satunggal.

11 2 0
                                    

Ting!
Ting!!

Teraaaa
Last day, nih!
Ayo buruan bangun!

Me
Iya, iya bentar.
Sepuluh menit lagi aku dah di Taman ya!
(read)

Aku berdecak, melirik jam yang sudah menunjukkan pukul setengah enam. Kemudian aku tersenyum, hari ini adalah hari terakhir kami bersama sebelum dia harus pergi meninggalkan Indonesia. Aku harus bergegas!

======

Aku mengetuk-ngetukkan kakiku dengan bosan di tanah lembap taman itu. Sudah lima menit aku menunggu tapi dia belum menampakkan batang hidung sama sekali. Sial, tahu begini tadi aku milih baju lebih lama. Asal kalian tahu, aku hanya mengenakan celana jeans dan kemeja flannel yang tidak aku kancingkan. Bahkan aku tak sempat menata rambutku yang sudah agak panjang!

"Bengong terus kayak mau ditinggal pacar aja, Ngga."

Aku spontan menjawab, "Emang iya, Ra." Aku menatap gadis itu. Umurnya sama sepertiku, dua puluh satu tahun. Badannya ramping dan rambutnya jarang sekali ia gerai. Wajahnya putih, matanya bulat, dan ia memiliki lesung pipi yang dalamnya minta ampun.

"Heh. Saya bukan pacar kamu ya!" ucapnya seraya mendekat ke telingaku, "But, I'm your Girlfriend," lanjutnya berbisik. Seketika membuat bulu kudukku berdiri.

"Iya deh yang pinter bahasa Inggris," cibirku, "Sarapan yuk! Udah jam enam nih."

Dia mengangguk kemudian mengangkat tangannya, "Let's goooo!!"

=====

Mobilku berhenti di depan tenda putih pinggir jalan itu. Di tenda putih itu bertuliskan nama warung itu, 'Bubur Ayam Bu Maryam'. Tidak begitu ramai, mengingat hari ini bukan hari minggu dan sepertinya masih terlalu pagi untuk pengunjung datang. Terlihat dari suami Bu Maryam yang masih menyiapkan kursi dan meja-meja.

"Pagi, Bu Maryam! Tera is coming!" seperti biasanya, dia menyapa hangat semua orang. Hampir semua mahkluk hidup di sekitar komplek mungkin kenal dia. Tak perlu heran, bunga milik Bu Ajeng--tetanggaku-- saja ia sapa. "Pagi bunga cantikk!"

"Pagi, Tera, Rangga. Kok tumben esuk-esuk wis ning kene? Ora kuliah?" tanya Bu Maryam tanpa mengalihkan fokusnya dari panci berisi bubur panas.

"Mboten, Bu. Tera-nya ngajak mbolos nih," jawabku asal yang langsung dihadiahi tatapan marah dia.

"Enak aja kamu, Ngga. Hehehe, doakan ya, Bu. Besok Tera sudah berangkat ke Melbourne. Tera dapat beasiswa di sana," senyum manis Tera mengembang.

"Beasiswa sing wingi mbok critakke kuwi, Nduk?" ucap Bu Maryam seraya memberikan kami dua mangkuk bubur ayam.

"Inggih, Bu," jawab dia lalu menerima salah satu mangkuk itu, "Ngga, ambil ah! Jangan bengong terus," gerutunya karena aku tak kunjung menerima mangkuk itu darinya.

"Ya maaf, Ra," kilahku mengikuti langkahnya.

Kami duduk bersebelahan di trotoar beralaskan sepatu. Terdengar Bu Maryam berteriak untuk meminta kami duduk di kursi. Tapi begitulah aku dan Tera, sama-sama dua manusia yang keras kepala. Lagipula ini  kebiasaan kita sejak kecil.

Dia menoleh ke arahku kemudian menampilkan senyum manisnya, "Hehe, canda kok, Ngga. Kan ini hari terakhir kita, saya nggak akan merusak kali," jelasnya.

"Ya kan aku kira," jawabku dengan nada tak suka. Entah kenapa, aku kesal dengan ucapannya tentang hari terakhir.

"Kok masih cemberut sih?"

"Nggak kok."

"Rangga, kamu nggak lupa cita-cita saya kan?"

"Inget kok. Jadi psikolog—eh psikiater kan?"

Dia justru menggeleng. Membuatku bingung, ayolah dia kan ambil kuliah Psikologi dan beasiswanya di Melbourne juga seputar Psikologi. Jadi selama ini cita-citanya apa?

"Trus apaan sih, Ra?" desahku bingung.

Dia tertawa kemudian menyenderkan kepalanya di pundakku, "Cita-cita saya nggak cuma jadi Psikolog, Rey. Ada yang lebih penting...," dia  menggantungkan ucapannya.

"... Yaitu, bahagia-in sahabat saya sejak kecil yang sekarang sudah menjadi pacar saya. Jangan sedih ya, Ngga, besok saya kan pergi."

Saat itu aku sama sekali tidak mengerti maksud ucapannya dan  malah menanggapinya dengan bercanda, "Apaan sih kamu, Ra. Aku nggak bakal sedih kok kalo kamu tinggal. Kan ada telpon haha," candaku seraya membentuk jariku menyerupai telepon.

Dia hanya tersenyum tak menjawab.

=====

Dua Puluh Empat JamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang