Jembatan Kali code

7 1 0
                                    

"Duuh..." Aku mengaduh. Tanpa sengaja kakiku menabrak besi masjid.
"Makanya, jalan jangan sambil bengong. Mikirin apa sih?"
"Engga, yo."
"Magrib-Magrib tu jangan bengong. Awas kesambet." lagi-lagi ia bergurau.
"Hih, serem. Engga elah. Dah, yuk sholat dulu" Jawabku.
"Eh, sakit ga tapi?" ia memastikan aku tidak apa-apa. Mukanya sedikit serius ketika menanyakan hal itu.
Aku menggelengkan kepala. Ia pun menggangguk dan berjalan menuju tempat wudhu. Aku masih di serambi masjid, mencopot kedua sepatuku.

Sebenarnya, ada yang sedang kupikirkan sedari tadi. Bukan sesuatu yang penting, hanya mengingat-ingat kembali suatu kebiasaan lalu. Sebelum ia hadir dihidupku. Sebelum akhirnya kami sering menghabiskan waktu bersama.

***

Aku memandangi jalanan yang padat sore itu. Mencari ketenangan yang sebenarnya hampir nihil aku dapatkan disini. Sengaja aku duduk sendiri di samping jembatan berlatarkan pemandangan kali Code dan pemukiman yang ada di kanan kirinya. Ya, hampir setiap hari kusempatkan kemari setelah pulang kuliah dengan tujuan menikmati langit senja. Kuhabiskan soreku disini. Setidaknya itu bisa mengobati lelahku ditengah jadwal kuliah yang padat.

Tidak banyak yang kulakukan ketika menikmati langit senja dengan seorang diri saja. Hanya melihat kendaaran berlalu lalang serta aktivitas orang-orang di pemukiman. Bapak-bapak yang memancing, ibu-ibu yang sedang menyapu halaman, menyuapi anaknya, dan hingga orang-orang yang sedang jagongan santai. Potret kota disana terlihat harmonis. Tidak melulu individualis, layaknya klaim tentang masyarakat kota.  Batinku.

Sesekali aku membuat sketsa. Melukis ulang pemandangan kali code yang dihiasi oleh beberapa sampah yang tersangkut bebatuan. Terkadang hal itu mengganggu penglihatanku. Tapi mau bagaimana lagi, tidak dapat dipungkiri sampah kota menghiasi kali Code.

Hal yang menarik menurutku adalah ketika matahari sudah mulai bersembunyi dibalik bangunan gedung-gedung. Tampak jelas guratan warna oren yang kemudian menghasilkan bayang-bayang gedung tersebut. Dan kemudian lampu-lampu kota dan lampu kendaraan mulai nampak menyala. Suasanya yang nikmat untuk dihabiskan dengan melamun,  membayangkan banyak hal. Hanya seorang diri. Diriku saja.

Sendiri, tanpa orang lain.  Andai saja ada yang menemaniku, mungkin suasana tidak akan sesunyi ini. Orang-orang pemukiman pun pasti tidak akan heran lagi melihatku sendirian setiap hari disini. Dan mungkin, suasana akan lebih hangat dengan obrolan dan ditemani teh angkringan samping jembatan. Karna jika sendiri saja,  rasanya kurang nikmat. Ya,  itu semua jika aku tidak sendirian.

Lamunanku terbuyarkan oleh suara adzan magrib dari masjid yang tidak jauh dari tempatku berada.  Aku pun memutuskan untuk bergegas pulang.  Jalanan yang padat terkadang membuatku malas. Tapi bagaimanapun mau tidak mau aku harus pulang untuk melanjutkan aktivitas malamku dirumah. Jika tidak,  ibu akan mencariku. Esok,  akan kudatangi lagi tempat ini setelah pulang kuliah.  Begitupun seterusnya.

Sebuah Usaha Mencari SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang