Hari itu.
Ketika cahaya rembulan berganti dengan sinar mentari, seolah menjadi saksi atas pertemuan dua insan yang telah ditakdirkan jauh sebelum mereka dilahirkan. Semua berjalan sesuai dengan skenario ilahi yang telah disusun sedemikian rupa hingga tak tertinggal sedikitpun dari rencana-Nya. Segalanya telah diatur oleh yang maha Kuasa. Termasuk pertemuan ini yang akan menjadi awal perjalanan panjang yang sangat berarti dan tak terlupakan. Dengan cahaya mentari dan rembulan yang akan menemani perjalanan penuh pengorbanan mereka.
♪♪♪
Hari sudah petang, cahaya kejinggaan mulai memancar ke seluruh penjuru kota, termasuk di salah satu sekolah menengah pertama terpopuler yang ada di kota ini. Seluruh penjuru sekolah terlihat sepi, tak ada satupun siswa yang terlihat setelah masa orientasi siswa baru usai. Seluruh siswa berbondong-bondong pulang ke rumah mereka masing-masing dalam keadaan penat. Akan tetapi, terlihat di salah satu kelas VII seorang gadis yang masih lengkap dengan seragam putih-biru nya tengah terduduk di atas bangku kelas sambil membaca sebuah buku yang ia pinjam dari perpustakaan sekolah. Hanya dibantu oleh penerangan sinar mentari, gadis itu tetap saja fokus membaca buku yang ketebalannya hampir setara dengan kamus bahasa Inggris karya John Echols tersebut. Gadis itu bergeming, seolah penerangan itu tak mengganggunya sama sekali. Malah cahaya kejinggaan tersebut semakin membuat gadis itu terlihat semakin menawan.
Pintu kelas terbuka, menampakkan seorang laki-laki yang masih lengkap dengan seragamnya dan napasnya yang tak beraturan. Sepertinya ia telah berlarian hingga sampai ke kelas. Gadis itu menoleh ke arah pintu karena mendengar suaranya terbuka. Mereka bertatapan, seolah merasa waktu berhenti sejenak. Hingga akhirnya gadis itu memutuskan kontak terlebih dahulu dengan mengalihkan pandangan ke arah bukunya kembali, sedangkan sang laki-laki berdehem singkat setelah sadar dari lamunannya kemudian berjalan masuk ke dalam kelas.
Sunyi. Tidak ada yang berani memecah keheningan terlebih dahulu. Gadis itu tetap saja melihat ke arah buku tebal yang sebenarnya tidak ia baca. Pikirannya tidak fokus semenjak kedatangan laki-laki tersebut. Sedangkan laki-laki itu terus melangkah kemudian berhenti tepat di belakang bangku sang gadis. Tangannya masuk ke dalam kolong bawah meja, mencari sesuatu. Nampaknya sesuatu yang ia cari tak kunjung ditemukan. Hal itu tertera jelas dari raut wajahnya yang menampakkan kegelisahan.
"Maaf, kamu yang duduk di belakang?" Tanya gadis itu memecah keheningan.
Laki-laki itu mengangguk, masih dengan kegelisahannya.
"Ini, kamu yang bernama Rangga, kan?" Ujar gadis itu sambil menyerahkan sebuah dompet berwarna hitam. "Aku menemukannya di atas meja. Tadinya aku ingin mengembalikannya esok hari, tapi sepertinya kamu menyadarinya terlebih dahulu." Lanjutnya.
Laki-laki itu— Rangga mengambil dompet tersebut kemudian membukanya, mengecek apakah ada yang hilang dari dompetnya. Kartu nama, kartu pelajar, atm, kredit, visa, uang, dan beberapa struk belanjaan. Pas, semuanya tidak ada yang hilang.
"Tenang saja, aku menjaganya dengan baik kok! Lain kali jangan ceroboh lagi, ya!" Ucap gadis tersebut memperingatkan sambil tersenyum hangat, sangat hangat hingga membuat Rangga terpaku memandang senyumnya.
"Y-ya..." Ujar Rangga sedikit gugup. "Makasih ya." Ucap Rangga tulus.
Gadis berjilbab putih tersebut mengangguk sekali, "Sama-sama."
Cahaya jingga masih setia menerangi dua insan ini. Hingga membuat hijab putih dan kemeja sekolah mereka terlihat sedikit kejinggaan.
"Nama kamu si—" ucapan Rangga terpotong karena dering telepon milik sang gadis. Gadis itu segera mengangkat panggilan telepon dengan raut wajah panik.
"Assalamu'alaikum, ma." Ucap gadis itu dengan suara lirih.
"Iya, ma. Bentar lagi mentari pulang, kok!"
"Iya... Maaf ya, ma. Tadi mentari terlalu asik membaca buku, jadi lupa waktu deh. Ini mau jalan pulang, kok."
"Iya... Wa'alaikumussalam." Gadis itu meletakkan handphone nya ke dalam saku seragamnya. Dengan tergesa-gesa, ia segera mengambil barang-barangnya yang berada di atas meja kemudian dimasukkan ke dalam tasnya.
"Rangga, aku pamit duluan, ya. Assalamu'alaikum." Pamit gadis itu sebelum akhirnya melesat pergi meninggalkan Rangga yang masih terdiam di dalam kelas.
Ruangan kelas kembali sunyi. Yang terdengar hanyalah deru nafas Rangga yang menyiratkan ketidak-relaan. Ia melirik bangku gadis tersebut yang kini telah kosong tak berpenghuni. Matanya terhenti di atas meja sang gadis. Itu adalah buku tebal yang telah tertinggal oleh sang gadis. Ia menyunggingkan salah satu sudut bibirnya.
"Sendirinya pun ceroboh." Gumamnya sebelum akhirnya ia mengambil buku tersebut kemudian membaca judulnya.
'Mentari Dan Purnama.'
To be continued...
Assalamu'alaikum. Gimana kabarnya? Semoga kalian semua dalam lindungan Allah SWT. Aamiin... Maaf, cerita kemaren kayaknya udah gk bisa dilanjutin, jadi saya post cerita baru. Semoga kalian suka dengan cerita baru nya ya :)
Thanks for attention, happy reading :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari & Purnama [HIATUS]
SpiritualMereka bertemu karena satu garis takdir yang diiringi dengan cahaya kejinggaan. Entah itu dipagi hari, ataupun disore hari. Yang terpenting, pertemuan itu sangatlah berarti.