Dimulai

8 1 0
                                    

"kandungannya sehat pak, ibu nya juga sehat", bidan itu tersenyum

"menurut perhitungan sekitar dua minggu calon bayi akan lahir." Lanjut nya.

Senyum sepasang suami istri ini merekah. Kebahagiaan tengah menyelimuti keluarga mereka. Tak henti-hentinya ungkapan syukur sang suami ucapkan kepada Yang Maha Kuasa. Begitu pun istrinya. Sepasang suami istri itu tinggal di perkampungan kecil pinggir kota. Di rumah sederhana, suami istri itu melangsungkan hidupnya. Sang suami bekerja sebagai mandor. Beberapa bulan lalu pangkatnya dinaikkan. Bukan tanpa alasan, kerja sang suami sangat baik. Banyak pendapatnya yang disetujui atasan-atasannya. Akhirnya atasannya mengangkatnya menjadi mandor dalam beberapa proyek yang dimilikinya.

Sang suami bersyukur akan hal itu. Istrinya dirumah biasa membuat beberapa kue yang kemudian dititip di warung-warung. Suaminya sudah melarang, tapi sang istri bersikeras tak mau mengikuti. Padahal perutnya kian membesar oleh cabang bayi mereka. Bosan memberitahu istrinya, suami mengizinkan dengan satu syarat. Jika sudah memasuki bulan ke 9 tidak boleh membuat kue lagi. Khawatir akan keselamatan ibu dan cabang bayinya. Istrinya menuruti hal tersebut.

Entah sudah malam keberapa, suami istri tersebut menanti nanti. Cemas. Semua terasa campur aduk. Bahagia, khawatir, takut. Dan waktu yang dinanti-nantikan pun tiba.

Malam itu langit sedang berbahagia. Bulan menampakan dirinya tanpa malu malu. Diajaknya juga para bintang yang menghiasi langit. Awan mendung yang selalu menyelimuti tidak kelihatan, mungkin memberi waktu kepada manusia untuk sedikit tersenyum saat semua beban telah ditampung oleh mereka.

Malam itu seakan semesta menyambut. Seakan semesta sedang menari-nari diatas sana. Tidak sabaran menunggu salah satu anak makhluk bumi yang lahir. Dan malam itu waktunya.

Sang istri mulai mengaduh kesakitan. Semua perlengkapan sudah di siapkan. Sepasang suami istri itu pergi ke bidan. Sudah tau apa yang ditunggu-tunggu akan segera datang. Di luar ruangan bersalin, sang suami menunggu. Berdoa pada Tuhan agar dilancarkan segalanya. Di dalam istri terus menjerit kesakitan. Mempertaruhkan semua yang ia punya. Bahkan nyawanya sekalipun.

Harapan itu selalu ada. Perjuangan itu belum selesai. Bayinya lahir dengan selamat. Haru bahagia memenuhi ruangan bersalin itu. Lelah,sakit,ketakutan semua terbayar lunas. Bayi laki laki itu menangis. Orang tua nya juga ikut menangis. Terahu, bersyukur karena Tuhan percaya menitipkan anak itu pada mereka.

"pak.." panggilan itu diucapkan dengan lemah lembut.

"kenapa ma?"

"anak kita mau dinamakan apa?"

"bapak mau kasih nama Raga," "bapak ingin Raga tumbuh besar bisa membahagiakan orang disekitarnya. Sama seperti dia lahir, semesta ikut tersenyum bahagia."


***

Raga genap berumur 16. Dengan semua yang telah ia lewati, ia tumbuh menjadi sosok Raga yang kuat. Raga yang selalu berusaha membahagiakan orang sekelilingnya seperti pesan bapak saat itu. Tahun pertama menginjak kaki di sekolah menengah atas. Salah satu SMA favorit yang ada di ibu kota. Kakek mendaftarkannya disana. Raga tinggal bersama kakeknya. Di kawasan perumahan elite di ibu kota. Kakeknya termasuk salah satu orang penting di Indonesia, bahkan di lintas Asia tenggara. Bisnis nya meraksasa hingga penjuru dunia. Kakeknya masih terlihat segar. Bagi kaum hawa, bias dipastikan mereka akan mengira kakek masih berumur 40, padahal realitanya kakek sudah masuk kepala 5.

Hari ini hari pertama memasuki masa putih abu abu. Raga diantar kakek ke sekolahnya. Dia tidak mengikuti MOS atau Masa Orientasi Siswa seperti pada umumnya karena dia terbilang anak baru di sekolah itu. Raga masuk setelah 3 bulan tahun ajaran baru.

Dark SideWhere stories live. Discover now