Part 3. Comeback Home

2.5K 333 13
                                    

Jakarta, 2018.

G i a

Pagi ini Jakarta agak ramah dengan cuaca cerah bersahabat, walau kemacetan di Sudirman sama sekali nggak berubah––Padat, merayap setiap hari. Membuatku nyaris gila di dalam mobil dan rasanya pengen sekali cepat-cepat sampai di kantor.

2 jam berkutak dengan kemacetan, Range Rover milikku akhirnya tiba di pelataran kantor yang langsung disambut penuh semangat oleh dua orang satpam di pintu masuk.

Sebelum melanjutkan langkah ke lantai 24––ruang kerjaku, aku mampir sebentar di Outlet Kopi yang ada di sudut lobby utama. Sepertinya satu Cup Hazelnut Latte cukup untuk menjernikan otakku sebelum nanti meeting sama anak-anak di tim Marketing.

Bulan depan akan ada peluncuran skincare kit dari Shimmer Cosmetics––salah satu brand kosmetik dibawah naungan perusahaan milikku yang ekhem, menguasai sebagian besar lantai di Tower ini. Ini sudah masuk tahun kelima sejak Shimmer resmi aku dirikan dan hasil penjualannya bisa dibilang cukup fantastis. Bukannya ingin sombong, ya tapi gitu deh kenyataannya.

Setelah membayar sekian rupiah buat satu cup sedang Hazelnut Latte, aku naik lift ke lantai 24.

"Pagi Miss." Sekretarisku Reyta menyapa saat aku baru aja mau masuk ke ruangan.

Aku mengangkat tangan, menyapanya. "Pagi, Ta."

"Miss, ada tamu. Kayaknya penting jadi saya suruh tunggu di ruangan."

Alisku mengerut, "Siapa, Ta? Kayaknya nggak lagi ada janji deh."

Aku melirik jam tangan. Tamu penting apa yang datang di jam 9 pagi gini?

Reyta cuma nahan senyum sambil mengangkat bahu. Hemm, siapa ya?

Aku langsung mendorong pintu kaca untuk masuk ke ruanganku, secara perlahan.

Hal pertama yang ku tangkap adalah koper besar di dekat pintu masuk. Selanjutnya di dalam ruangan ada laki-laki yang duduk membelakangiku. Dari jarak sekian meter dari tempatku berdiri, aku bisa melihat punggung lebarnya yang dibalut kemeja putih. Tampilannya bukan dari kantoran, karena disaat yang sama aku juga bisa melihat jeans biru sebagai pakaian bagian bawah juga sepatu kets di kakinya. Laki-laki itu keliatan familiar tapi belum memunculkan sosok yang kukenal di kepala.

Seperti menyadari kehadiranku, laki-laki itu berbalik dan aku refleks menjerit hingga hampir menumpahkan Hazelnut Latte yang kupegang. Aku meletakan minuman itu di meja lalu mendaratkan pelukan padanya.

"Ares!" Aku memejamkan mata, merasakan tangannya yang terasa merambat naik, balas memelukku. "Lo nggak bilang mau balik Indo!"

Ares tertawa renyah, lalu kami saling melepaskan pelukan.

"Surprise."

Ya, Tuhan. Aku ingin sekali bilang bahwa aku rindu tingkat akut sama Ares. Setahun nggak ketemu udah bikin aku kelimpingan saking kangennya, dan sekarang dia ada di hadapanku secara langsung.

Dilihat sekilas, Ares keliatan agak berubah dari segi penampilan. Tubuhnya terasa lebih berisi namun kokoh. Terbukti saat aku mendaratkan pelukan di tubuhnya-tempat favoritku sekian tahun, rasanya sangat nyaman. Rambutnya lebih lebat, sedikit berantakkan tapi justru malah terlihat karismatik. Yang tidak pernah berubah adalah bagaimana ia tersenyum dan tatapannya yang selalu bikin aku luluh.

Tapi, aku berusaha nggak hilang kendali.

"Ishh, Kapan nyampenya?" Aku menepuk lengannya. Lalu mempersilahkan ia kembali duduk di sofa.

"Ini gue baru datang dari Bandara."

Hah?

Ada rasa hangat yang menyeruak di dadaku saat itu. Itu artinya, dia langsung ke sini gitu setelah tiba di Indonesia? Jadi aku orang pertama yang ia temui saat pulang?

Nine To Forever [SELESAI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang