Dua

4.4K 317 15
                                    

"DR. GIBRAN!" Seorang perawat senior memanggil Gibran yang baru saja selesai melakukan visit para pasiennya.

"Ya?" Dr. Gibran berbalik.

"Dr. Gilang meminta Anda untuk ke ruangannya." Ucap perawat senior yang usianya sekitaran empat puluh tahun itu.

Gibran menganggukkan kepala sebagai respon dan berbalik arah untuk menuju ke ruangan direktur rumah sakitnya. Gibran mengetuk pintu dan setelah mendapatkan respon dari atasannya, dia melangkah masuk.

Ternyata, bukan hanya dirinya saja yang menjadi tamu sang direktur, melainkan di dalam sudah ada seorang wanita muda berparas cantik yang kini turut menoleh ke arahnya. Senyumnya yang lembut tampak menunjukkan sisi ramahnya dan mempercantik penampilannya yang tertutup hijab panjang.

Dalam hati Gibran memuji kecantikan wanita itu dan berharap wanita seperti itulah yang akan menjadi suatu saat nanti. Cantik, lembut dan ayu.

"Anda memanggil saya, Dok?" Tanya Gibran sopan.

"Iya." Jawab pria berusia pertengahan empat puluhan itu. "Dokter Gibran, sebelumnya perkenalkan istri saya. Syaquilla."

"Sore Bu." Sapa Gibran dengan sebuah anggukan.

"Silahkan duduk." Dr. Gilang mempersilahkan Gibran duduk di sofa panjang yang ada di ruangan itu. Beliau yang tadinya duduk di kursi belakang meja pun bangkit dan berjalan menuju sofa single yang ada di ruangan itu. "Langsung saja ke permasalahannya." Ucap Dokter Gilang yang dijawab anggukkan Gibran. "Seperti yang Dokter tahu, rumah sakit kita ini bernaung di bawah yayasan yang setiap bulannya rutin melakukan kontrol terhadap anak-anak panti yang berada di bawah naungan yayasan yang sama." Gibran kembali menganggukkan kepala, tahu kemana arah pembicaraan ini berlangsung.

"Bulan ini, seharusnya saya dan keponakan saya bertugas untuk memeriksa kondisi kesehatan anak-anak. Namun karena saya memiliki jadwal yang tidak bisa diwakilkan dan keponakan saya—yang biasa membantu saya—tidak bisa hadir karena sedang melakukan riset, maka saya berniat meminta bantuan dari Anda.

"Itu pun kalau kami tidak mengganggu hari libur Anda." Tambah dokter Gilang cepat.

"Memangnya kapan kegiatannya, Dok?" Gibran balik bertanya.

"Hari sabtu dan minggu ini. Kebetulan saya mencari jadwal dokter yang kosong, dan hanya dokter yang bebas piket di akhir pekan ini."

Sebenarnya Gibran memiliki janji dengan ibunya akhir pekan ini, dan ibunya jelas tidak mau ada penolakan sebab wanita yang sudah melahirkannya itu sudah membuat janji kencan buta untuk Gibran dan putri salah satu temannya—yang jelas sangat tidak Gibran inginkan.

Dan mengingat ini merupakan sebuah perintah—tak langsung—dari atasannya, Gibran bisa menjadikannya sebagai alasan untuk tidak hadir dalam pertemuan tersebut. Thanks to Dr. Gilang. Syukurnya dalam hati.

"Tentu saja, Dokter. Dengan senang hati saya bersedia melakukannya." Ucapnya dengan lebih antusias daripada seharusnya.

Dan setelah sedikit berbasa basi mengenai waktu dan apa saja yang harus ia kerjakan nanti. Gibran pamit undur diri.

Memang kalau jodoh tidak akan lari kemana. Sekembalinya ia ke ruangannya, ia mendapati pesan dari ibunya yang menanyakan tentang pertemuan yang harus Gibran hadiri di akhir pekan itu. Dengan senyum lebar di wajahnya, Gibran mengumumkan kalau dia tidak bisa hadir karena ada tugas mulia yang rumah sakit ingin ia lakukan. Sebagai sesama dokter, tentu saja ibunya tidak akan bisa melarangnya dan itu membuat hari Gibran lebih ceria setelahnya.

Sabtu yang dimaksud pun datang. Gibran sudah bersiap dengan semua peralatan yang sekiranya akan di perlukannya. Ini memang bukan pertama kalinya Gibran melakukan kegiatan amal. Tapi ini untuk pertama kalinya dia berhubungan langsung dengan keluarga direktur rumah sakit tempatnya bekerja.

My Doctor, My Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang