Bugh! Bugh!
"AKKHH"
Bugh! Bugh!
Suara pukulan dan hantaman benda keras ada dimana mana. Darah sudah berceceran mengotori sebuah gang sempit yang agak jauh dari pemukiman warga. Segerombolan siswa berseragam putih biru yang sudah tak terbentuk berusaha sekuat tenaga untuk menjatuhkan lawan mereka. Tak mereka perdulikan tubuh yang sudah dipenuhi luka lebam.
Seorang anak laki-laki menyeka darah yang mengucur deras dari dahinya. Ia mengepalkan tangan, bersiap melawan anak laki-laki lain yang badannya dua kali lipat lebih besar dari badannya. Tapi belum sempat dia memukul wajah menyebalkan itu, tiba-tiba lawannya sudah terkapar di bawah tanah. Ia melihat dengan raut wajah tak terima ke arah orang yang sudah membuat lawannya tumbang.
"Cih, gak usah sok jagoan lo. Bentuk udah kayak orang sekarat juga, gak usah sok so'an gak butuh bantuan gua." kata anak itu sambil mengulurkan sebuah tongkat kayu yang lumayan panjang.
Anak laki-laki tadi tersenyum kecil menerima kayu dari ketua gengnya. "Thanks Brian. Tapi lain kali gua gk butuh bantuan lo." Serunya angkuh.
Brian mendengus, memutar bola matanya kesal lalu mulai melawan anak sekolah lain yang sudah mulai tumbang satu persatu.
Suara sirine polisi dari kejauhan mulai terdengar. Mereka segera bubar menghindari kejaran para polisi. Termasuk brian dan anak laki-laki tadi.
"Heh bro! Gua ikut lo" seru Brian ke anak buahnya yang membawa motor. Anak laki-laki tadi menatapnya tajam. "Terus gua gimana bego?" Bentaknya marah. "Duh lo sama yang lain aja deh. Cepet bro! Ntar kalo ketangkep bahaya" seru Brian menepuk-nepuk bahu anak buahnya dan mereka langsung pergi melesat jauh.
"Brian sempak" umpat anak laki-laki tadi mulai berlari menghindari suara sirine polisi yang semakin mendekat. Ia berlari tak tentu arah. Asalkan para polisi itu tak mengikutinya.
Setelah dirasa cukup jauh, anak itu memperlambat larinya. Nafasnya terengah-engah. Ia menyisir rambutnya kebelakang menggunakan tangan kirinya yang penuh darah. Anak itu menatap ke sekeliling. Ia merasa asing dengan lingkungan yang ada disekitarnya sekarang. Netra hitam pekatnya menangkap bangku taman. Ia membawa tubuh lelah nya ke bangku tersebut lalu mendesah putus asa sambil menutup matanya sejenak guna meredakan rasa sakit di sekujur tubuhnya.
Angin sore membelai wajahnya lembut. Anak itu tersenyum tipis. Rasanya sudah lama ia tak merasakan suasana damai seperti ini.
Srek srek srek
Telinganya menangkap suara langkah seseorang tapi ia tetap menutup matanya rapat seolah tidak terganggu sama sekali. Tapi tunggu, ia merasa bangku yang didudukinya semakin memberat. Seperti ada dua orang yang duduk diatasnya.
"Lo gak papa?"
Lagi lagi telinganya menangkap sebuah suara. Kali ini suaranya cukup manis untuk diabaikan. Ia membuka mata dan menemukan seorang gadis kecil yang kira-kira seumuran dengannya. Tubuhnya sangat mungil jika dibandingkan dengan anak perempuan lain yang pernah ditemuinya.
Tangan gadis itu perlahan mulai mendekati wajahnya. Tangannya menyentuh luka yang berada di sudut dahi anak laki-laki itu.
"Akh, sakit bego" umpat anak itu pelan. Ia segera menepis tangan halus yang masih betah di dahinya.
"Woaa itu beneran? Gua kira boongan" serunya takjub. Si anak laki-laki mendengus kesal lalu memalingkan wajahnya. Tak sudi melihat wajah manis yang sedang tertawa kecil dihadapannya.
"Nih buat lo aja. Gue jadi gak napsu makan karena liat muka lo" ujar gadis itu lalu menjulurkan kantong plastik yang sedari tadi ditentengnya.
Si anak laki-laki menatap kantong plastik dihadapannya dengan tatapan datar. Berbagai pertanyaan berkecamuk di dalam kepalanya.
"Ah kelamaan mikir lo. Udah sore ni, gue harus pulang. Nih pokoknya buat lo ya. Gue gak nerima penolakan, ok? Sip, gue pulang duluan ya!" gadis itu mengoceh sambil melesakkan kantong tadi ke pangkuan anak tersebut lalu berlari pulang menuju rumahnya.
Anak itu membuka mulutnya, ingin mengatakan sesuatu. Tapi kata-kata nya tertelan begitu saja saat melihat gadis tadi sudah menghilang di ujung jalan. Ia menggelengkan kepalanya lalu mambuka kantong plastik yang berada dipangkuannya. Di dalamnya berisi sekotak susu coklat, sebungkus makanan ringan, betadine, dan handsaplast. Tidak ada yang aneh. Tapi tunggu, betadine dan handsaplast? Bagaimana bisa?
"SUNGJIN!"
Merasa namanya dipanggil, anak itu menoleh dan mendapati Brian duduk diatas motor miliknya. Sungjin mendengus dan memilih bergeming di tempat. Ia kembali menatap jalan yang tadi dilalui oleh gadis itu.
"Cepetan nyet. Gue juga mau pulang. Itu luka lo kalo gk cepet cepet di obatin bisa korengan, mau lo?" Seru Brian menarik tangan Sungjin untuk segera pergi dari tempat itu.
Sungjin duduk di jok belakang. Ia menoleh kan kepalanya sekali lagi. Berharap dapat melihat gadis itu.
"Apaan sih njir? Yang bener duduk nya! Ntar kalo jatoh gue juga yang kena" omel Brian. "Bawel. udah cepet" sahut Sungjin singkat sambil menepuk bahu brian. Mereka pun melesat pergi meninggalkan taman itu.
☃️☃️
KAMU SEDANG MEMBACA
choose one [Day6]
RomanceJika kamu dihadapkan pada dua pilihan, manakah yang akan kamu perioritaskan terlebih dahulu? Seseorang dari masa lalumu atau seseorang yang sudah menemani hari harimu? ___________ Cast Sungjin Dowoon Jae Brian (young K) Wonpil