meninggalkan Jepang untuk waktu yang tidak diketahui?!

Ya. Dia butuh sesuatu yang bisa membuat Akira membuka mata. Menyadari sesuatu.

Akito diam sembari menatap lurus Akira yang tidur. Sudah diputuskan. Akito sungguhan akan ikut campur kali ini.

.

.

.

Langkah kaki bergerak tergesa. Nyaris berlari bahkan. Napasnya sedikit memburu. Raut wajahnya khawatir. Ini kali ketiga dia datang ke rumah sakit dengan perasaan cemas luar biasa.

Dia berhenti di ruangan gawat darurat. Bergerak tergesa sembari mencari sosok yang seharusnya ada di sana.

Matanya pertama kali bertemu dengan sosok yang meringis saat melihat kehadirannya. Akira berdecak. Matanya menatap tanpa ekspresi sosok yang tengah duduk di atas bangkar rumah sakit.

"Aki, kau... datang?" Tanyanya dengan suara kecil. Wajahnya sedikit pucat.

Akira mendesah. Tanpa ragu dia berjalan mendekat. Mengabaikan satu sosok lain yang berada di samping Akito. Sama-sama terluka.

HibatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang