cerita lalu

16 0 0
                                    

Aku mencoba mengingat hal yang pernah ada.

Sesuatu terjadi ditahun 2008

"Iffaaaaah" suara memanggilku dari kejauhan,

Aku berhenti tepat di pintu kelasku, aku berusaha meluruskan rok biruku yang sedikit miring karena lurusnya ibuku menyetrika.
Perutku terasa penuh, ibuku selalu memberikanku segelas susu kental sebelum aku berangkat sekolah.

"ah pantas saja, pipiku terus menggembul bulat seperti bola pimpong" gerutuku.

Aku melihat sahabatku dari kejauhan, sosok nizham mengejarku dengan semangat. tangannya menaikkan kacamatanya yang turun, talinya mengembar di telinganya, aku selalu tertawa bahagia jika melihat celananya yang kependekan, karena postur tubuhnya yang tinggi menjulang, jika disandingkan dengan lelaki kelas 2 smp sepertinya.

"Selamat pagi om"
Suaraku melepas, tanganku melambai pada sosok om unar yang selalu mengantarkan anak laki lakinya tepat di depan kelas.

"Ah dasar anak cupu" batinku menyandu.

Bagaimana tidak, rumahnya hanya berjarak beberapa meter dari rumah, tapi masih diantar oleh ayah bundanya.
Padahal rumahku masih terlampau jauh, terkadang juga aku hanya diantar ojek atau jalan kaki bersama teman perempuanku yang lain.

Om unar, tertawa lepas, melambaikan tangannya kepadaku dan tersenyum.

Itu namanya 'om unar' teman ayahku dari kecil, mereka bersahabat sudah lamaa sekali.
Jadi wajar saja, persahabatannya menurun ke anak anaknya, padahal aku perempuan dan nizham laki laki.

Tapi itulah yang membuat kita akur, yaah walaupun nizham lebih tua setahun dariku tapi tetap saja. Aku yang merasa kakak jika melihat tingkahnya.

"Faaah, huuu melamun terus"
Sambung nizham,mengagetkanku.

"Huh menyebalkan" gumanku.

Jika mengingat banyak cerita tentang sahabatku ini,

Nizham itu hidup yang selalu diawasi ketat oleh orang tua nya, jajan yang dibatasi dan selalu dibawakan bekal,

"jajanan di sekolah itu enggak sehat, banyak micin nya" kata tante fatma. Ibu nizham yang juga sering membawakan bekal untukku.

Aku sering sebut sahabatku ini orang yang cupu, tingkah nya yang tak berani banyak bicara dengan laki laki sebayanya, malu didepan perempuan, sampai sampai tidak punya teman kecuali aku saja.

Payah kan dia?

Aku kembali menatap Nizham masih sama membenarkan kacamata yang naik turun, matanya yang minus tinggi itu benar benar menambah kecupuan dimasanya saat ini.

"Ih, dasar anak manja. Kamu kan sudah besar zam, masa masih diantar oleh ayahmu" tanyaku sinis, entah keberapa kalinya aku mengatakan ini kepadanya.

"ah memangnya masalah, lagi pula aku juga tidak ada teman berangkat bersamaku" Tangkasnya dengan mengeluarkan cibiran dan lidahnya menjutai.

"Dasar cupu" gumanku pelan.

Kami berbalik arah ketaman.

Ini masih jam tujuh kurang, masih terlalu pagi jika harus langsung tiba dikelas.
Kami berdua menusuri jalan ke belakang sekolah, seperti biasa akulah yang akan menemani manusia culun ini bercerita panjang lebar tentang kekesalannya pada komik atau sekedar memaninya latihan pidato,

Kami bertawa bersama, dilorong kelas menuju taman. Pagi pagi pasti sudah tertawa terbahak bahak melihat kekonyolannya ketika mulai meragakan salah satu tokoh yang dia idolakan di komiknya.

"Eh minggu depan aku diundang ke acara bapak gubernur loh" sahutnya sombong.

Dia menaikkan kerah bajunya kembali, rambut ikalnya terlihat lebih tebal keluar dari topi biru bergambar garuda itu, tangannya melingkar ke bawah ketiak.
Persis, inilah kebiasaannya jika sedang menunjukkan prestasinya kepadaku.

Jujur saja aku mngagumi kecerdasannya. Semua kecerdasannya dalam pelajaran, cerdas dalam berbicara fasih bahasa inggris sampai cerdas dalam mengikuti lomba lomba pelajaran di tingkat kabupaten. Sampai dia tak sadar jika kecerdasannya sering dijadikan pusat percontekan untuk teman sekelasnya.

yaaah karena pada ahirmya dia akan menangis sesenggukan dan mengadu padaku,

------

"Faaah sebel.." Rengeknya dijendela kelas.
Itu berati dia sedang bahaya, bahaya perkumpulan percontekan.

Dan pasti akulah yang datang kekelasnya dan membelanya,
Karena hampir semua guru guru disekolah ini adalah teman baik ayahku, jadi kadang kadang aku bertingkah seolah akulah pemilik sekolah ini.

Wkwkkww. Tragis.

-------

"eh aku ikut,," jawabku tangkas.

Aku sungguh ingin melihatnya berdiri didepan podium, ingin melihat sahabat cupuku ini berbicara lantang didepan banyak orang,

Dia mengangguk tanda setuju, badannya memutar melihat pemandangan dibelakang sekolah kami.

Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu.

"Kamu masih lahitan karate di smp negeri" katanya pelan, matanya mendekat mulutnya mengerut.
Entah lah aku tidak mengerti gaya bahasanya.

"iya, kenapa? Aku mau ujian menyetaraan loh" Ucapku sombong,
yaah karna hanya ini yang bisa aku pamerkan kepadanya.

Dulu, dia ingin sekali ikut denganku latihan karate, tapi semenjak aku ajarkan kepadanya kuda kuda yang kuat, dan cara bagaimana melemparkan kekuatan jika kita sedang dalam bahaya, tetapi dia pasrah dan hampir menenangis.
Entahlah, aku pasti senang melihat penderitaannya, tapi jujur saja kami perhatian satu sama lain.

Kemauannya kuat, untuk berubah kecupuannya, tapi rasa takutnya masih tak kalah kuat.
Hahahhaaaa aku tertawa lepas.

"Yakin mau ikut lagi" tanyaku tepat didepannya.

Dia pasrah, dan duduk dipagar taman.
Pandangannya lepas menerobos ke bunga yang sedang merah merekah.

Lagi lagi dia melamun entah kemana.

Ah enggak deh, mana kuat aku. Ucapnya pelan,

Si Pembuat JanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang