Bab 1

48 5 0
                                    

21 Februari 2020

Semuanya berlangsung begitu cepat. Jenazah kakekku sudah dikebumikan. Kemaren, setelah tersadar dari pingsanku, aku langsung menghubungi Dave. Reaksi Dave tidak jauh berbeda dariku, syok dan terkejut pastinya. Dave langsung menghubungi polisi. Polisi bilang mereka akan segera menyelidiki apa yang terjadi. Aku meminta jenazah kakekku di otopsi, tapi mereka bilang tidak perlu. Entah aku yang terlalu bodoh atau bagaimana, aku pun setuju. Sore harinya jenazah kakek langsung dikebumikan.

Kembali ke hari ini, 21 Februari 2020

Aku tidak masuk sekolah, masih syok tentunya. Dave pun langsung ke rumahku sepulang sekolah.

"Dave, kenapa semua ini terjadi? Apa salah kakekku?. Kakekku orang baik Dave. Mengapa ada yang tega membunuhnya secara keji?. Aku tidak terima Dave."

"Sabar Va, aku tahu kamu hancur, aku pun juga hancur, kakekmu sudah ku anggap seperti kakekku sendiri, beliau sangat menyayangiku. Aku tahu kamu sedih, aku tidak melarangmu menangis, tapi jangan terlalu larut dalam kesedihanmu Va. Kita punya sesuatu yang lebih penting untuk dilakukan."

"Apa Dave?"

"Menyelidiki kematian kakekmu. Kurasa kita tidak bisa mempercayai polisi."

"Iya Dev, aku setuju. Aku juga heran kenapa kemaren aku setuju saja untuk tidak melakukan otopsi terhadap jenazah kakek."

"Gapapa Va, tidak ada yang perlu disesali sekarang. Yang penting sekarang kita harus menyelidiki semuanya."

"Oke Dev, aku setuju. Terima kasih sudah mau membantuku dan selalu berada di sisiku."

"Sama-sama Va. Yasudah Va, aku pulang dulu ya sudah sore. Kamu gapapa kan aku tinggal sendiri?."

"Gapapa Dev, hati-hati di jalan."

"Iya Va, kamu juga hati-hati di rumah."

"Iya Dev."
.
.
.
.
Waktu berlalu sangat cepat, hari sudah malam. Orang-orang yang datang berbelasungkawa tadi siang semuanya juga sudah pulang. Aku sendirian. Tak ada sanak saudara. Yang kupunya hanya kakek, tapi kini sudah kakek pergi ke tempat yang lebih indah.

Malam ini hujan lebat, jujur saja aku ketakutan. Aku mencoba menyibukkan diri dengan membuka sosial media, tapi gagal. Aku selalu terbayang-bayang sosok kakek, tanpa kakek rumah ini terasa hampa tak berwarna.

Aku tiba-tiba teringat gudang yang selalu dikunci kakek. Jangan masuk ke sana bahaya, itu yang selalu kakek katakan dan aku pun selalu mengangguk patuh.

"Kenapa ya kakek selalu melarang aku masuk ke gudang ini. Hmmm daripada penasaran aku masuk aja deh."

Aku segera membuka kunci gudang itu. Gudangnya biasa saja, tak ada yang istimewa, seperti gudang-gudang kebanyakan.

"Itu komputer apa ya". Fokusku tertuju ke sebuah komputer tua di sudut gudang. Tanpa pikir panjang aku pun segera mendekati komputer itu, aku mencolokkan semua kabelnya, lalu menekan tombol turn on pada PC dan menghidupkan layar komputer tersebut.

"Aneh". Itu pendapatku setelah komputer itu nyala. Komputer itu secara otomatis membuka sebuah web yang sama sekali belum pernah aku lihat sebelumnya.

Begitu web terbuka, suara serak menyapaku.
"Selamat datang tuan, kali ini anda hendak membunuh siapa?".
Aku terkejut, komputer tua yang kusangka sudah rusak bisa membuka web dan mengeluarkan suara sendiri.
Komputer itu kemudian bertanya sekali lagi, "tuan,kali ini anda hendak membunuh siapa?".

Aku ketakutan, aku langsung mematikan komputer tersebut, sayangnya tidak bisa. Aku semakin cemas dan langsung mencabut colokan komputer itu, berhasil, komputer itu mati.

Saat itu pukul 22.15, aku langsung kembali ke kamarku dan berniat langsung tidur. Sialnya aku tidak bisa tidur, suara itu terus menghantuiku.

Aku masih tidak bisa tidur sampai tengah malam. Tiba-tiba aku mendapat telepon dari nomor yang tidak dikenal, aku menolaknya, sialnya tidak bisa.

Suara serak yang sama terdengar dari hp ku.
"Selamat malam tuan, apakah anda tidak mau membunuh orang kali ini?". Aku hanya diam.
Tiba-tiba nomor tersebut mengirim fotoku yang sedang berada di kamar saat ini.
Aku kaget, "bagaimana dia mendapatkan fotoku sekarang?".
Kemudian orang itu berkata "baiklah, saya akan memberi tuan waktu 5 menit untuk berpikir siapa yang hendak tuan bunuh, jika tidak tuan yang akan saya bunuh."

Aku cemas, aku berusaha menghubungi Dave dan teman-temanku yang lain, namun tidak bisa, entah apa yang orang itu sudah lakukan terhadap hp ku.

Lima menit berlalu, aku mencoba menghiraukan orang itu dan berniat untuk segera tidur. Aku baru memejamkan mata, dan aku mendengar suara langkah kaki di luar. Aku mencoba mengintip lewat jendela dan aku melihat seseorang berperawakan tinggi besar, menggunakan pakaian serba hitam dan masker hitam. Aku cemas.

Hp ku berdering menandakan panggilan masuk, aku menjawabnya.

"Waktumu sudah habis tuan, aku sudah di depan rumahmu, cepat katakan seseorang yang hendak kamu bunuh atau aku akan membunuhmu."

Tubuhku bergetar dan aku terpaksa menjawab "Ss-steph, te-teman sekelasku."

"Baik tuan, perintahmu segera kulaksanakan."

Aku lega, akhirnya orang itu berhenti menghubungiku.
.
.
.
.

22 Februari 2020

Hari ini aku memutuskan untuk berangkat ke sekolah karena di rumah aku selalu teringat sosok kakek dan itu selalu berhasil membuatku sedih.

Seperti biasanya, aku berangkat ke sekolah dengan Dave. Sesampainya di sekolah aku merasa ada yang janggal, guru-guru sibuk menelpon dengan ekspresi yang tidak bisa kubaca dan tidak ada PBM hari ini. Sesampainya di kelas aku melihat beraneka ragam ekspresi temanku, ada yang menangis, murung, sedih dan ada yang terlihat serius membicarakan sesuatu.

Aku akhirnya tahu mengapa suasananya jadi begini. Steph meninggal.

"Aku memang membenci Steph tapi aku tidak pernah mengharapkan ini" ujar Ana yang terlihat sedih.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa Steph tiba-tiba meninggal? kemaren aku lihat dia mengunggah foto di stargram"kataku.

"Tidak ada yang tahu Ava, tadi pagi terdapat bercak darah berserakan di kamar kost Steph, sayangnya jasadnya tidak ditemukan, tetapi semua orang menyimpulkan Steph meninggal. Namun bukan itu yang membuat geger Va" ujar Adel menjelaskan.

"Apa maksudmu Del?"tanyaku.

"Di ranjang Steph ditemukan sebuah surat 'kematian bukanlah akhir dari segalanya'"jelas Adel.

Aku termagu.
.
.
.
.

21 Maret 2020

Sudah sebulan semenjak kepergian Steph, aku tidak lagi dihubungi oleh orang itu dan aku masih merahasiakan tentang komputer di gudang dan orang yang menelponku dari Dave.

Malamnya, pukul 22.15 hp ku berdering, panggilan masuk dan aku menjawabnya.

Suara serak itu lagi "selamat malam tuan, kali ini anda hendak membunuh siapa?"

Jangan lupa vote dan komennya ya teman-teman😁😁😁😁

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

C H A N C ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang