Langit cerah dengan udara yang tidak begitu menyengat, angin sepoi-sepoi terasa menyejukan, menggerak gerakan anak rambut yang menutupi seluruh dahi. Seperti healing, pemuda itu begitu menyukainya, menikmati setiap detik saat anging menerpa lembut wajahnya, ia tersenyum kemudian.
Wilayah di sini masih cukup asri, sejuk karena pepohonan yang rimbun mengelilingi area panti. Selain itu, halaman yang dihiasi bunga-bunga cantik hasil kerja anak anak panti juga menambah keindahanya, membuat bangunan sederhana ini enak di pandang, baik dari depan atau dari belakang, keduanya sama saja, mereka memang pintar merawatnya.
Duduk di bangku dipan, pemuda itu kembali menarik kedua sudut bibirnya, terkadang terkekeh kecil karena merasa lucu melihat tingkah anak anak yang tengah bermain di bawah. Ia menyaksikan dari atap bangunan, tempat favoritnya.
"Dalam hitungan ke sepuluh, yang paling terakhir mandi, harus bantu cuci piring!!"
Bahkan yeri saja belum mulai berhitung, tapi anak anak itu sudah mulai terbirit birit masuk kedalam. Seperti balapan, mereka tergesa mengambil handuk dikamar mereka masing masing, kemudian segera ke belakang untuk mandi. Disini hanya terdapat dua kamar mandi, untuk perempuan dan laki-laki. Dan seperti biasa, anak anak selalu mandi dua orang bersamaan, untuk memperhemat waktu, terkadang anak laki laki bisa lebih dari dua orang, tentu saja sekaligus untuk bersenang senang.
Pemuda yang belum genap 18 tahun itu lagi lagi hanya terkekeh dengan kepala yang menggeleng gemas. Ia belum berniat untuk turun, masih betah disana menunggu matahari yang sebentar lagi menghilang dibalik pegunungan, sekalian berpamitan pikirnya.
Besok ia tak bisa melakukan hal ini, ia harus segera berangkat ke ibukota untuk meneruskan pendidikannya, rasanya berat meninggalkan ibu dan teman temannya disini, namun ia cukup sadar diri untuk tidak terus merepotkan ibu, menerima beasiswa itu sadikitnya bisa mengurangi beban ibu.
"Hyung"
Sanyumnya masih bertahan saat kepalanya menoleh kesumber suara, semakin lebar kala salah satu adiknya menghampiri lalu duduk disampingnya dengan senyum yang sama lebarnya. Ah, anak itu selalu ceria seperti biasa.
"Aku nyariin, tapi bodohnya aku sampai lupa nyari ke atas" ujar yang lebih muda, bibirnya mengerucut lucu. Bertingkah manja juga kebiasaannya
"Lee Eunsang bodoh seperti biasa" ucap yang lebih tua, kemudian tergelak karena ucapannya berhasil membuat eunsang merengut.
"Hyung" rengekan eunsang berhasil membuat jaemin semakin tergelak
"Oke oke, maaf... Jadi? Kenapa em?" Tanya jaemin meski masih ada sedikit sisa tawanya
"Kapan hyung berangkat?"
"Besok, jadi ikut?" Tanya jaemin balik, yang lebih muda mengangguk semangat.
"Sama hendery hyung kan?" Kali ini giliran jaemin yang mengangguk, tangannya terangkat merangkul eunsang, mungkin anak inilah yang akan paling ia rindukan nanti. Candaannya, suara tawanya, atau juga rengekannya, semuanya.
"Satu kamar tanpa hyung?" Ucap jaemin sedikit menggodanya.
"Diam, pokonya liat aja, aku bakalan nyusul. Apaan kalah dari hyung? Gak akanlah"
"Ck, buktiin jangan ngomong doang"
"Ish, udahlah nanti di usahain, hyung gak perlu khawatir. Sekarang fokus aja sama urusan hyung di sana, pokonya hati hati, katanya disana banyak orang jahat loh hyung"
Jaemin kembali tertawa, mencubit pipi eunsang dengan gemas kemudian menciumnya sekali, sontak saja membuat eunsang menjerit karena geli sendiri, sementara jaemin kembali tergelak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lost In Time | NaJaeMin ✔️
Fiksi Penggemar[End] Judul sebelumnya 'My Page' Jaemin tidak pernah menduga semuanya akan terjadi. Awalnya ia sudah pasrah dengan hidupnya, menerima bahwa dirinya hanya memiliki diri sendiri dan teman teman di panti. Namun siapa yang akan mengira bahwa tuhan masih...