6. Our Baby

476 14 1
                                    

"Terima kasih," ucap Bagas tanpa mengalihkan atensi dari laptop di hadapannya saat Nidya meletakkan secangkir kopi di atas meja. Sudah tiga hari lamanya Bagas bersikap dingin padanya tanpa Nidya ketahui apa penyebabnya. Nidya masih menduga-duga apa mungkin Bagas bersikap dingin padanya karena pertemuan di mall tiga hari lalu saat dirinya bersama Deanova dan Rizky?

"Apa sebaiknya aku berterus terang sekarang ya?" tanya Nidya dalam hati. Ia belum siap jika mendapatkan penolakan dari Bagas terutama tentang Rizky buah cinta mereka berdua.

Flashback On

"Siapa pria yang menghamili kamu?" bentak Herman pada Nidya saat mengetahui putri semata wayangnya dalam kondisi hamil. Nidya hanya menangis dalam pelukan Tania. Nidya tak mungkin mengatakan jika dirinya hamil dengan siswa tempat ia PKL dulu.

"Sudahlah Pa, kasihan Nidya biar Mama aja yang berbicara padanya," sela Tania seraya terus memeluk putrinya yang menangis tersedu dalam pelukannya.

"Papa sangat kecewa, kamu telah mencoreng nama baik Papa dan keluarga kita. Papa ini seorang hakim Nak, katakan siapa pria itu?" Herman semakin murka saat Nidya tetap membisu.

"Baik, jika kamu masih diam saja Papa akan mencari tahu sendiri siapa pria bajingan itu," teriak Herman dengan amarah memuncak.

"Pa, Mama mohon biarkan Nidya tenang dulu," rayu Tania.

Pyar.. Herman membanting gelas ke lantai dengan keras lalu pergi begitu saja.

Tania lalu membawa Nidya ke kamarnya. Dengan terisak Nidya memberanikan diri bercerita semuanya, mulai dari awal ia mengenal Bagas hingga saat menghabiskan waktu bersama di Bali.

"Kita akan mencarinya bersama Sayang, maafkan Mama karena Mama kamu harus berpisah dengan pria yang kamu cintai." Tania membelai lembut rambut Nidya dengan sayang. Mencoba menenangkan hati putrinya.

Flashback Of

"Tolong kamu print kan berkas ini, rangkap dua!" perintah Bagas yang seketika membuyarkan lamunan Nidya.

"Baik Pak!" jawab Nidya lalu beranjak ke luar ruangan menuju tempat print.

Dengan kasar Nidya menyeka air matanya yang tiba-tiba jatuh, luka di hatinya seakan menganga kembali setiap kali mengenang masa lalu. Mengapa di saat dirinya mulai menemukan kebahagiaan dengan kehidupan barunya bersama Rizky ia harus bertemu kembali dengan Bagas. Tapi, cepat atau lambat Rizky pasti akan menanyakan ayah kandungnya suatu hari nanti.

"Bapak ada waktu? Saya ingin bicara sebentar," ujar Nidya dengan ragu-ragu pada Bagas sambil meletakkan dokumen yang telah ia print.

"Silahkan! Yang penting bukan masalah pribadi," tegas Bagas tanpa memperhatikan raut kecewa Nidya.

"Maaf kalau begitu lain kali saja Pak, maaf sudah mengganggu waktu Bapak," balas Nidya dengan mata berkaca-kaca. Nidya ke luar ruangan menuju toilet. Ia butuh tempat untuk meluapkan segala sesak di hatinya. Melihat Nidya ke luar Bagas seketika tertegun. Bagas tak mampu membohongi hatinya jika ia memang masih mencintai wanita itu. Bayangan balita itu terus saja memenuhi pikirannya. Berbagai pertanyaan berseliweran di benaknya menuntut penjelasan tentang hubungan antara Nidya dan Deanova.

"Aku akan menanyakannya langsung setelah Nidya kembali," tekad Bagas dalam hati. Sepuluh menit berlalu Bagas mendadak risau saat Nidya tak juga kembali ke ruangan.

Klik.. Tak lama sebuah pesan singkat masuk. Gegas Bagas membuka pesan tersebut saat membaca nama Nidya di layar pipih tersebut.

"Maaf Pak saya izin pulang dulu, saya sedang tidak enak badan," pesan Nidya melalui Whattshap. Bagas menarik nafas panjang lalu menyandarkan tubuhnya. Bagas berusaha menenangkan diri untuk melanjutkan pekerjaan yang harus ia selesaikan hari itu juga.

Accidentally in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang