2 (Revisi)

28.1K 1.9K 18
                                    

"Papa". Sebuah panggilan menggema di ruang kerja Raymond. Siapa lagi jika bukan salah satu anaknya.

"Kenapa Sean?". Raymond memijat pangkal hidungnya merasa penat dengan pekerjaannya, ditambah lagi dengan masalah yang terjadi.

Pria kecil itu berusaha menaiki sebuah kursi yang lumayan tinggi, tepat berada dihadapan sang ayah.

"Aku ngga mau sekolah besok!"

Raymond mengernyit bingung, tidak biasanya Sean seperti ini. Anak itu selalu bersemangat jika ada hal yang berhubungan dengan sekolah, menurut anak laki-laki itu taman kanak-kanak adalah tempat dimana ia bisa menyalurkan segala ke ingin tahuannya. Sean memang anak yang pendiam, namun jika disekolah anak itu cukup aktif. Hal itu yang Raymond ketahui saat mengambil hasil kegiatan anak-anaknya di sekolah beberapa bulan lalu.

"Tumben ngga mau sekolah?, papa ngga akan larang kalau Sean emang ngga mau sekolah. Tapi setidaknya papa tahu alasan Sean ngga mau sekolah kenapa"

Tatapan Sean berubah sendu. Sudah beberapa hari ini Raymond tidak lagi melihat binar bahagia dimata putranya, ia sangat tahu mengapa hal itu bisa terjadi. Kembarannya lah yang menjadi alasannya.

Sejak kejadian di pusat perbelanjaan tiga hari yang lalu. Shannon lebih sering mengurung diri dikamar, anak itu menjadi sangat pendiam dari biasanya. Bahkan gadis kecil itu menolak untuk bersekolah, Raymond sudah kehabisan cara untuk membujuk Shannon. Anak itu memang terkenal keras kepala persis sepertinya.

Hal itu yang mempengaruhi perubahan sikap Sean akhir-akhir ini, anak itu menjadi sering melamun. Shannon juga menolak untuk tidur bersama dengan Sean, akhirnya Sean mengalah untuk tidur bersama ayahnya dan membiarkan kembarannya untuk menyendiri di kamar mereka.

"Shannon pasti mau sekolah lagi kalau Sean yang ajak".Ujar Raymond saat dirasa tak mendapatkan jawaban dari sang putra. Tentu ia tahu apa yang membuat anaknya itu bungkam.

"Coba aja kalau kemarin aku ngga marah sama Shannon, pasti Shannon ngga akan kayak gini"

Sean mengingat kejadian itu, dimana ia tak sengaja membentak kembarannya dengan mengatakan bahwa wanita yang Shannon temui di mall bukanlah ibunya. Tentu saja Shannon tidak terima dengan penuturan Sean, membuat gadis kecil itu menangis dan meninggalkan Sean yang mematung sadar akan kesalahannya.

"Papa boleh ngga kalau kita cari kakak itu?". Tanya Sean dengan raut wajah penuh keraguan. Awalnya Sean takut untuk menanyakan hal ini kepada sang ayah, namun ia tak ingin membuat Shannon berlama-lama untuk membecinya.

"Dia bukan siapa-siapa Sean, papa sudah bilang beberapa kali sama kamu dan Shannon. Jadi untuk apa kita cari dia". Nada bicara Raymond berubah tegas membuat nyali Sean ciut seketika.

"Papa masih banyak pekerjaan Sean, nanti kita bicara lagi jika pekerjaan papa sudah selesai"

Sean mengangguk sedih, ia sudah tak berani untuk berbicara lagi. Pria kecil itu memilih untuk meninggalkan ruangan kerja ayahnya.

Sepeninggal Sean, Raymond memutuskan untuk menghubungi salah satu anak buahnya untuk segera mengantarkan berkas tentang seseorang yang dimintanya dua hari yang lalu.

Rahang Raymond menegas tatkala matanya membaca rentetan kalimat pada kertas berisikan biodata orang tersebut, ia mengepalkan tangannya erat sebelum menghembuskan nafasnya perlahan.

"Maaf pak, barusan saya dapat kabar dari pihak rumah sakit tentang kondisi wanita itu yang kembali mengalami henti jantung dan dokter menyarankan untuk menghentikan pengobatan serta akan melepas semua alat medis jika bapak setuju". Ucapan sang sekretaris berhasil membuyarkan Raymond dalam keterdiamannya.

Young MommyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang