prolog

39 4 0
                                    

☔☔☔

Hujan tak henti mengguyur halaman belakang rumah ku.
Disini ku habiskan waktu hanya dengan merenungi kejadian tragedi yang menimpa orang tua ku.

Yang ku ingat, saat ini adalah dimana saat terakhir mamah memelukku
Sebelum pergi ke luar negri. Pandangan ku menerobos hujan,menatap lurus ke satu titik. Dan terbayang kembali memori di mana mamah terakhir kali memelukku.

"maira kamu yakin gapapa!?."

Tanya mamah mengkhawatir kan ku
Aku tersenyum dan mengangguk.

Andai saja aku melarang mereka untuk tidak pergi, pasti tidak akan seperti ini. Pasti mereka ada bersama ku saat ini...

Mata ku memanas, merebak,dan mengeluarkan air mata ,aku menangis sejadi jadi nya disini seorang diri ,dengan mengenang
Momen terindah bersama orang tua ku dulu..

Kurasakan tanganku di remas halus oleh bibi, dan sekejap kemudian aku memeluknya, kemudian dia menenang kan ku.

" sudahlah,non ini sudah dua bulan semenjak kecelakaan pak Fatir dan bu Sarah,lupakan saja, ikhlas kan mereka."  Aku kembali menangis tersedu sedu.

"Bibi tau, ini sangat memukul bagi non tapi biarkan mereka pergi dengan tenang." kali ini aku menahan tangisanku menengadah memejamkan mata lalu mengusap air mata.menghadap langit langit rumah.

Aku berusaha untuk tidak menangis lagi aku harus kuat. Aku menghela napas panjang.

Melihat aku mengusap air mata, bibi tersenyum,  

"Gitu dong, non harus jadi anak yang kuat."

Akupun tersenyum mendengarnya. Lalu kemudian memeluknya lagi..

Sebenarnya aku sangat teramat terpukul dengan semua ini. Mengingat banyak sekali kenangan indah bersama mereka, dan juga aku belum sempat mengucapkan selamat tinggal.

"Eh, malah ngelamun lagi, udah ayo makan. " seketika lamunan ku buyar.

"Enggak bi, nanti aja aku belum laper".

Sebenarnya ini sudah ke tiga kali nya bibi menyuruh ku untuk makan. Tapi aku malah menolak nya lagi.

"Tuh!,liat muka non pucat tau, udah ayo makan dulu".

"Ngga,bi aku belum laper".

"Tapi non... ,non kan - - "

"udah bi aku beneran gapapa kok" Aku memotong pembicaraannya.

Mendengar itu bibi pergi dengan pandangan khawatir, tanpa sepatah kata apa pun.

Kembali aku termenung betapa berharga nya mereka yang selalu menjaga dan merawat ku selalu. Hingga aku tumbuh dewasa seperti sekarang.

Aku beranjak dari kursi, yang sedari tadi menemaniku merenungi nasib. Aku beranjak hanya
Untuk sekedar mengambil album kenangan yang ada di kamarnya orang tua ku.

Baru saja aku bangun, tiba tiba kepalaku pusing merasakan seperti ada yang memukul kepala ku, aku mencoba untuk melawan rasa sakit ini, tetapi tubuh ku sudah terlalu lemah.-

Seketika pandanganku buyar menjadi gelap dan tubuh ku jatuh tersungkur.

*  *  *

Aku tebangun sepertinya tadi aku pingsan dan,entah kenapa tubuh ku sudah ada di dalam ruangan,siapa yg membawaku kesini, aku melihat ke sekeliling, sepertinya aku mengenal ruangan ini ternyata ini kamar ku. Tiada seorang pun sisini.

Aku melihat ke arah dinding, jam menunjukkan pukul 19.45, segera aku beranjak dari kamar untuk mengambil air minum menuju ke dapur.

"Bi..,bibi....?"

Suaraku memenuhi ruangan
memanggil bi Mirna.
"mungkin bibi sudah tidur".- Batinku.
Aku langsung mengambil air.


"Eh,non Maira sudah bangun?"
Terdengar suara lembut menyapa dari belakang memanggil namaku.

"iya bi,"

"Bibi ngeliat tadi sore non sudah tertidur di lantai, terus bibi langsung membawa non ke kamar,mungkin itu efek lelah, 'kan non dri tadi pagi belum makan."

Jelas bibi panjang lebar.

"Oooh,maaf ya, bi udah ngerepotin".

"Iya, ga papa non.Makanya kalo di suruh makan non makan yah"

Aku hanya membalas bibi dengan Senyuman
Aku merasa bersalah kepada bibi karena aku sudah menyusah kan bibi selama dua hari ini.

"O,ya mbak Lina udah pulang belum,bi?".

Tiba tiba aku teringat mbak Lina.

"Bibi gak tau non, kata mang asep sih selesai di kantor mbak mirna mau ke rumah temen nya yang nikahan,".

Bibi menjelaskan pertanyaan ku.

"Hmmm,ya udah aku ke kamar lagi ya,bi".

Baru saja dua langkah tangan ku  langsung ditarik oleh bibi. Aku menoleh.

"Eeett,nanti dulu, "

"Ada apa, bi?"  aku mengerut kan kening ku.

"Non harus makan dulu, dari tadi pagi kan non belum makan, nanti sakit lagi loh."

Bibi memaksa aku untuk makan, aku merasa bibi sangat mengkhawatir kan ku.
Ternyata masih ada yang perhatian pada ku selain orang tua ku.

"Bi,.. Makasih ya udah perhatia sama aku."
Aku memeluk bibi.

"Eh,kok non malah peluk bibi,sih."

Bibi terlihat heran.Dan aku langsung melepas pelukan dengan perlahan.

"Ng..nggak bi".

Aku hanya tersenyum.
Dan bibi membalas senyuman ku.

"ya sudah, cepet makan ,ayo!!"

"Iya, bi".

Aku langsung duduk di meja makan sedangkan bibi mengambilkan ku nasi goreng kesukaan ku yang baru saja bibi masak.

Suasana hening sejenak.

"Non,tau gak?"

Bibi memecah keheningan memulai percakapan.
Aku menelan makanan ku terlebih dahulu.

"Iya bi,ada apa?".

"Tadi pas non masih pingsan ada yang dateng ke sini cariin non,"

"Siapa...."

Tanyaku heran.

"Bibi sih gak tau, tapi katanya sih dia temen nya non".

"Laki laki??".

Tanya ku penasaran dan terheran heran

Bibi tersenyum geli lalu menggodaku.
"kok non tau!? Emm.... Tapi ko dia ngaku nya tmn yak Kenapa enggak bilang pacar aja."

"Ih,apaan sih bi, udahlah, aku mau lanjutin makan aja"

Entah kenapa tiba tiba aku merasa malu. kalau aku bisa melihat wajahku mungkin sekarang terlihat memerah karena malu itu terasa karena wajah ku saat ini panas.

"Eh, dia juga loh yang bawa non pas waktu pingsan ke kamarnya non." bibi tersenyum penuh maksud.
Terserah lah apa yg di pikirkan bibi.
Pikiranku langsung tertuju kepada seseorang, mungkin saja Rio.

***

"Kadang kala kita harus melepaskan mereka yang terkasih agar mereka bahagia disana meskipun itu berat."


NA'IFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang