.
Jam sudah menunjukan pukul setengah tujuh malam. Aku telah siap menggunakan gaun biru gelap bawah lutut berlengan pendek. Segera gaun tersebut kulapisi dengan jaket hitam. Aku tak suka bila terlalu terbuka. Ku kenakan tas berwarna hitam yang ayah belikan. Rambut panjang ku hanya tergerai, dan memakai bandana hitam polos. Make up? Hanya pakai bb cream, bedak, sedikit mascara, dan lip tint berwarna peach. Aku tak mau terlalu mencolok nanti. Aku pun membawa satu buah novel karna mungkin disana aku hanya dapat duduk sendiri tanpa menikmati acara. Ini hanya untuk ayah, agar ayah tak tahu sebenarnya aku tak mempunyai teman, hidupku membosankan di sekolah, selalu di jahili, ataupun yang lainnya.
Segera aku meminta tolong ayah untuk mengantarku ke tempat acara itu. Sebenarnya acara itu lebih tepatnya acara perpisahan sih, tetapi diadakannya malam, dan kebanyakan siswa menyebutnya dengan sebutan Prom night.
"Cindy sayang, kenapa kamu sepertinya tidak semangat? Bukannya ini terakhir kalinya kamu bertemu dengan teman-temanmu?"
Aku menengok ke tempat ayah yang sedang menyetir mobil.
"Enggak kok Yah. Cindy cuma sedih aja habis ini gak bakal ketemu temen-temen lagi." Cindy tersenyum.
"Maafin Ayah ya,, Gara-gara Ayah bikin usaha di Surabaya, kamu jadi harus pindah kesana juga." Ayah menatapku dengan tatapan sedih.
"Gak apa-apa kok Yahh.. tapi Cindy juga seneng kok pindah ke Surabaya. Nanti kan kita jadi bisa kumpul bareng.."
Ayah mengusap pucuk kepalaku. Aku benar-benar tak mau membuatnya khawatir.
Sampai disana, sebuah gedung megah yang dihiasi berpuluh lampu menghiasi pemandangan awal. Tak kusangka, sekolah ku akan menjadi sebagus ini. Aku segera turun dari mobil Ayah. Sumpah! Aku terkejut ketika sampai disekolah, tak menyangka bahwa ini merupakan sebuah acara perpisahan anak SMP. Ini melampaui ekspektasi ku. Itu yang menjadi gambaran pertama ku. Coba kalian bayangkan, para perempuan memakai Make up yang sangat tebal, banyak couple dimana mana, bahkan terasa sekali saat aku memasuki gerbang, atmosfer nya sudah sangat berbeda. Terserah. Aku tak akan mempedulikannya lagi.
Ayah membuka kaca jendela. "Kalau acara sudah selesai kabari ayah yaa!"
Aku hanya membalasnya dengan memberikan tanda Ok memakai tangan, seraya tersenyum.
Tanpa pikir panjang, aku segera memasuki ruangan utama dan mencari kursi kosong. Bingung. Karna didalam lebih ramai. Banyak selebriti angkatanku disini. Contohnya saja Bella, ia terkenal karna Kecantikan, dan suaranya yang indah. Ada pula Sania, cewek tercantik se angkatan katanya, iapun dulunya sangat aktif dalam organisasi siswa intra sekolah. Tak heran jika di gandrungi banyak 'fans' nya yang kebanyakan laki-laki. Fans Bella dan Sania tak sebanding dengan fans grup lima cowok yang sangat populer disekolah. serius deh! Demi apapun aku muak dengan mereka semua.
Lima laki-laki itu terdiri dari Rafa, mantan kapten klub Basket di sekolah ini, mempunyai kulit putih bersih bak perempuan, ia juga sangat pendiam dan tak banyak bicara, dan paling banyak fans nya.
Yang kedua Albi, Albi adalah seorang cowok yang Jahil dan paling suka bermain dengan para cewek, intinya dia adalah badboy dimata para cewek, tetapi anehnya fans nya tak kalah banyak dari Rafa.
Lalu Rino, seorang pemain bass di band music yang ia punya. Daffa, ia merupakan drummer di music band yang Rino punya.
Dan yang terakhir Bima, yang paling pintar diantara mereka berlima, namun Bima memiliki penggemar yang lebih sedikit diantara mereka berlima pula. Bima tak terlalu menonjol, ia lebih diam dari Albi, tetapi tak terlalu diam seperti Rafa. Banyak mendapat prestasi dan banyak mengikuti berbagai olimpiade, Sudah biasa bagi Bima.
Ku lihat mereka sedang tertawa dan mengobrol. Tak lepas pula dari pandangan perempuan yang banyak melihat mereka. sangat mencolok.
"Ngomong-ngomong Kalian lanjut kemana?" ucap Rino.
"Kayak nya gue bakal pisah sama kalian semua. Orangtua gue mutusin buat bisnis di luar kota dan tinggal disana kedepannya."
"Kalo gitu kita pisah sama Bima dongg, uhh tega lu Bim!"Albi menyahut.
"Gue juga udah mutusin buat pindah ke Australi."
"Serius lu Raf?"
Raffa Mengangguk. Bima terlihat hendak menghampiri seseorang kearahku.
Tanpa sadar, aku melamun dan memperhatikan grup cowok tersebut. Terdengar sedikit apa yang mereka bicarakan. Apa sih yang aku pikirkan? Memperhatikan cowok-cowok tersebut tak berguna! Sebaiknya aku mencari tempat duduk.
Bruk!
Tiba tiba saja aku merasakan tubuhku menabrak sesuatu, lalu terguncang dan jatuh tersungkur ke lantai. Tak salah lagi, aku ditabrak oleh seseorang.
"Sory sory, gak sengaja." Ucapnya mengulurkan tangan. Suaranya berat, berarti laki laki. Wajah ku masih kutundukan kelantai. Begitu melihat ke atas, yang ada dihadapanku Bima. Ia yang tak sengaja menabraku. Semua mata tertuju pada kami. Dengan segera aku kabur dari ruangan tersebut tanpa sepatah kata. Dalam hati aku merasa tak enak kepada Bima. Secara tak langsung aku mempermalukannya dengan menolak bantuannya bukan? Ahh sudahlah jangan pikirkan hal itu lagi.
~*~
Acara masih berlangsung meriah dan hanya aku yang sepertinya tak mengikuti jalan acara. Mau bagaimana lagi? Jika aku masuk orang lain akan menatapku aneh dengan tatapan 'berani-beraninya menolak bantuan Bima'. Pasti begitu. Jangankan didalam ruangan, diluar pun banyak yang menatapku aneh dan menjauh karna yang mereka pikirkan 'Sok banget nolak Bima padahal muka pas-pas-an.' Begitu sih kurang lebih yang kudengar dari sekumpulan gadis yang baru saja lewat. Siapa peduli?
Jam menunjukan pukul 22;37. Itu artinya kurang lebih dua puluh tiga menit lagi acara selesai, dan pulang. Ingin sekali rasanya saat ini menelepon ayah untuk menjemput, lalu pulang. Tapi, jika diriku pulang lebih dulu sebelum acara selesai, pastilah banyak pertanyaan dari ayah. Bahkan ingin membaca novel pun, aku sedang berada di Outdoor, gelap. Aku tak kan dapat fokus. Terlebih disini ramai. Bodoh sekali aku malah membawa novel ke acara seperti ini.
Aku memutuskan untuk mendengarkan lagu lewat earphone, seraya menikmati dinginnya angin malam yang terus mengusap kulit ku. Beruntung aku menggunakan jaket kali ini. Andai Kak Bayu ada disini. akan ku ajak ia ketempat ini, aku tak perlu sendirian. Kita dapat menonton acara berdua. Ahhh menyenangkan.
"Cindy ya?" Tanya seseorang. Refleks aku mengengok, karna siapa pula yang mengenal diriku? Teman sekelas? Tak mungkin teman sekelas ku mengajak ku mengobrol dengan ku, dekat dekat saja sudah enggan.
"Kenalin, gue Bima. Maaf tadi udah nabrak lo." Ujarnya seraya mengambil posisi duduk di bangku panjang yang sedang aku duduki. Dasar Gila! Dari mana dia tau nama ku? Kenapa juga dia mengenalkan diri padahal sudah jelas semua orang mengenalnya! Lalu kenapa dia duduk disamping ku? Syukur lah tempat ini jauh dari kerumunan orang, sepertinya aku harus segera pergi, sebelum banyak yang berdatangan.
"Maaf, gue harus pergi." Ujarku.
"Ehh tunggu! Jangan dulu pergi gue Cuma mau minta maaf.." ucapnya.
"Lo gak perlu minta maaf, lo gak sengaja kan? Maaf gue gak bisa lama-lama, kalo engga gue bisa dihujat sama fans lo." Ucapku dengan sejujur jujurnya. Aku segera melangkah pergi.
Pada akhirnya aku menunggu waktu acara selesai tepat didepan gerbang sekolah. Semua yang berbau sekolah ini telak membuat ku muak. Muak dengan teman sekelas, muak dengan para selebriti yang dipuja banyak orang, muak dengan netizen yang menilai dari sebelah mata, dan muak menunggu acara ini selesai. Ku harap, keberangkatan ku ke Surabaya akan lebih cepat. Karna jika aku lebih lama dalam ibu kota ini, bisa bisa diriku muak dengan semua yang ada disini.
Flashback Off.
~*~
YOU ARE READING
Sweetest Candy
Teen Fiction"Nama mu Cindy ya?" "Boleh kalau ku panggil Candy? Soalnya kamu manis sih kayak permen! Boleh yaa??" Siapa sangka, Kata yang terucap dari anak laki-laki berumur enam tahun itu mampu membuat hati Cindy berbunga bunga saat itu. berkat nya, hari hari C...