Kami bertiga—gue, Liam, dan Tora, main basket hampir setiap hari. Udara yang panas di jam sepuluh pagi nggak bikin gue, si Kamuflase, dan nama kopi dari brand terkenal Indonesia, Tora, menyerah dalam pertarungan melawan junior dari kelas sebelas. Meski selisih skor antara kelas gue dan kelas regu lawan banyak sekali, angka itu nggak membuat junior kami menyerah. Terik matahari nggak membuat mereka mundur dari permainan.
Di tengah-tengah lapangan, Tora menyeringai. Cowok berkacak pinggang dan napasnya memburu. Rambutnya yang hitam tapi nggak sepekat rambut hitam Liam tampak basah saat dia membuka topi yang menutupi kepalanya dengan posisi terbalik. Tora sedang menunggu operan bola dari Liam ketika gue berlari kecil menyusulnya ke tengah lapangan.
Permainan akan selesai sebentar lagi. Tentu saja dengan kemenangan yang digenggam nyata oleh tangan kami.
Akhirnya pluit pertanda bahwa waktu itu telah habis telah dibunyikan. Kami pada pemain menyisi ke tepi lapangan. Di undakan kedua di pinggir lapangan sebelah barat, cewek itu duduk bersila. Matanya yang indah menyipit demi menghalau sinar matahari yang menerpa permukaan wajahnya. Daisy memegang sehelai handuk putih dan sebotol air mineral.
Gue menarik kedua sudut bibir. “Hei, Daisy.” dan duduk di sebelahnya.
“Hei, Kai, gimana permainannya? Walaupun panas-panasan tapi tetap asyik, ‘kan?” Daisy membalas gue dengan senyuman yang benar-benar menawan di mata gue. Semakin hari, dia semakin cantik.
“Hmm,” Sekarang kedua tangan gue berada di atas paha, napas gue tersengal dan kepala gue menunduk. Nggak lama kemudian, kami kedatangan dua orang tambahan. Liam dan Tora bergabung. Tora datang dengan kipas plastik bergambar Hello Kitty—oh shit! Tora kelihatan lebih cocok memakai kemeja merah muda daripada mengipaskan benda itu di depan wajahnya. Dan Liam, entah sejak kapan, yang jelas kulihat dia sudah berdiri di depan Daisy. Dan kepala Daisy mendongak menatap cowok itu.
Gue lupa menyadari, bahwa sekarang Daisy mulai sering ikut bergabung dengan gue dan yang lain. Gue mengerutkan alis saat melihat Daisy mengulurkan sebotol air mineral untuk Liam dan mengulurkan kacamata bulat untuk dipakai oleh cowok itu. Seketika, gue ternganga.
Ini ... sialan.
Awalnya gue kira Daisy duduk di tribun karena mau menonton gue main basket. Gue kira handuk kecil dan sebotol air mineral itu disiapkannya untuk gue. Tetapi ternyata untuk Liam. Kamuflase macam apa yang Daisy ciptakan untuk membuat gue terjebak dengan tatapan mata dan bibirnya yang seksi itu?
“Kita harus latihan tiga kali seminggu, gue mulai ragu dengan kekuatan tim yang berkurang karena Bian keluar. Kalau nggak mau latihan lebih sering, kita harus nyari pengganti Bian yang punya kemampuan yang nggak kalah hebat,” cerocos Tora si kapten basket panjang lebar.
“Santai aja kali, Tora. Pertandingan basket masih tiga bulan lagi, lo terlalu perfeksionis,” balas gue cuek sambil berdiri, gue merangkul bahu Tora agar kami segera pergi dari sini. “Ke kantin, yuk, Pak Kopi. Mau ngadem.”
Kami meninggalkan Liam dan Daisy yang tampaknya nggak berniat untuk menyusul. Gue membuka kulkas minuman dingin dan mengambil sebotol soda. Tora berdiri di depan kulkas minuman yang lain, bersebelahan. “Gue kayaknya emang harus ngomong sama Bian sekali lagi,” ungkitnya.
Bian keluar seminggu setelah pertandingan basket antara sekolah kami dan sekolah lain disetujui oleh Tora, si kapten basket. Dan Tora jadi sangat cemas karena keputusan sepihak yang diajukan oleh Bian untuk keluar dari tim basket kami. Meski, sebenarnya, gue nggak terlalu mengerti mengapa Tora jadi cemas luar biasa seperti itu. Padahal gue bermain basket lebih jago daripada Bian, dan semua orang yang memperhatikan permainan kami pun akan menyadari hal itu. Bian untuk gue, nggak ada apa-apanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BADBOY SERIES#1] Skandal KAI
Teen FictionKai muak dengan apa saja yang terjadi dalam hidupnya. Kai ingin pergi sejauh mungkin dari jangkauan kedua orang tuanya. Bagi Kai, London adalah kota yang penuh kebebasan. Tetapi kebebasan itu tidak didapatkan Kai dari kedua orang tuanya. Maka, atas...