Prolog

21 1 0
                                    




Dua puluh tiga tahun ia hidup, Hasya tak pernah seemosional ini. Semua bercampur aduk. Rasa yang selama ini ia rasakan, tumpah dalam satu hari.

Hari ini adalah harinya. Mengenakan baju serba hitam dengan hiasan yang minim, lalu toga yang melekat indah dikepalanya.

Dan ketika dosen paruh baya itu merubah posisi benang kuning itu, Hasya menitikkan air matanya.

Empat tahun, ia menjalani kehidupan perkuliahan selama itu. Semua yang ada, seperti kebahagian, kesedihan, kekecewaan, kemarahan, kejengkelan, dan lain sebagainya selalu menemani.

Jika ini adalah empat tahun yang lalu, maka ia akan melompat kegirangan karena mendapat gelar siswi dengan nilai tertinggi.

Namun itu jika empat tahun yang lalu. Sekarang ia hanya melangkah anggun ketika menuruni podium bersamaan dengan mahasiswa lainnya yang mendapat gelar sama akan dirinya.

Kali ini ia juga berhasil, meraih salah satu kebanggaan semua orang. Nilai sempurna dan gelar cum laude sudah melekat pada dirinya saat ini.

Menuruni tangga dengan berhati-hati karena high heels yang meribetkan dirinya, Hasya kembali duduk di tempatnya. Orang-orang silih berganti mengucapkan selamat. Dan senyum lebar dilayangkan Hasya membalas ucapan mereka.

Setelah untaian acara yang panjang, Hasya keluar dari aula. Mencari-cari keberadaan keluarganya. Lalu tak lama ia menangkap lambaian sang papa.

"Selamat ya nak, kamu memang kebanggan semua orang."

Hasya berlinang, lalu memeluk sang papa yang semakin menua. Hatinya mengembang karena berhasil menjadi kebanggan sang Papa.

"Iya, Pa. Ini semua juga karena  doa Papa,"

Sang Papa dipeluk, lalu ia menumpahkan air mata bahagianya di pundak sang Papa.

"Jangan nangis dong, nanti mukanya jelek lho! Ini kan hari bahagia kamu." Hasya melepas peluknya, lalu menyeka air mata yang tumaph tanoa diminta.

Dibelakang sang Papa, Ibunya berdiri bersama dua adiknya memegang buket bunga. Ia melangkah menghampiri sang Ibu lalu ikut memeluknya.

"Selamat ya, sayang. Kamu anak yang membanggakan,"

"Makasi banyak, Bu. Ini juga berkat doa Ibu."

Lalu Hasya mengurai peluk, beralih menerima pelukan dari dua adik tirinya.

Tersenyum bahagia, Hasya mulai menerima buket bunga satu-persatu dari berbagai orang. Sahabat, teman, dosen, bahkan dari orang yang tak dikenalnya sekalipun. Seterkenal itu dirinya.

Hahaha

Namun, sepertinya ada yang kurang.

"Mikir apa, nak?"

Sang Papa berujar lembut, menatap Hasya penuh kasih. Hasya hanya terdiam, lalu tersenyum sebagai jawaban.

"Enggak ada, Pa. Cuma nggak kerasa aja aku udah lulus kuliah. Habis ini juga aku langsung masuk kerja."

"Nggak kerasa aku udah hidup sejauh itu."

Sang Papa tersenyum, "Bener nih nggak mikirin yang lain?"

"Iih, iya bener Paa."

"Hahaha, kalau yang lain juga nggak papa kok, Nak. Wajar itu,"

Duh, bohong dikit nggak papa kan?

Hasya hanya nyengir, lalu menerima ajakan foto bersama kawan-kawannya. Sementara meninggalkan keluarganya.

Di tengah acara foto bersamanya, akhirnya Hasya menangkap pelengkap harinya. Disana, sedang memegang boneka kesukaannya dengan tampang menawan seperti biasanya.

Ia menjauh dari kerumunan teman-temannya, tersenyum, lalu berlari untuk mendekap erat pelengkap harinya.

"Kamu telat, Mas!"

"Iya, maaf ya. Lain kali janji nggak telat lagi."

"Bener, ya?! Kalau nggak, nggak aku maafin lagi nih!"

"Iya sayang iyaa,"

Mereka terdiam cukup lama, masih dengan dekapan yang tak terlepas.

"Selamat ya, sayang."

"Iya Mas, terima kasih banyak,"

****

Prolog end gaiisseuu

Terimalah karya ini~~
Dari author biasaa~~
Tapi cintaku pada reader luar biasa~~
Karyaku agak abal~~
Agak buriqlah juga~~
Tapi cintaku tulus padamu~~

Ilih bicit si miming.

Semoga khalian sukahh..

Iihhh jyjyck mendesah anzeeerr...

Dahlah males aku sama diriku sendiri.

Jangan lupa vomment ya😚😚


Uwuu canteekkk.
Tebak ini syapa???

Kembaran aku lahh.

Alahh bacot kali kauu.

Dadahhh😚😚😚

Don't forget to Vomment yawww

WUF UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang