2 :: his secret

1.8K 211 7
                                        

Aksara ingin terus hidup, namun disaat yang sama, ia terus menemukan alasan untuk mengakhiri hidupnya.

•••

Aksara tengah berjalan-jalan disekitar kawasan apartemen miliknya untuk mencari udara segar walau yang dia dapat malah kepulan asap kendaraan. Hal yang tidak mengherankan karena letak apartemennya ada di pusat kota. Meskipun pihak apartemen sudah menanam pohon disekitar, Aksara masih bisa samar-samar mencium bau tersebut.

Saat sadar bahwa ia telah berjalan cukup jauh, Aksara menghentikan langkahnya di depan sebuah kedai makan dan memutuskan untuk memesan makan malam disana. Setelah menentukan pilihan dan membayar pesanannya, Aksara kembali berjalan dengan sekantong plastik yang kini bergantung di lengan kanannya.

Tidak ingin terlalu cepat kembali ke apartemen, Aksara memutuskan untuk menghabiskan waktu di taman yang tak jauh dari sana. Laki-laki itu duduk bersandar pada sebuah bangku yang tersedia lalu menghela nafas panjang. Ia membawa pandangannya untuk menatap langit malam yang ditaburi bintang-bintang yang terlihat samar. Melihat pemandangan di atasnya membuat Aksara perlahan merasa tenang dan merasa beban berat di hatinya sedikit terangkat.

Maniknya kini beralih pada kedua telapak tangannya. Digerakkan kedua tangan itu perlahan dengan membuka dan menutup telapak tangannya. Begitu terus hingga Aksara meyakinkannya dirinya bahwa ia masih tampak normal seperti manusia lainnya.

Gue baik-baik aja, rapal Aksara seperti mantra penenang. Gue masih baik-baik aja.

"Gue yakin ada yang salah sama lo."

Sialnya, kesimpulan sepihak itu malah kembali terngiang dalam pikirannya dan beban berat yang tadi sudah hilang langsung kembali lagi.

Aksara mengakui apa yang Garda katakan adalah benar.

Aksara Matthias tidak mungkin mengundurkan diri karena hal konyol. Menjadi seorang pianis adalah mimpi Aksara sejak dulu. Piano adalah cinta pertamanya dan kini menjadi satu-satunya hal yang membuatnya bertahan di dunia ini. Karena untuk Aksara, hanya dengan bermain piano, ia bisa kembali merasakan waktu yang dia habiskan bersama ibunya. Saat kedua tangan hangat itu pertama kali menuntunnya menekan tuts hitam putih sampai dia bisa memainkan sebuah lagu dengan lancar.

"Aksa, mau mama ajarin main piano?"

Aksara menatap ragu ibunya, lalu melihat telapak tangannya. "Tapi tangan Aksa kecil. Emang bisa?"

Rasanya baru kemarin Aksara melihat ibunya membawa jari-jarinya menekan tuts piano. Aksara bisa mendengar tawa ibunya mengalun karena dia tidak berhenti menggerutu karena jarinya terlampau pendek untuk meraih tuts lain. Aksara masih mengingat jelas senyum ibunya dan alunan melodi yang dihasilkan tiap tekanan pada tuts.

"Lihat, bisa 'kan? Kamu anak ibu, gak mungkin kamu gak bisa."

Tetapi seiring berjalannya waktu, Aksara menyadari bahwa kenangan itu mulai terasa pudar dari kepalanya. Aksara mulai melupakan kapan terakhir kali ia memainkan piano. Aksara tidak lagi menghabiskan malamnya untuk membuat partitur lagu. Ia juga tidak lagi memiliki kebiasaan untuk menyumpal telinganya dengan earphone sembari menyusun lagu-lagu baru yang tiba-tiba terlintas dalam pikirannya.

Hari-harinya mulai terasa hampa dan Aksara merindukan kebiasaan lamanya.

It's gonna be okay... At least for this moment, it's gonna be okay.

Walau ia merapalkan mantra itu, Aksara masih merasa kesulitan. Disaat-saat seperti inilah hati Aksara mudah sekali untuk goyah. Tidak ada satu orang pun disisinya dan ia merasa ditinggalkan. Tanpa sadar sepasang mata itu mulai berkaca-kaca dan Aksara langsung mengusapnya kasar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 10, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aksara Untuk KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang