Fajar POV
Tidak biasanya ibuk sakit begini. Biasanya jika ibuk sakit, ibuk tetap mengerjakan hal-hal kecil dirumah, tidak dikamar saja. Pasti ada sesuatu yang menjadi beban pikiran ibuk.
"Assalamu'alaikum Buk" Salamku sambil mengetuk pintu kamar ibuk. Ibuk gak suka ada yang masuk kamar tanpa izin.
Walaupun kami anaknya, tetap saja harus ada tata krama pada orang tua. Begitu kata ibuk dulu ketika aku diam diam masuk kamar ibuk untuk mengambil peci ayah dari kamar, waktu itu aku masih kecil sekali, nggak ingat berapa usia ku saat itu.
"Wa'alaikumussalam, Fajar? masuk saja,pintunya dak ibuk kunci" saut ibu mengizinkan. Suara ibu sangat parau, khas orang lagi batuk.
Aku masuk ke kamar ibuk, kuliat ibuk lagi bergelung sarung, kami gak punya selimut yang bagus untuk tidur. Kasihan ibuk, ibuk terlihat sangat kelelahan. Kudekati ibuk, dan duduk di samping ibuk, di tepian ranjang.
"Ibuk kenapa? Ibuk kecapekan ya? Ibuk jangan capek-capek, kerjanya jangan di porsir, Nana kan udah libur, ajak dia ke kebun, biar ibuk gak terlalu capek, jangan semuanya di kerjakan sendiri" kataku khawatir.
Selain menjadi guru mengaji saat malam hari, ibuk juga berkebun di tanah warisan mendiang kakek, di kebun ibuk menanam berbagai sayur dan buah-buahan. Setiap menjelang subuh, setelah melaksanakan qiyamul lail ibuk pergi ke pasar yang ada di kota untuk menjual hasil panen sayur.
Begitulah ibuk, saat orang lain masih lelap dalam tidurnya, ibuk memulai aktivitasnya mencari nafkah. Padahal jarak antara rumah ke pasar, harus melalui jalan raya dulu, dan itu perlu jalan dulu ke depan, supaya bisa menghambat pick up yang bisa mengantar ibuk.
Sesudah aku bekerja, aku melarang ibuk untuk bekerja, biar aku saja yang menjadi tulang punggung, walaupun hanya mengandalkan ijazah SMA, namun gaji yang kudapat dari kerja di pabrik pengolahan minyak ikan, cukup untuk membuat dapur berasap kembali, tapi ibuk selalu menolak. Alasannya karena aku sudah menikah dan punya tanggung jawab sendiri.
"Ibuk gak papa, ini hanya sakit karna Ibuk sudah tua Jar" kata ibuk masih dengan suara parau.
"Tapi Buk,.." ibuk memotong kata-kataku.
"Sudah-sudah, kamu ini sudah menikah, tapi tetap saja cerewetnya gak berubah, ibuk gak papa"
"Aku cerewet kan karena aku sayang sama ibuk, cuma ibuk orang tuaku, ibuk kalau ada yang dipikirkan, cerita lah ke Fajar, biar Fajar bisa bantu buk" kataku.
Kemudian ibuk diam, memandangku seperti ingin memberi tau sesuatu yang sudah lama dipendamnya.
"Nana, dia mau kuliah,dia dapat beasiswa, dia mau kuliah ke Jawa katanya, dia mau ninggalin ibuk, dia sepertinya sudah tidak menyayangi ibuk lagi" kata ibuk sedih.
Aku sudah menduga, sepertinya Nana ingin mewujudkan mimpi-mimpinya. Tapi ibuk tidak ingin kesepian. Sepertinya aku juga harus membujuk ibuk.
"Biarlah Buk Nana pergi, dia kan pergi bukan untuk main-main, dia ingin kuliah, itu niat yang bagus Buk" kataku.
"Kamu sama saja dengan Nana, sepertinya tidak ada lagi yang menyayangi ibuk" kata ibuk kemudian berbalik badan membelakangi ku. Sepertinya mode manja ibuk kembali lagi.
"Bukan tidak menyayangi lagi Buk, tapi Nana kan udah besar, dia sudah bisa menentukan pilihannya sendiri, disini kan ada Fajar sama Suraya yang menemani ibuk, kalau ibuk mau, Ibuk tinggal dirumah kami saja, Suraya juga lagi hamil, dia katanya kesepian kalau aku pergi kerja, nanti ibuk ada temannya kalau dirumah Fajar" kataku membujuk ibuk.
"Biarlah Nana melanjutkan pendidikannya buk, memangnya ibuk tidak ingin ada anaknya yang pakai toga, dia ingin merubah kehidupan Buk" tambahku meyakinkan ibuk.
Tapi ibuk tetap saja membelakangiku, seperti nya ibuk menangis, kulihat punggung ibuk bergetar.
"Buk... " kataku seraya mengelus bahu ibuk.
Akhirnya ibuk berbalik badan. "Gitu ya? " tanya ibuk sambil sesenggukan.
Aku tersenyum dan menjawab "Iya buk"
Kemudian aku dan ibuk kembali diam. Suasana menjadi canggung kembali.
"Oh, iya Buk, tadi sebelum kesini, aku beli soto ayam yang di jalan empat,Ibuk kan suka sekali soto ayam yang ini, makan dulu ya, pasti Ibuk belum sarapan" kataku memecah kecanggungan yang sempat tercipta.
"Kamu tau saja membujuk Ibuk" kata ibuk sambil tersenyum.
"Yaudah buk, aku mau ke dapur, mau ngambil piring, sekalian manggil si Nana untuk makan juga" kataku.
Ibuk hanya mengangguk. Kemudian aku beranjak, dan keluar dari kamar ibuk.Ketika keluar kamar, aku melihat Nana lagi nengkreng di depan pintu, sepertinya dia menguping pembicaraan ku dengan Ibuk.
"Jangan dibiasain Na" kataku mengejutkannya.
"Astaghfirullah Bang, buat terkejut aja" kata Nana terkejut dengan suara yang dikecilkan.
Aku hanya menggelengkan kepala melihat tingkah adik kecilku ini.
"Bang, makasih ya" kata Nana."Makasih untuk apa,abang gak melakukan apa-apa" kataku.
"Abang udah bantu aku bujukin ibu, supaya mengizinkan aku kuliah ke Jawa"
"Iya sama-sama,abangkan melakukannya untuk kebaikan kita semua, ngomong-ngomong kamu kuliah di Jawa, dimananya? "
"Bandung Bang, Jawa Barat, di Universitas Padjajaran" kata Nana.
"Wah, keren tuh Na,semangat ya belajarnya, jangan pernah menyerah untuk meraih mimpi yang sudah kamu rancang, kalo kamu nanti ada perlu, minta sama abang aja, abang usahain bantu kamu" kataku seraya mengelus bahu Nana menguatkannya.
"Iya bang,makasih ya, aku bersyukur sekali punya abang seperti Bang Fajar" kata Nana tersenyum kemudian memelukku.
"Sama-sama Na, itu udah menjadi tanggung jawab abang sebagai anak tertua" kataku.
*****
Nana POV
Aku menutup Al-qur'an ku dan menciumnya. Menenangkan. Sudah menjadi kebiasaanku sehabis maghrib langsung mengaji. Supaya rumah ini menjadi lebih tenang jika setiap harinya dibacakan ayat suci al-qur'an.
Setelah percakapan ku tadi pagi dengan Bang Fajar, ibuk hanya beberapa kali keluar kamar. Sepertinya ibuk membutuhkan waktu sendiri untuk memikirkan masalah ku yang ingin kuliah ke Jawa.
"Na.. " kata ibuk sambil mengetuk pintu kamarku. Aku jadi gugup, sepertinya ibu mau membahas soal itu. Aku kemudian melepas mukenahku dan segera membuka pintu kamar.
"Iya buk" kata ku sambil membuka pintu.
"Ibuk boleh masuk? " kata ibuk meminta izin. Ibuk masih memakai mukenanya, sangat teduh. Di usia ibu yang sudah tua, aura kecantikan ibuk masih terpancar, walau wajah ibuk sudah berkerut.
Aku hanya mengangguk sebagai tanda jawaban setuju. Lidah ku terasa kelu kalau lagi situasi begini.
Kecanggungan terasa sekali di kamar ini. Ibuk masih belum juga berbicara. Dari tadi ibuk melihatku kemudian menghela nafas. Sudah tiga kali ibuk begitu. Aku jadi greget sendiri. Ya ampun. Aku gak sabar. Ibu ngizinin apa enggak ya.
"Buk.. " kataku memecah situasi ini.
🌸🌸🌸🌸🌸
Hay hay teman teman, assalamu'alaikum ,kira kira ibuknya Nana ngizinin gak ya????? Jika ada kesalahan dalam penulisan, tolong komentar ya teman-teman. Jangan lupa beri bintang yaaaa. Terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana
SpiritualKetika ikhtiar telah terasa sudah terlalu payah, serahkan semuanya kepada Sang pemilik raga. Jangan merasa lemah, karna manusia diciptakan dengan kesempurnaan, bukan dengan sembarangan. Begitulah dengan Renjana, mencoba bersyukur atas semua...