Prolog

82 11 6
                                    

Langit seakan mengerti dengan semua yang terjadi. Awan mendung menyelimuti langit di sore ini, angin bertiup kencang seakan menjadi saksi dari kelimut hati. Aku bingung, mana yang terbaik yang harus aku pilih. Kala semua tak sesuai dengan harapan.

" Disini saja ya Na, temani ibuk" bujuk ibuk padaku. Entah sudah berapa kali ibu berkata seperti ini. Berusaha untuk mencegah ku agar tidak pergi untuk melanjutkan studi ku ke pulau seberang.

Setelah pengumuman kelulusan, aku mencoba mencari beberapa beasiswa yang bisa diajukan ke universitas yang kutuju. Dan kemarin, surat bahwa aku di terima untuk mendapatkan beasiswa itu, sampai ke rumah.

"Tapi Buk, Nana pengen kuliah, Nana ingin menjadi perempuan cerdas, dan Nana juga ingin mengenal dunia lebih luas" kata ku seraya tersedu-sedu, agar ibuk luluh, dan mengizinkanku.

Ibuk diam. Dan setelah beberapa saat, ibuk memecah kecanggungan diantara kami dan berkata

"Kalau kamu pergi, Ibuk siapa yang menemani, anak ibuk cuma kamu dan abangmu, gak mungkin ibuk terus meminta abangmu untuk menemani ibuk , abangmu kan sudah punya keluarga, ibuk gak enak sama Suraya, kamu gak kasihan sama ibuk?"

Jika ibuk sudah berkata seperti ini aku hanya bisa diam.Tak tau mau membujuk dengan cara apalagi.

Sayup-sayup suara kumandang adzan maghrib dari surau kampung ini pun terdengar.

Ibuk kemudian beranjak, dan keluar dari kamarku. Ibuk mau shalat maghrib, menyisakan aku dan kesunyian di kamar ini, jika keadaan nya sudah seperti ini, kekesalan itu pun kembali lagi. Kesal dengan lelaki yang telah meninggalkan kami, dan tak pernah kembali lagi.

Tersadar dari kekesalanku,aku pun bergegas mengambil wudhu untuk menunaikan shalat. Mengingat waktu shalat maghrib sangat singkat. Tidak seperti waktu shalat yang lain.

Di atas lantai kayu, ku gelar sajadah, menunaikan shalat 3 raka'at ini. Setelah shalat, aku berdo'a kepada Allah agar melembutkan hati ibuk untuk mengizinkanku pergi melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Sayup-sayup suara ibuk mengaji terdengar di antara ributnya suara gesekan angin dengan seng dan rintik air hujan. Aku gak salah dengar, ibuk menangis dalam lantunan ayat suci al-qur'an yang dibacakannya. Hatiku jadi bimbang.
Aku memang sudah menebak situasi ini akan terjadi, sejak musim jalur-jalur masuk universitas mulai berdatangan.

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Assalamu'alaikum teman-teman. Ini cerita pertama citra, citra harap teman-teman menyukainya. Citra sangat sangat butuh komentar dari teman-teman sekalian, supaya citra tau kekurangan dari cerita citra. Jangan lupa vote ya teman-teman 😊

RenjanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang