Tiga Puluh Satu

5.4K 618 174
                                    

"Jangan dipikirin," Gio menarik kembali handphone-nya yang tadi dipelototi oleh Michael. Gio khawatir lama kelamaan benda itu akan dilempar ke dinding jika Michael sampai benar-benar murka.

"Nggak," kata Michael sinis.

"Baguslah," Gio mengantongi handphone miliknya dan mulai makan siang. Kali ini Nira mencoba memasak bekal untuk Gio setelah sebelumnya Nira merasa belum percaya diri untuk memasak bagi orang lain. Padahal, Gio pikir, enak atau tidak enak pun Gio akan tetap menghargai dan memakan masakan istrinya sendiri.

Saat Gio mulai memakan bekalnya, Michael masih cemberut, melipat kedua tangannya, dan memandang ke kejauhan. Makanannya belum disentuh sama sekali.

Barusan Nira menelepon Gio dan mereka tiba-tiba membahas soal hubungan Marshella dan Gavin. Gio bermaksud untuk mendengarkan saja cerita Nira tentang Marshella yang akhirnya menyatakan perasaan pada Gavin dan Gavin juga membalasnya. Tapi saat Michael mendengar nama Marshella disebut, malah Michael yang mengambil alih pembicaraan dengan Nira. Sepertinya Nira akhirnya menceritakan semua yang dia tahu.

Karena itulah wajah Michael penuh lipatan seperti sekarang.

"Mik, makan nih. Perlu gue suapin?" Gio mengambil sendok dari piring Michael.

"Apaan sih lo, Gi," Michael menarik sendok dari tangan Gio dan mulai makan. Meskipun mulutnya mengunyah, tatapannya tidak fokus pada makanannya.

"Belum resmi juga mereka jadian," pancing Gio.

"Cuma tinggal masalah waktu," bantah Michael sinis.

"Yang sama-sama suka gak berarti harus jadian. Bisa jadi bukan jodoh."

"Jodoh cuma Allah yang tahu."

"Nah itu."

"Nah itu apaan?"

"Karena cuma Allah yang tahu, jadi ya bisa jadi Gavin gak nikah sama Marshella."

"Dan lo bilang itu buat menghibur gue?"

Gio tertawa. "Nggak juga sih. Tapi gue males aja deket-deket cowok suram begini."

"Sialan," Michael mempercepat makannya hingga habis dalam waktu kurang dari 10 menit. "Gue balik ke atas duluan. Belom shalat dan gue ada meeting jam 1."

"Dah, Mik," Gio dengan santainya melambai pada Michael. Begitu Michael meninggalkan food court, cengiran di wajah Gio lenyap.

Gio dan Michael memang baru saling mengenal di bangku kuliah. Tapi sejak itu cukup menjadikan mereka sangat dekat. Michael adalah pendukung utama Gio sejak dia pergi merantau (selain keluarganya). Michael yang mengenalkan Gio kehidupan di Jakarta. Michael juga yang mengingatkan Gio batasan kenakalan yang bisa dilakukan oleh mereka. Michael banyak membantunya di pelajaran sehingga saat lulus, IPK mereka berbeda tipis. Michael juga rela membantu Gio saat dia harus berusaha dengan Nira. Siapa sangka ternyata wanita yang mereka cintai juga adalah teman dekat?

Jadi seharusnya ini saatnya Gio membantu Michael.

Gio menghela napas lalu menyuapkan suapan terakhir. Gio merapikan tempat bekalnya kemudian memandang ke kanan ke kiri. Di sekitarnya ramai dan beberapa melambaikan tangan padanya tapi saat ini tidak ada yang menghampirinya. Bagus lah, Gio butuh berpikir.

Kalau dari cerita istrinya tadi, Marshella dan Gavin tidak mendeklarasikan hubungan mereka sebagai seorang pasangan, entah pacar, entah calon suami istri. Kalau begitu, mereka masih sebagai sahabat yang mengakui perasaan terhadap satu sama lain.

"Ah tapi kan..." Gio menggumam sendiri lalu memegang keningnya. "Mereka gak punya hambatan lagi juga..."

Gavin sudah putus dengan Eliza. Dengan drama putus yang seperti itu, mustahil Gavin akan kembali kepada Eliza. Marshella juga sudah putus dengan Michael, tapi... entah kenapa Gio merasa putusnya hubungan mereka ini masih memiliki celah. Celah ini yang bisa Gio manfaatkan demi sahabatnya.

Kilatan Kisah Kita - END (CETAK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang