"Em, cepat habiskan sarapan lalu mari berangkat ke sekolah!" bujuk Sekar.
Emily memang tidak suka makan cepat-cepat.
Begitulah suasana pagi Sekar sudah menjelang seminggu ini. Sekar memang baru beberapa hari bekerja rumah itu, tetapi termasuk beruntung karena anak yang diasuhnya demikian baik dan bersahabat. Sekar malah sudah mengangap gadis cilik yang baru kelas dua di SD internasional itu seperti keponakannya sendiri.
Bibir kecil berwarna merah jambu itu selalu berceloteh riang tentang apa saja.
Kadang Sekar geleng-geleng mendengar cerita Emily. Ada saja topik yang ia bahas. Mulai dari teman-teman sekolahnya, makanan kesukaan, hingga kebiasaan ayahnya di pagi hari.
"Mbok Sekar lama-lama seperti mommy-ku."
"Sudah jangan suka meledek Mbok!"
"Mily tidak sedang meledek, Mbok."
"Ayok, segera habiskan!"
Sekar mencoba menghentikan celoteh mulut kecil nan bawel itu. Jika dibiarkan, bisa-bisa mereka akan terlambat sampai di sekolah. Nanti ujung-ujungnya Sekarlah yang kena tegur bos bulenya.
"Baiklah, Mily sudah selesai."
Anak itu turun dari kursi dan membawa bekas makannya ke dapur. Ia langsung mencuci piring, sendok, dan gelas yang selesai dipakainya. Tidak lupa mencuci tangannya dengan sabun.
Rapi.
Anak itu mengambil tas sekolah bergambar Anna dan Elsa, kemudian berlari keluar. Ia menghambur ke arah sang ayah yang sedang mengajak main Bonbon, anjing pitbull mereka yang berwarna cokelat gelap dengan belang putih yang khas dari dada hingga ke perutnya. Bonbon terlihat menghampiri Emily dan menjilati sepatunya.
Emily memeluk binatang berbadan besar itu dengan sayang. Sedangkan Bonbon yang dipeluknya sibuk menggoyang-goyangkan ekor. Sedangkan Mr. Green hanya tersenyum memandangi mereka.
Begitu selesai dengan anjingnya, Emily kemudian memeluk sang ayah. Ia menciumi pipi kiri dan kanan laki-laki berkaus putih itu dengan sayang. Hal yang sama dilakukan Mr. Green kepada sang putri.
Sekar dengan setia mengawasi interaksi manis di antara keduanya. Ia ikut merasa bahagia setiap kali melihat adegan tersebut. Emily memang tidak lagi memiliki seorang ibu, tetapi beruntung ia masih memiliki ayah. Seorang ayah yang penyayang. Namanya Jevin Anthony Green.
"Oke, Girls lekaslah berangkat!"
Mr. Green menyuruh keduanya segera berangkat. Sekar dengan sopan mengangguk kepada laki-laki berusia 40 tahun itu saat membimbing tangan Emily supaya lekas berangkat. Anggukan serupa dilakukan si laki-laki untuk menjawabnya. Emily melambaikan tangan kepada sang ayah dan memberinya ciuman jarak jauh.
Emily dan Sekar setiap hari pergi ke sekolah dengan berjalan kaki karena memang jaraknya tidak terlalu jauh.
Jalanan sepi yang hanya sesekali dilewati sepeda motor membuat mereka tidak begitu khawatir berjalan kaki. Belum lagi kanan kiri jalan dipenuhi tanaman hijau nan asri. Pohon-pohon kamboja berdiri dengan anggunnya, memekarkan bunga-bunga segar nan menyegarkan mata. Sesekali, Emily memetik bunga liar yang tumbuh di rerumputan tepi jalan, memunguti kamboja-kamboja yang berjatuhan sepanjang jalan. Gadis cilik itu senang menyelipkan bunga-bungaan di telinganya. Katanya agar ia menjadi anak Bali.
Sudah sejak pertama kali mengantar Emily, mereka selalu terlibat obrolan seru.
"Mbok, kenapa mau jadi pengasuh Mily?"
Sekar sedikit terkejut dengan pertanyaan yang tidak diduganya. Ia mencari jawaban yang pas karena tidak mungkin Sekar akan menjawab "demi uang". Padahal memang seperti itu kenyataannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/214276858-288-k771021.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo's Love
Romansa"Pokoknya Daddy harus menikah dengan Mbok Sekar. Mily tidak mau tahu, Dad. Ini permintaan." Emily meninggalkan Jevin yang terbengong. "Mana mungkin aku menikahi wanita pengasuh anakku? Ini tidak masuk akal. Emily pasti terlalu banyak makan keju." Je...