Three

22 4 0
                                    

"Nayla,percuma gaun cantik gitu yang make gak senyum. Senyum dong Nay, jangan cemberut terus.." Ayah meledekku.
Malam ini aku dipaksa Ayah untuk berdandan,mengenakan gaun baru yang beliau beli tadi siang. Aku diajak makan malam oleh keluarga Raffi Kusuma,orang yang Ayah bangga-banggakan itu. Aku rasanya ingin lompat saja dari mobil.
"Yah, Nayla kan udah bilang, Nayla gak suka sama cowok yang namanya Raffi itu.. jadi,Ayah jangan nyesel ya kalo Nayla macem-macem nanti." Aku mencoba mengancam.

"Waduh,Nayla sayang,Ayah yakin nanti kamu gak bisa macem-macem, Raffi yang kamu kira jelek itu pasti bikin kamu nyesel ngomong gini ke Ayah.."
Ayah tersenyum tipis,namun tak juga mengurangi kekesalanku soal Raffi.

Sesampainya di sebuah restoran ternama,Ayah mengeratkan tangannya di pinggangku. Pasti beliau tak ingin aku kabur atau semacamnya.

"Siap-siap terpukau sama Raffi ya Nay!". Dengan berat hati yang teramat sangat,kupaksakan kedua kaki ini perlahan melangkah masuk. Meski masih menahan amarah.
Keluarga Raffi sudah memesan tempat duduk VIP,dan disana hanya ada teman Ayahku yakni orangtua Raffi. Aku tak melihat tanda-tanda adanya orang yang seumuran denganku.

"Loh Raffi-nya mana?" Tanya Ayahku setelah saling memberi sapa.

"Dia di toilet,sebentar lagi juga datang." Pandangan ibu Raffi tertuju padaku.

" ini pasti Nayla..." ibu Raffi tersenyum ramah padaku,Ayah lalu mengisyaratkan padaku untuk mencium tangan beliau,dengan sebuah helaan napas ringan, aku pun mencium tangan ibu Raffi itu.

"Iya tante,saya Nayla." Kataku sambil membalas senyum beliau.

"Kamu cantik Nay,.."
Meski kedua orangtuanya terlihar begitu ramah,sama sekali tak mengurangi rasa sebalku terhadapnya. Didalam lubuk hati yang paling dalam,aku tetap ketus.

Sampai tiba-tiba,
"Nah itu Raffi!", Ayah membuatku menoleh. Seketika aku menjadi patung.

"Sumpah demi apa itu Raffi?!"

Dia memakai setelan jas hitam dengan rapi, kulitnya putih bersih, bak pangeran inggris, tak seperti di foto yang kulihat waktu itu. Dia tinggi, tampan , hidungnya mancung, alisnya tebal...

"Sumpah mimpi apa gue liat cowok se-ganteng dia...!!!" Aku membatin.

Aku mencoba berkedip,seolah tak terpikat dengan pesonanya,
"Sadar Nay! Lo gak boleh kepincut,lo mesti jaga harga diri lo!!" Aku mencoba bersugesti.

"Selamat malam om..." Dia mencium tangan Ayah. Ayah tersenyum dan mengangkat kedua alisnya padaku.

"Malam,Nay!" Dia menoleh kearahku,membuatku meleleh
"Dia tau nama guee!!" Dalam hati senangnya bukan kepalang. Aku hanya tersenyum,mulutku gemetar tak karuan.

"Silahkan duduk Nay! Sini duduk disamping Raffi.." Ibu Raffi menarik kursi,mempersilahkanku duduk. Aku menuruti,disusul Raffi yang juga duduk disampingku.-

"Apa ma? Adinda Nayla? Siapa tuh? Gak kenal.." Aku duduk di sofa ruang tengah,sembari memeti senar gitar. Aku tersentak mendengar cerita Mamaku soal seorang gadis,anak dari rekan kerja Papa.

"Gak mungkin lah Raffi lupa, dia dulu temen mainmu fi pas kita di Bandung." Mama menghampiriku.

"Bandung? Itu mah Raffi masih balita Mama, mana bisa inget.."

RAFFI KUSUMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang