-Kuasa Atas Perasaan-
Bangun. Aku terbangun dari tidur yang nyaman. Gelap. Masih malam. Tak ada yang bisa kulakukan. Kakiku tak bisa digerakkan. Lebih baik, aku kembali tidur. Menunggu fajar. Tidak. Seharusnya tidak begini. Bagaimana jika perempuan itu bagian dari mereka? Di mana aku berada sekarang? Aku harus pergi dari sini. Tapi, pergi kemana? Dan bagaimana aku akan pergi? Apa yang harus aku lakukan? Aku takut. Aku khawatir. Apa yang akan terjadi esok? Apakah semuanya akan baik-baik saja. Aku takut. Perlukah aku pergi dari sini? Perempuan itu tak kelihatan berbahaya. Meski pun Ia aneh. Aneh? Tak seharusnya aku berpikir demikian. Ia yang telah menolong ku. Benarkah aku ditolong?
Tak ada yang bisa aku lakukan. Aku terjaga. Entah berapa lama. Perempuan itu datang sambil membawakan ku makanan. Bubur dan susu. Ia menaruhnya di ujung ranjang ini. Dan mengambil nampan, piring, dan gelas yang ku gunakan kemarin. Dia menatap ku, dan menunduk.
"Apakah kau tak tidur?"
Aku tak menjawab pertanyaannya, aku hanya menatapnya. Memperhatikannya dari ujung kepala hingga kakinya. Was-was. Aku takut. Pikiran buruk menguasai ku. Perempuan itu tersenyum hangat.
"Tak apa. Kau pasti merasa takut. Makanlah. Akan kuambil kan pakaian."
Perempuan itu berbalik. Namun kembali lagi. Ia mendekatkan dirinya padaku. Dan berbisik. Lalu tertawa kecil.
"Tenang. Tak ada racun di makanan mu."
Konyol. Tentu saja. Jika ada, aku pasti sudah mati sekarang. Aku makan dengan lahap kemarin. Entahlah. Mungkin yang harus ku lakukan sekarang adalah makan. Tak ada rasa. Tapi ini bukan waktunya untuk berkomentar tentang rasa makanan bukan? Setidaknya ini jauh lebih layak daripada daun--daun itu.
Hening. Aku sudah menghabiskan makananku. Namun perempuan itu belum datang. Di sini hening. Tak ada suara. Aku tak bisa mendengar apa-apa selain suara nafasku sendiri. Terlalu hening. Dimana perempuan itu? Kenapa tak ada suara? Atau jangan-jangan perempuan itu tertangkap?
Aku menjatuhkan diriku dari atas ranjang. Aku khawatir. Aku mulai menyeret diriku. Perih. Jari-jariku terasa perih. Aku takut. Bagaimana jika perempuan itu ditangkap karena aku? Sebentar lagi aku sampai di pintu. Sampai pada akhirnya pintu itu terbuka. Rambut hitam. Perempuan itu datang.
"Astaga. Ivy, apa yang kau lakukan?"
Aku menghela napas lega. Syukurlah.
"Maaf. Aku pikir terjadi hal buruk."
Ia tertawa. Entahlah aku berpikir Ia aneh. Tertawa. Apakah itu respon yang tepat di saat seperti ini? Ia menaruh pakaian yang Ia bawa di ranjang tempat aku tidur. Lalu mengangkatku kembali ke ranjang. Tubuhku lumayan ringan. Mengingat aku sudah berlari berhari-hari dan hanya makan apa yang ada di sekelilingku. Ia berdiri tegak saat mengangkatku. Seolah aku bukan beban baginya.
"Ivy, kau mau baju yang mana? Maaf, hanya ini yang aku punya."
Aku mengambil rok dan kemeja yang ada.
"Terima kasih atas kebaikanmu, Nona"
Dia tertawa, apa yang lucu? Apa aku mengucapkan sesuatu yang salah?
"Nona? Apakah aku mengatakan sesuatu yang salah?"
"Tidak."
"Lantas mengapa Kau tertawa?"
"Hanya ingin? Mungkin?"
Dia aneh. Bukankah dia aneh? Atau aku yang aneh? Aku tak tahu. Menurutku dia aneh. Membiarkan orang asing masuk dan tinggal dirumahnya. Memberinya makanan. Tanpa bertanya apapun. Selain namaku. Apakah itu aneh? Apa orang-orang lain akan berlaku demikian?
"Namaku Coreene. Ivy, aku senang kau berada di sini."
Senang. Kenapa? Kenapa kau senang? Kau senang atas keberadaanku di sini? Apakah kau senang jika orang merepotkan mu? Terlebih lagi orang asing yang sedang sekarat, tak bisa melakukan apapun pula. Konyol. Bagaimana kau bisa senang? Aku sih tidak.
"Kenapa?"Aku bertanya. Bukan kah lebih baik bertanya daripada membayangkan jawabannya sendiri.
"Apanya?" Dia bertanya padaku.
"Kenapa kau senang?"
"Apakah merasa senang itu perlu sebuah alasan? Aku hanya merasakan senang. Aku tak mengaturnya. Bahwa aku harus merasa senang. Itu timbul dengan sendirinya. Aku rasa manusia tak punya kuasa atas perasaannya. Aku tak yakin. Mungkin karena kau orang yang datang pertama kali ke rumah ini setelah sekian lama. Tapi aku tak yakin itu alasan nya."
Dia kembali bertanya kepadaku. Apakah itu pertanyaan atau pernyataan? Apakah itu perlu dijawab? Aku tak tau harus menjawab apa.
"Senang bertemu denganmu?" Jawabku ragu-ragu.
"Tidak" Aku kembali menjawab dengan tegas.
"Kau tak senang bertemu denganku?" tanya nya polos.
"Bukan itu. Aku bukan senang bertemu dengan mu. Aku bersyukur bertemu denganmu. Terima kasih telah menolongku."
Jelasku tergesa-gesa aku takut Ia salah paham. Dia tertawa lagi. Mungkin, kali ini lebih wajar?
"Mungkin, alasanku senang kau berada di sini adalah kau sangat manis. Ivy. Manis sekali. Aku menyukainya."
Hahaha. Manis? Aku? Ini pertama kalinya seseorang menyebutku manis.
"Apakah kau mau mandi? Aku bercanda. Mandi akan sangat menyakitkan bagimu bukan? Mau ku bantu memakai pakaianmu?"
Aku mengangguk. Dia membantu berpakaian dengan hati-hati. Pergi. Ia pergi meninggalkanku setelah membantu ku berpakaian. Tanpa mengatakan sepatah kata pun. Kurasa Ia memiliki pekerjaan yang harus Ia lakukan. Aku tak tau.
Entahlah sudah berapa lama aku berada ditempat ini. Luka-luka sudah mulai sembuh. Kurasa aku sudah bisa berjalan. Selama ini, Coreene merawatku. Sampai detik ini pula, aku tak tahu apapun tentang Coreene. Ia hanya datang mengantarkanku makanan dan mengobati lukaku. Kadang Ia menanyakan keadaanku. Kadang ia pergi tanpa berkata apapun.
Pintunya terbuka. Coreene datang. Aku tersenyum. Ia membalas senyumanku. Senyuman hangat. Dia mungkin aneh. Tapi aku rasa Ia orang mempunyai senyuman paling cantik.
"Bagaimana keadaanmu?" Tanyanya sambil mengambil nampan makananku. Aku menghentikannya.
"Coreene. Aku bisa melakukannya sendiri. Aku rasa aku sudah baik-baik saja. Aku akan membantumu. Maaf, sudah merepotkanmu."
"Tidak." Jawabnya singkat. Aku tak bisa menggambarkan ekspresinya saat ini. Dia marah? Tapi kenapa? Apa aku melakukan kesalahan? Hening. Cukup lama. Karena aku tak berani menjawab Coreene. Sampai akhirnya Coreene bertanya kepadaku.
"Mau jalan-jalan? Kurasa kau bosan berada di kamar terus bukan?"
Dia tersenyum lagi. Entahlah aku mungkin sudah mulai terbiasa atas keanehan Coreene.
"Ya. Tolong."
Lalu Ia pergi membawa nampan makananku. Dan kembali lagi ke kamar ini. Membawakanku pakaian. Aku berganti pakaian. Coreene masih membantuku walau kubilang tak perlu.
"Apakah kau mau berkeliling rumah ini?"
"Ya." jawabku singkat. Tentu saja. Mungkin sudah sebulan atau lebih, aku berada di kamar itu. Tak tau aku berada di mana. Aku juga tak berani bertanya. Semua yang di sini aneh. Percayalah.//

KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful
Historical FictionTeruntuk kau, Dunia begitu indah. Keindahannya sangat membutakan. Jangan terpesona sehingga kau buta akan keindahannya. Buka matamu. Lihat lah baik-baik. Kubilang lihat lah baik-baik. Dunia yang kau tinggali sekarang. Apakah sesuai dengan yang ada d...