BAGIAN 8

404 20 0
                                    

Pagi-pagi sekali, Rangga sudah berpamitan pada Nyi Gembur. Diajaknya Randini untuk pergi ke goa yang telah diceritakan semalam. Pandan Wangi tidak mau ketinggalan, karena memang harus ikut untuk menjaga keselamatan anak gadis pemilik kedai yang rumahnya dipakai untuk menginap semalam. Mereka tidak menunggang kuda, karena Randini bukan hanya gadis desa yang lugu, tapi juga tidak pernah menunggang kuda seumur hidupnya.
Semalam Rangga memang sudah menceritakan semua yang dialami di dalam hutan. Dan dia tahu, Nyi Sura belum mati. Tapi yang jelas Pendekar Rajawali Sakti mempunyai pendapat kalau kehidupan Nyi Sura ada di dalam goa, tempat terakhir kalinya ditemukan. Dia yakin, pasti ada di dalam goa itu. Maka Randini harus diajak untuk menunjukkan jalannya.
Namun begitu mereka sampai di perbatasan desa, Ki Marta sudah menanti bersama lima orang pembantunya. Laki-laki separo baya ini meminta Rangga agar mengizinkannya ikut. Dan Rangga sendiri tidak kuasa menolaknya. Kini, mereka berdelapan menuju dalam hutan. Hanya saja, jalan yang dilalui bukan jalan yang semalam dilalui Rangga. Randini tetap berjalan paling depan menjadi penunjuk jalan, didampingi Pandan Wangi. Sementara, Rangga berada di belakangnya bersama Ki Marta, diikuti lima orang pemuda pembantu laki-laki separo baya ini.
Tepat di saat matahari berada di atas kepala, mereka sampai di depan mulut goa yang cukup besar. Dan kelihatannya, memang cukup mengerikan. Bahkan banyak ular yang berkumpul di depan mulut goa ini, memperdengarkan suara mendesis mengerikan. Rangga kemudian meminta mereka semua, menyingkir menjauhi mulut goa itu. Kemudian, Pendekar Rajawali Sakti perlahan melangkah mendekati. Ayunan kakinya baru terhenti setelah berjarak tinggal sekitar tujuh langkah lagi di depan goa ini. Ketika Rangga berdiri tegak memandangi ular-ular itu, Randini mendekati Pandan Wangi.
"Dulu goa ini tidak banyak ularnya...," bisik Randini.
"Hm.... Kakang Rangga pasti bisa mengatasi," ujar Pandan Wangi, juga berbisik.
Dan apa yang dikatakan Pandan Wangi memang menjadi kenyataan. Tidak berapa lama kemudian, ular-ular itu terlihat bergerak pergi meninggalkan mulut goa ini. Sedangkan Rangga kelihatan tidak bertindak apa-apa. Pendekar Rajawali Sakti hanya berdiri mematung saja memandangi ular-ular yang kini semakin menghilang di telan semak belukar. Memang tidak ada seorang pun yang tahu, kecuali Pandan Wangi. Gadis itu tahu, Pendekar Rajawali Sakti memiliki sebuah ilmu aneh sehingga bisa berhubungan dengan ular-ular manapun di dunia ini. Semua ilmu itu didapatkan ketika Rangga bertemu sahabat gurunya, Satria Naga Emas.
"Heh...?! Bagaimana mungkin ular-ular itu bisa pergi...? Ilmu apa yang dipakai?" desis Ki Marta keheranan sendiri.
Sementara, Rangga sudah melangkah mendekati mulut goa itu. Tidak ada lagi seekor ular pun yang terlihat lagi. Sementara, mereka yang berada cukup jauh dari mulut goa itu terus memandangi dengan dada berdebar kencang. Semakin dekat Pendekar Rajawali Sakti ke mulut goa, semakin kencang jantung mereka berdetak. Namun belum juga Rangga masuk ke dalam goa itu, mendadak saja....
Slart!
"Hup!"
Secepat secercah cahaya merah meluruk deras dari dalam goa itu, secepat itu pula Rangga mengegoskan tubuhnya ke belakang. Sehingga, kilatan cahaya merah itu hanya lewat di samping tubuhnya. Namun belum juga Pendekar Rajawali Sakti bisa menarik tegak tubuhnya lagi, kembali terlihat satu serangan kilat dari beberapa buah benda berbentuk pisau kecil yang memancarkan cahaya keperakan.
"Hup! Yeaaah...!"
Terpaksa Rangga harus melenting ke udara, dan berputaran beberapa kali menghindari terjangan pisau-pisau kecil dari perak. Sementara mereka yang menyaksikan dari kejauhan, jadi kaget setengah mati, melihat Rangga diserang dari dalam goa. Hanya Pandan Wangi saja yang kelihatan tenang, karena tahu betul kemampuan Pendekar Rajawali Sakti. Sesulit apa pun bahaya yang menghadangnya, Rangga pasti bisa menghadapi dengan tenang.
Sementara itu, semakin banyak saja senjata kecil berhamburan keluar dari dalam goa, membuat Rangga tidak punya kesempatan sedikit pun untuk menjejakkan kakinya di tanah. Beberapa kali ujung jari tangan dan kakinya menotok benda-benda itu, kemudian kembali melesat ke udara dan berputaran dengan gerakan manis sekali.
"Dia perlu bantuan...," desis Ki Marta.
"Jangan, Ki!" sentak Pandan Wangi.
Tap!
Cepat sekali gadis yang dikenal berjuluk si Kipas Maut itu menangkap pergelangan tangan Ki Marta, dan mencekalnya erat-erat. Akibatnya, laki-laki separo baya itu jadi meringis, memandangi gadis cantik ini.
"Kakang Rangga tidak perlu bantuan. Lihat saja. Dia pasti bisa mengatasi semuanya," tandas Pandan Wangi sambil melepaskan cekalannya pada pergelangan tangan Ki Marta.
"Tapi, Nini...."
"Percayalah. Tidak akan terjadi apa-apa pada Kakang Rangga," kata Pandan Wangi meyakinkan.
Ki Marta tidak bisa lagi berkata-kata. Walaupun raut wajahnya memancarkan kecemasan, tapi tidak bisa membantah kata-kata Pandan Wangi. Dan memang kenyataannya, Rangga masih bisa mengatasi serangan-serangan itu, walaupun harus berjumpalitan di udara menghindarinya, tanpa dapat membalas sedikit pun.
"Hup! Hiyaaa ...!"
Tiba-tiba saja Rangga melenting tinggi-tinggi ke udara. Lalu secepat kilat, tubuhnya meluruk deras dengan kepala berada di bawah. Bagaikan seekor burung rajawali, kedua tangannya mengembang lebar ke samping. Dan saat itu juga....
"Aji Bayu Bajra! Yeaaa...!"
Wuk!
Secepat kedua tangan Pendekar Rajawali Sakti menyatu di depan wajahnya, seketika itu juga dari kedua telapak tangannya yang terbuka berhembus angin badai yang begitu keras menghantam mulut goa ini.
Glarrr!
Satu ledakan dahsyat seketika terjadi, membuat bumi bergetar hebat bagai diguncang gempa. Dan bersamaan begitu kedua kaki Pendekar Rajawali Sakti menjejak tanah, mulut goa itu hancur berkeping-keping. Akibatnya, debu dan bebatuan langsung berhamburan di sekitarnya. Rangga melompat mundur sejauh dua batang tombak, begitu dari dalam kepulan debu di mulut goa meluncur bayangan merah bagai kilat.
Wusss!
"Haiiit..!"
Cepat-cepat Rangga menarik tubuhnya ke kanan, begitu bayangan merah itu meluncur deras menerjang ke arahnya. Tapi di saat bayangan merah itu melewati tubuhnya, saat itu juga....
Plak!
"Akh...!"
"Kakang...!"
"Rangga...!"
Semua yang menyaksikan jadi terpekik, begitu melihat Rangga tahu-tahu terpental ke kanan sejauh dua batang tombak. Tubuh Pendekar Rajawali Sakti jatuh keras sekali ke tanah dan bergulingan beberapa kali.
Brak!
Sebatang pohon yang cukup besar seketika hancur terlanda tubuh pemuda ini. Namun bersamaan dengan hancurnya batang pohon itu, Rangga cepat sekali melesat bangkit. Dan tahu-tahu, Pendekar Rajawali Sakti sudah berdiri tegak di tanah.
Saat itu juga, bayangan merah yang tadi menerjangnya sudah berada sekitar satu batang tombak di depannya. Tampak kini di depannya telah berdiri seorang wanita muda bertubuh ramping dan padat terbungkus baju warna merah menyala. Rangga langsung yakin kalau wanita itu pernah juga bertarung dengannya. Dan dia tahu, di dalam tubuh wanita ini bersembunyi Nyi Sura.
"Kau pakai siapa lagi untuk menghadapiku, Nyi Sura...," desis Rangga, terdengar sangat dingin nada suaranya.
"Jangan banyak omong kau, Rangga. Kau harus mampus! Hih...!"
Slap!
"Hap!"
Manis sekali Rangga mengegoskan tubuhnya, tepat ketika Nyi Sura yang kini memakai tubuh gadis ini menghentakkan tangan kanannya. Seketika dari telapak tangan itu memercik kilatan api yang menyambar di samping tubuh Pendekar Rajawali Sakti.
"Hap! Yeaaah...!"
Rangga yang sudah tahu akan kedigdayaan lawannya, tidak ingin bermain-main lagi. Dengan kecepatan kilat, tubuhnya langsung melesat tinggi ke angkasa. Dan saat berada di atas kepala wanita itu, cepat tubuhnya menukik turun dengan kedua kaki berputaran mengarah ke kepala.
"Jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'...," desis Pandan Wangi yang terus menyaksikan, langsung mengenali.
"Yeaaah...!"
"Upts! Hiyaaa...!"
Sret!
Bet!
"Aikh...!"
Rangga jadi terkejut setengah mati, begitu tiba-tiba saja Nyi Sura mencabut ikat pinggang, dan langsung mengebutkannya di atas kepala. Cepat-cepat Rangga memutar tubuhnya. Langsung diberikannya satu pukulan keras ke arah dada, begitu tubuhnya terbalik dengan kepala berada di bawah.
"Hap!"
Namun tanpa diduga sama sekali, Nyi Sura memapak pukulan itu dengan menyilangkan tangan kiri di depan dada. Hingga....
Plak!
"Hap!"
Rangga melenting ke belakang dan berputaran beberapa kali begitu pukulannya mendarat di tangan wanita ini. Sedangkan Nyi Sura sendiri sempat terdorong dua langkah ke belakang. Dengan manis sekali, Rangga kembali menjejakkan kakinya di tanah.
"Hap!"
"Cabut pedangmu, Rangga! Hari ini kita mengadu nyawa!" dengus Nyi Sura dingin menantang.
"Hm...." Rangga sebenarnya masih enggan menggunakan Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang masih saja tersimpan dalam warangka di punggung. Tapi melihat ketangguhan perempuan ini, memang tidak ada pilihan lain lagi. Pedang pusakanya yang sampai saat ini belum ada yang bisa menandingi kesaktiannya harus digunakan.
Cring!
"Hah...?!"
Bukan hanya Nyi Sura yang terbeliak melihat pedang di tangan Pendekar Rajawali Sakti yang memancarkan cahaya biru menyilaukan mata. Tapi semua orang yang menyaksikan pertarungan itu jadi ternganga memandangnya. Sementara, Rangga sudah menyilangkan pedangnya di depan dada. Sedangkan telapak tangan kirinya sudah menempel pada bagian pangkal gagang pedang.
"Kau sudah membuatku muak, Nyi Sura. Aku tidak akan sungkan-sungkan lagi menghadapimu," kata Rangga dengan suara begitu dingin dan datar.
"Huh! Kau pikir aku takut melihat pedang bututmu, Pendekar Rajawali Sakti!" dengus Nyi Sura, menutupi rasa keterkejutannya.
"Bersiaplah, Nyi Sura. Kau yang menginginkan. Dan aku tidak akan mengecewakanmu," kata Rangga lagi, masih dengan suara dingin menggetarkan. Dengan pedang di tangan, Pendekar Rajawali Sakti bagaikan sosok malaikat maut yang sudah siap mencabut nyawa perempuan itu.
Sementara, Pandan Wangi segera meminta yang lainnya untuk menyingkir lebih jauh lagi. Dia tahu, saat ini Rangga akan mengeluarkan aji kesaktiannya yang paling dahsyat dan belum ada tandingannya pada saat ini. Si Kipas Maut tak ingin ada di antara mereka yang terkena ajian dahsyat Pendekar Rajawali Sakti.
"Hap!"
Saat itu, Nyi Sura sudah siap mengeluarkan ilmu kesaktian pamungkasnya. Sementara, perlahan-lahan Rangga mulai menggosok mata pedangnya dengan telapak tangan kiri. Dan saat itu juga, cahaya biru yang memancar dari pedang pusaka itu menggumpal, tepat ketika telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti berada di ujung senjatanya.
"Hiyaaa...!"
"Hap! Aji Cakra Buana Sukma! Yeaaah...!"
Tepat di saat Nyi Sura melompat sambil berteriak nyaring. Rangga menghentakkan ujung pedang yang tangkainya terpegang oleh kedua tangannya ke depan. Dan saat itu juga, dari ujung Pedang Rajawali Sakti memancar cahaya biru terang yang bergulung-gulung, menyambut tubuh perempuan yang mengenakan baju warna merah menyala ini.
Plas!
"Akh...!"
Bruk!
Nyi Sura langsung jatuh menghantam tanah, begitu tubuhnya terhantam cahaya biru yang memancar dari ujung Pedang Pendekar Rajawali Sakti. Dan begitu hendak melompat bangkit, Rangga sudah menekannya. Akibatnya, wanita itu menggeletak di tanah sambil menggelepar mengeluarkan desisan bagai ular.
"Hih!"
Hanya sekali sentak saja, tubuh Nyi Sura terangkat bangkit berdiri. Sementara, sinar biru yang memancar dari Pedang Pendekar Rajawali Sakti terus menggulung tubuhnya.
"Aaakh...!"
Nyi Sura terus menggeliat-geliat sambil berteriak, seakan-akan seluruh tubuhnya dihunjam ribuan jarum yang sangat menyakitkan. Dan semakin keras perempuan itu berusaha melepaskan belenggu cahaya biru ini, semakin deras pula tenaganya mengalir keluar, hingga tidak dapat lagi dikendalikan.
Saat itu, Rangga perlahan-lahan mulai melangkah maju mendekati. Sedangkan cahaya biru yang memancar dari ujung pedangnya semakin banyak menggumpal menggulung tubuh Nyi Sura. Tatapan mata Pendekar Rajawali Sakti demikian tajam, seakan tidak ingin melepaskan wanita yang sudah lama dikejarnya ini. Sekilas Rangga berpaling pada Pandan Wangi yang berada di antara orang-orang dari Desa Paranggada.
"Pandan! Cari Batu Mustika Merah miliknya di dalam goa!" teriak Rangga keras.
"Baik, Kakang!" sahut Pandan Wangi. "Hup!"
"Setan keparat! Jangan...!" teriak Nyi Sura terkejut "Hih! Aaakh...!"
Baru saja Nyi Sura hendak melepaskan-pukulan jarak jauhnya pada Pandan Wangi, Rangga sudah menekan kuat sekali. Akibatnya, wanita itu jadi terpekik dan kembali menggelepar di tanah. Dan Rangga sudah menghentakkan pedangnya lagi, sehingga wanita ini kembali berdiri di depannya.
Sementara itu, Pandan Wangi sudah lenyap di dalam goa. Tapi tidak berapa lama, gadis yang dikenal berjuluk si Kipas Maut itu sudah kembali lagi sambil membawa sebuah batu berwarna merah menyala yang memancarkan cahaya berkilauan begitu indah.
"Kakang, sudah kudapatkan!" seru Pandan Wangi memberi tahu.
"Hancurkan batu itu dengan pedangmu, Pandan!"
"Tidak! Jangaaan...! Akh!" teriak Nyi Sura.
Namun Pandan Wangi sudah mencabut Pedang Pusaka Naga Geni. Seketika pedang berwarna merah bagai terbakar itu langsung saja dihantamkan ke Batu Mustika Merah yang tadi diletakkan di tanah, sebelum mencabut pedangnya.
"Yeaaah...!" Pandan Wangi segera mengangkat pedangnya tinggi-tinggi dan siap dikebutkan. Dan....
Glarrr!
"Hih!"
Tepat pada saat terdengarnya ledakan dari Batu Mustika Merah yang hancur, saat itu juga Rangga mengangkat pedangnya ke atas kepala. Dan...
"Hiyaaa...!"
Cras!
Cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti mengebutkan pedangnya. Maka...
"Aaa...!" Jeritan panjang melengking tinggi seketika terdengar, bersamaan tergulingnya kepala Nyi Sura, begitu terbabat Pedang Pusaka Rajawali Sakti.
"Hup!"
Cring!
Sambil melompat ke belakang, Rangga memasukkan Pedang Pusaka Rajawali Sakti ke dalam warangka di punggung. Dan seketika itu juga, cahaya biru memancar menerangi tempat ini jadi lenyap tak terlihat lagi. Sementara, sekitar satu batang tombak di depannya telah menggeletak tubuh seorang wanita berbaju merah. Pendekar Rajawali Sakti berpaling, saat mendengar langkah-langkah kaki menghampirinya.
"Ayo, kita kembali ke Desa Paranggada," ajak Rangga.
Tidak ada seorang pun yang membuka suara mendengar ajakan Pendekar Rajawali Sakti. Tapi, mereka semua langsung saja melangkah mengikuti Rangga yang sudah lebih dulu berjalan didampingi Pandan Wangi.
"Kakang! Bagaimana kau tahu kalau Nyi Sura punya Batu Mustika Merah?" tanya Pandan Wangi.
"Setiap orang yang bisa melepaskan jiwa dari raganya, akan menyimpan jiwa yang sesungguhnya di dalam sebuah benda. Dan kebetulan saja, aku tahu kalau Nyi Sura selalu membawa-bawa Batu Mustika Merah. Aku jadi berpikir, mungkin di batu itu jiwa yang sesungguhnya disimpan," jelas Rangga.
"Aku sama sekali tidak memperhatikan, Kakang," ujar Pandan Wangi. Rangga hanya tersenyum saja. "Kakang, kenapa kita kembali ke Desa Paranggada? Mengapa tidak terus saja melanjutkan perjalan ini, Kakang?" tanya Pandan Wangi.
"Kau lupa pada kuda kita, Pandan...?"
"Oh...?!"
Lagi-lagi Rangga tersenyum. Sedangkan Pandan Wangi hanya tersipu saja. Entah kenapa, gadis itu jadi malu sendiri, karena tidak ingat kalau kuda mereka ditinggalkan di Desa Paranggada. Sudah tentu kuda-kuda itu harus diambil dulu, sebelum melanjutkan pengembaraan yang panjang dan tiada akhir ini.

***

TAMAT

102. Pendekar Rajawali Sakti : Pembunuh Berdarah DinginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang